Management zkumparan

Strategi Ideosource Membesarkan Startup

Edward Ismawan Chamdani founder Ideosource Venture Capital
Edward Ismawan Chamdani founder Ideosource Venture Capital

Meski tidak memiliki latar belakang di industri finansial, Edward Ismawan Chamdani dan Andi Boediman sukses mengembangkan Ideosource Venture Capital. Berdiri pada 2011, perusahaan modal ventura ini telah menyalurkan pendanaan ke 30 perusahaan rintisan (startup). Bukan hanya startup teknologi, tetapi juga nonteknologi, seperti dari sektor pertanian dan perfilman.

Edward punya pengalaman sebagai pendiri startup, perencana strategis, dan konsultan di berbagai bidang. Ia punya visi membangun venture capital yang lebih kuat di Indonesia. Adapun Andi merupakan pendiri sekolah desain, film, dan animasi.

Latar belakang yang berbeda dari kedua tokoh pendiri ini justru memberi keunikan pada Ideosource. “Kami memiliki pemahaman tentang ekosistem startup lebih dalam sampai ke level operasional dibandingkan dengan teman-teman yang belum pernah mempunyai startup sendiri,” kata Edward yang juga menjabat sebagai anggota dewan di Asosiasi Modal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo).

Sejumlah startup telah masuk dalam portofolio Ideosource, yakni KapanLagi Network, eFishery, Orori, FemaleDaily, JAS Kapital, Touchten Games, ACommerce, Ideoworks.id, Immobi Solusi Prima, 8Wood, Stockbit, PasarMinggu.co, dan TuringSense. Selain itu, Ideosource juga punya kepemilikan di toko komputer online Bhinneka.com.

Edward menyebutkan, sektor pertanian punya peluang yang cukup menjanjikan untuk disuntikkan dana investasi. Namun, sejauh ini modal ventura yang masuk lebih mengambil sisi hilir, yang berarti langsung ke penjualnya. Sementara yang fokus di sisi hulu masih sedikit, karena dinilai masih banyak permasalahan. “Saat ini kami sedang tes untuk mengisi suatu segmen di bidang pertanian sebagai agregator,” ujar Edward. “Jadi, kami membeli dari petani, kemudian menjadi off taker (penjamin pembelian hasil panen petani) yang selanjutnya kami jual secara B2B.”

Bagaimana Ideosource menjalankan perannya sebagai modal ventura? Pertama, memberikan pendanaan dan membantu infrastrukturnya. Kedua, menghubungkan dengan off taker yang lebih banyak lagi, sehingga berperan seperti marketplace untuk B2B. Setelah kerjasama cukup lama, pihaknya bisa menyediakan teknologi yang akhirnya masuk ke smart farming, seperti dengan menggunakan drone.

Belakangan, Ideosource juga masuk ke bidang venture debt. Jadi, investasinya agak berbeda dari yang berbasis ekuitas. Venture debt adalah pembiayaan utang yang biasanya disertai opsi waran, yakni mengonversi utang menjadi saham. Tidak ada saham yang terdelusi dalam venture debt, kecuali ada kesepakatan waran.

Sejak 2014, minimum investasi yang diberikan Ideosource sebesar US$ 200 ribu, yang dianggap cukup memodali sebuah startup untuk berjalan sampai 18 bulan. Enam bulan pertama startup akan mengembangkan produknya agar lebih matang, enam bulan kedua adalah fase penjualan/traction, dan enam bulan terakhir digunakan startup untuk kembali melakukan fundrising ke investor.

Namun, belakangan melalui skema venture debt, justru Ideosource tidak membatasi. “Ketika kami mendanai, kami inginkan dalam waktu tiga tahun startup tersebut bisa IPO,” ujar Edward. Ini berbeda dengan pola modal ventura: biasanya investasi untuk 5 atau 10 tahun, lalu dijual. “Kami tidak ingin seperti itu lagi. Kami mau menjalankan model operating holding. Semakin banyak startup yang bisa IPO, akhirnya kami sebagai operating holding pun bisa IPO,” tuturnya.

Dengan skema yang baru ini, komitmen Ideosource terhadap semua portofolio investasinya menjadi long term. “Sebab, kami tidak masuk untuk cepat menjualnya, tapi benar-benar duduk bersama seakan kami cofounder. Kami bangun secara organik dan kami dorong mereka untuk IPO,” ungkap Edward.

Menurutnya, hampir semua perusahaan yang melalui screening yang bagus, masih berjalan. “Definisi bagus adalah founder-nya bagus, ulet, dan berintegritas bagus. Dalam perjalanannya, memang mereka belum tentu memiliki satu arah yang pas, tapi kami bimbing sehingga mereka menjadi semakin bagus,” katanya. Sebagai contoh, eFishery yang setahun terakhir semakin gencar mencari pelanggan. Dua tahun lalu, customer base eFishery hanya 2-3 ribu, tetapi saat ini sudah 20 ribu. Kemudian, Stockbit sudah memiliki customer base 120 ribuan dalam enam bulan.

Di semester II/2019, dengan pola venture debt, Ideosource mendanai startup di bidang periklanan, pertanian, dan pengolahan limbah tebu –ada beberapa yang sedang dalam proses. Total ada 10 startup. Adapun Ideosource Entertainment yang khusus menggarap industri film telah mendanai sejumlah film, antara lain Bebas, Cinta Itu Buta, dan Abracadabra.

Di tengah pesatnya perkembangan startup di Indonesia, Edward menyampaikan pesan bahwa para pendiri jangan hanya mengacu pada model bisnis yang ada di luar dan sudah puas dengan mendapatkan dana. Ia menyebutkan, ada startup yang targetnya hanya mendapatkan dana, tetapi setelah itu lupa tujuannya.

“Mulailah dengan masalah dan sebisa mungkin fokus ke masalah yang pasarnya besar,” katanya memberi saran. “Startup jangan hanya bermain di tengah-tengah kota saja. Coba main sampai pelosok, di sana banyak isu yang harus diselesaikan tapi potensinya juga banyak,” tambahnya.

Pada kesempatan berbeda, CEO and co-founder Stockbit dan Bibit.id, Wellson Lom, mengatakan bahwa salah satu keunggulan Ideosource adalah mampu membangun trust. “Mereka sangat percaya terhadap founder untuk menjalankan bisnis sesuai dengan visinya,” kata Wellson. “Selain pendanaan, kami juga selalu mendapat advise, bahkan network, dari Ideosource,” katanya lagi. (*)

Jeihan K. Barlian & Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved