Management Trends zkumparan

Tahun ini, HCD Telkom Fokus pada Coaching dan Mentoring

Tahun ini, HCD Telkom Fokus pada Coaching dan Mentoring
Dwi Haryanto, Vice President Human Capital Development PT Telkom Indonesia di Jakarta (Dok. SWA/Ino]

Peran bidang Human Capital Development (HCD) dalam sebuah perusahaan bagaikan darah yang bila kerjanya terhambat, tubuh perusahaan akan sakit. Hal yang bisa jadi salah satu solusi untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan sumber daya manusia adalah teknologi, mengingat kita sedang masuk ke era revolusi 4.0.

PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), sebagai salah satu perusahaan teknologi besar di Indonesia tentu sudah menerapkan tata kelola SDM berbasis teknologi. Seperti yang disampaikan oleh Dwi Haryanto, Vice President Human Capital Development PT Telkom Indonesia, pada acara malam penganugerahan HR Excellence Award 2019 di Jakarta (10/4/2019). “Kami mengadaptasi Human Capital 4.0, yakni agility, flexibility, collaboration; yang harus kami ciptakan lingkungannya di Telkom,”jelas Dwi.

Apalagi dengan melihat banyaknya karyawan Grup Telkom yang mencapai 24 ribu orang dari 43 anak perusahanaan. Sementara itu Telkom sendiri mengelola 13 ribu pegawai. Menurut Dwi, jumlah tersebut akan dikurangi menjadi 8.500 orang saja hingga tahun 2023.

Ia menyatakan bahwa Telkom tidak mengikat karyawannya. Namun, Telkom berusaha menciptakan lingkungan yang kondusif agar mereka bisa produktif saat bekerja di Telkom.

Dengan masuknya milenial ke pasar pekerja, penting bagi bisnis untuk menyesuaikan diri dengan karakter mereka yang digital savvy, kolaboratif, serta ingin dilibatkan. Maka dari itu, Telkom memiliki value preposition yang berupa lingkungan kerja yang menyenangkan.

“Untuk lingkungan kerja Telkom, kami memiliki kawasan bernama The Telkom Hub. Setiap lantai itu open space. Mereka tidak memiliki tempat duduk sendiri; hanya ada ruang loker, kemudian duduknya bebas. Setiap hari mereka duduk di mana saja sesuai keinginan,” ujar Dwi.

Untuk mengakusisi talent, Telkom memiliki banyak channel, misalnya talent scouting di top universities, beasiswa, hingga program Socio Digi Leaders. Pada kesempatan yang sama, Dwi menjelaskan program tersebut. “Mereka (calon karyawan) diminta membuat satu tim 3 orang, diminta membuat sesuatu yang menarik untuk Indonesia. Mereka submit dan pitching. Yang juara ditawarkan menjadi pegawai Telkom. Yang kami butuhkan adalah orang-orang yang bisa berinovasi, kreatif, dan kolaboratif,” jelasnya.

Dalam pengelolaan talent, Telkom sudah mendigitalisasi semuanya, mulai dari talent mapping, talent planning, sourcing, talent profilling, qualification, dan lain-lain. Melalui sistem tersebut, setiap karyawan bisa mengetahui apakah dirinya termasuk top talent atau tidak melalui sistem.

“Ketika seorang menjadi top talent, dia mendapatkan hak-hak eksklusif, memegang strategic position dan yang bersangkutan memiliki fasilitas untuk melakukan training yang disukai, bebas memilih,” ujar Dwi.

Program pengembangan karyawan terdiri dari dua, yakni bagi karyawan baru yang dididik untuk menduduki posisi manajerial dan yang sudah duduk di kursi manajerial baru dididik. Menurut Dwi, karakter jadi kunci penting dalam pendidikan karyawan. Dalam penilaian, Telkom memberikan bobot karakter sebesar 50 persen, kompetensi 30 persen, dan kolaborasi 20 persen.

Tahun ini, hal yang menjadi fokus utama Telkom adalah coaching dan mentoring. Hal ini berubah dari yang awalnya sistem hanya berupa direksi saja. Metode coaching dan mentoring dapat mengeluarkan ide-ide pontesial.

Untuk memuluskan langkah tersebut, setiap pemimpin diberi kewajiban untuk mendidik anak buahnya. Dwi menyebut metode ini sebagai leader as a father dan leader creates leader.

Fokus kedua Telkom adalah pengembangan ke internasional sehingga dibutuhkannya international talent flow.

Dwi menambahkan, ketiga, pihaknya fokus meningkatkan kapabilitas digital, karena a tahu gap kompetensi kapabilitas di Telkom, maka dikembangkan digital capability playbook. Keempat, talent scholarship. Ini yang membuat milenial mau bekerja di Telkom. Ketika milenial baru bekerja 2-3 tahun, mereka boleh sekolah dan beasiswanya bebas dari mana saja.

Terakhir, HCD Telkom membuat sebuah alat yang memungkinkan penyelesaian masalah lewat external & internal expert Telkom. Jadi, saat ada masalah, siapapun bebas men-submit solusi yang mereka miliki secara online. Apabila solusi tersebut diterima, dia akan mendapatkan reward di luar gaji.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved