Management Strategy

Ternyata, Nilai Ekspor Kayu dengan DE hanya US$140 juta

Ternyata, Nilai Ekspor Kayu dengan DE hanya US$140 juta

Upaya mendorong penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) setara dengan Lisensi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) dari Uni Eropa (UE) melalui Voluntary Partnership Agreement (VPA) yang telah dilakukan bertahun-tahun, terancam hanya wacana.

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) RI No. 66/M-DAG/PER/8/2015 yang mengubah beberapa ketentuan dalam Permendag RI No. 97/M-DAG/PER/12/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan memungkinkan dengan Deklarasi Ekspor (DE) untuk melakukan ekspor.

Sumber: Geoenergi.co.id

Sumber: Geoenergi.co.id

DE adalah surat pernyataan dari IKM (Industri Kecil dan Menengah) Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK) bahwa barang yang diekspor menggunakan sumber bahan baku yang telah memenuhi persyaratan legalitas.

Keputusan ini mungkin menjanjikan bagi sebagian eksportir produk kayu, namun juga mengancam kesempatan Indonesia sebagai negara pertama yang menyediakan produk kayu berlisensi FLEGT di pasar Eropa. DE merupakan celah yang menyebabkan UE mengisyaratkan mundur untuk memberi pengakuan terhadap sistem legalitas kayu Indonesia sebagai syarat untuk mendapatkan kemudahan khusus di pasar negara anggotanya.

Dalam ketentuan VPA, Indonesia hanya akan mengekspor ke negara-negara Uni Eropa produk-produk kayu legal yang telah terverifikasi dan berlisensi FLEGT, dimana SVLK telah disepakati akan menjadi lisensi FLEGT.

Lisensi FLEGT menjamin bahwa kayu dari negara-negara VPA dipanen, diproses dan diekspor dengan menaati semua peraturan perundangan nasional yang berlaku. Enam negara yang saat ini telah menandatangani VPA, Indonesia merupakan satu-satunya negara dari Asia, dengan Uni Eropa. Keenam negara tersebut saat ini sedang mengembangkan sistem yang diperlukan untuk mengontrol, memverifikasi dan memberikan lisensi bagi kayu legal.

Dengan hanya diperlukannya DE, menjadi celah yang memungkinkan produk kayu yang belum terverifikasi legalitasnya dapat diekspor. Terlepas dari semangat pemberlakuan DE untuk mendukung industri kecil, tapi tak seharusnya mengorbankan SVLK, dimana sistem tersebut saat ini merupakan alat paling inovatif yang telah dikembangkan di Indonesia untuk memerangi penebangan liar.

“Penggunaan SVLK dari tahun ke tahun menunjukkan tren peningkatan, tahun 2013 sebesar US$ 6 milliar dan Agustus 2015 tercatat US$ 7,1 milliar. Bila dibandingkan dengan nilai ekspor yang hanya menggunakan DE sebesar US$ 140 juta, maka tidak masuk akal apabila DE dipertahankan dan mengakibatkan kegagalan Indonesia diakui dalam lisensi FLEGT,” kata Aditya Bayunanda, Forest Commodities Market Transformation Leader WWF Indonesia. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved