Management zkumparan

Sociopreneur ala Michael dan Gabariel

Michael Junjungan Yobel Akasi Wongso, Direktur dan co-founder PT Humbang Mas Perkasa (HMP)
Michael Junjungan Yobel Akasi Wongso, Direktur dan co–founder PT Humbang Mas Perkasa (HMP)

Michael Junjungan Yobel Akasi Wongso (24 tahun) bersama sepupunya, Gabariel Purba (29 tahun), mendirikan perusahaan kopi PT Humbang Mas Perkasa (HMP) di tahun 2016 dan produsen jagung PT Humbang Mas Agro (HMA,) pada 2018. HMP memiliki lahan kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara.

Kedua bersaudara ini bahu-membahu mengedukasi petani kopi dan jagung di Humbahas. Michael mengatakan, HMP memasok biji kopi ke perusahaan lainnya yang mengekspor biji kopi tersebut ke berbagai negara, antara lain ke Jepang dan Amerika Serikat.

Jenis kopi yang dihasilkan adalah arabika lintong dari Lintong Nihuta, Dolok Sanggul, Paranginan, Pollung, dan Onan Ganjang. Saat ini, HMP setiap bulan memasok 20 ton biji kopi ke eksportir kopi di Medan itu. Harga jualnya Rp 70 ribu-80 ribu per kg. Merujuk volume penjualan dan harga jual itu, maka omset HMP sebesar Rp 1,4 miliar/bulan. Sebelumnya, HMP di fase awal berdiri pernah langsung mengekspor 15 ton kopi ke Inggris.

HMP memiliki lahan kopi seluas 10 hektare yang digarap 10 petani. “Pasokan kopi lainnya kami dapatkan dengan membelinya 15 ton dari para petani kopi di sekitar Humbahas,” kata Michael. Pihaknya mengedukasi para petani kopi untuk meremajakan tanaman kopi dan mengolah biji kopi menjadi kopi berkualitas grade 1. “Ini merupakan kegiatan sosial kami untuk meningkatkan produktivitas kopi para petani,” ujar Direktur dan cofounder HMP itu (Gabariel menjadi direktur utamanya).

HMA, sebagai perusahaan jagung, memasok produknya ke PT Charoen Phokphand Tbk. dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk. di Medan. Michael menyebutkan, keberhasilannya memasok produk ke perusahaan pakan ternak multinasional itu disokong oleh pemerintah daerah. “Pemerintah Kabupaten Humbang Hansudutan menjembatani kami dengan Charoen Phokphand untuk menjalin kemitraan bisnis,” ungkap Michael. HMA bermitra dengan 200-300 petani jagung dan harga yang dibeli dari petani di atas harga yang ditetapkan tengkulak.

Harga serupa diterapkan Michael ketika membeli kopi dari petani. Dengan demikian, HMP dan HMA memangkas rantai distribusi yang menjerat petani lantaran sebelumnya harga yang ditetapkan tengkulak di bawah harga pasar. “Humbang Mas Agro membeli jagung dari petani dengan harga Rp 4 ribu per kg. Lalu, dijual seharga Rp 4.500/kg ke Charoen Pokphand dan Japfa Comfeed Indonesia,” dia menerangkan.

Di perusahaan jagung ini, Michael menjabat sebagai dirut sekaligus cofounder dan Gabariel sebagai direktur. HMP dan HMA tak hanya membantu petani, tetapi juga membuka lapangan kerja lantaran menyerap 28 tenaga kerja lokal. Aktivitas Michael dan Gabariel ini dikategorikan sebagai social entrepreneur (sociopreneur) atau wirausaha sosial.

Michael menceritakan, ide mendirikan HMP didorong oleh pengamatannya ketika mengunjungi Humbahas beberapa tahun lalu. Kabupaten ini memiliki area perkebunan kopi seluas 58 ribu ha. Sayangnya, sistem penanaman dan penyimpanan biji kopi masih buruk. “Karena itu, kami melakukan pelatihan untuk petani dan membantu mereka menjual kopi,” ujarnya.

Perkenalannya dengan petani kopi di daerah ini diawali dari partisipasinya dalam program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) Asuransi Sinar Mas yang mengedukasi petani kopi serta meningkatkan literasi keuangan. “Pada awalnya, kami bekerjasama dengan asuransi untuk membantu mengumpulkan data petani kopi, lalu kami memilih untuk memberikan pelatihan sendiri bagi mereka,” katanya.

Beragam kendala dialaminya dalam menjalin kemitraan dengan petani kopi, misalnya keraguan petani bahwa program edukasi itu bakal meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan. Solusinya, Michael yang dibantu Gabariel menjalin komunikasi kultural, yakni berkomunikasi di meja makan sambil menyeruput kopi hangat. “Kami mengedukasi petani. Yang kami datangkan adalah pakar kopi dari Aceh dan pakar jagung dari Sumatera Utara,” ujarnya.

Komunikasi itu memperlancar program edukasi serta tata kelola mengolah kopi dan jagung. Sebagai contoh, HMP membeli gabah kopi giling basah dari petani seharga Rp 28 ribu-30 ribu per kg serta memprosesnya lebih lanjut, yaitu mengeringkan biji kopi di green house miliknya seluas 400 m2, kemudian menyortir dan menggilingnya hingga kering di mesin. Lalu, biji kopi ini disimpan di gudang kopi HMP yang menempati lahan seluas 1.800 m2. Biji kopi yang sudah layak ekspor ini dikirim ke eksportir kopi.

Michael menegaskan bahwa model bisnisnya adalah mengedukasi petani kopi dan pihaknya menjadi off taker. “Ke depan, kami ingin bekerjasama dengan pihak ketiga, contohnya bank, memberikan permodalan ke petani untuk membeli pupuk atau bibit kopi berkualitas, serta menjadi fasilitator bagi petani jagung,” katanya. Dia optimistis, apabila model bisnis ini berkelanjutan, produktivitas serta kesejahteraan petani kopi dan jagung di Humbahas akan meningkat.

Michael dan Gabariel lalu memperluas sayap bisnis di kota kelahiran keluarga besar mereka itu. Melalui bendera PT EPW Selangit Properti, mereka membangun Coffee Hotel Ayola di Dolok Sanggul, Humbahas. Pembangunan hotel ini untuk mengantisipasi lonjakan wisatawan ke wilayah ini seiring dengan rencana pemerintah mengembangkan Danau Toba, sebagai salah satu dari 5 Destinasi Wisata Super Prioritas.

“Kami mengalokasikan dana Rp 60 miliar-65 miliar untuk membangun hotel ini. Pengerjaan konstruksi diharapkan selesai selama setahun sehingga Coffee Hotel Ayola ditargetkan beroperasi pada September atau Oktober 2020,” tutur Michael, yang merampungkan kuliah S-1 dan meraih gelar Bachelor of Science in Managerial Economics-International Business dari Bentley University, Boston, Massachusetts, AS. Nantinya, Coffee Hotel Ayola menyajikan kopi buatan UMKM di Humbahas, mengembangkan wisata agro yang mengintegrasikan hotel ini dengan perkebunan kopi milik HMP. “Kami berharap kebun kopi tersebut dapat menjadi tourist attraction,” ujarnya.

Menanggapi kewirausahaan sosial ini, Istijanto Oei, pengamat pemasaran Universitas Prasetiya Mulya, mengapresiasi upaya Michael merangkul petani lokal. “Inilah upaya yang perlu dilakukan para pebisnis Indonesia untuk berkontribusi mengembangkan perekonomian daerah dan nasional,” kata Istijanto. Dia mengimbau Michael untuk berlatih bisnis pada mentor bisnis atau mengikuti pelatihan praktis manajemen (business short course), yang diharapkan kian mengasah kompetensi manajerialnya sebagai sociopreneur. (*)

Andi Hana Mufidah Elmirasari & Vicky Rachman

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved