Management Editor's Choice Strategy

Tiga Program Andalan Kabupaten Bojonegoro

Tiga Program Andalan Kabupaten Bojonegoro

Untuk mengatasi problem lingkungan hidup yang rutin dihadapi Kabupaten Boonegoro setiap tahun, yaitu banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, maka Pemda Kabupaten Bojonegoro meluncurkan tiga program yang mulai dilakukan sejak 2010. Apa saja programnya dan bagaimana hasilnya? Bupati Bojonegoro, Suyoto , memaparkannya kepada Syukron Ali dari SWA Online berikut ini:

Bupati Bojonegoro2

Suyoto, Bupati Bojonegoro

Apa saja persoalan lingkungan yang dihadapi di Bojonegoro?

Kabupaten Bojonegoro punya tantangan sumber daya lingkungan hidup yang pelik yang harus kami hadapi. Permasalahan tersebut karena kondisi alam serta akibat dampak dari aktivitas masyarakat dan kegiatan pembangunan di Kabupaten Bojonegoro.

Pengelolaan sampah, perilaku masyarakat dalam hal buang air besar sembarangan, bencana alam, kerusakan sungai, kurangnya ruang terbuka hijau, kerusakan hutan dan lahan, serta pemanasan global (global warming) yang disebabkan oleh gas Methan (CH4), adalah permasalahan-permasalahan lingkungan hidup yang dihadapi Kabupaten Bojonegoro.

Masalah lingkungan hidup secara spesifik yang dihadapi oleh Kabupaten Bojonegro adalah bencana banjir saat musim hujan dan bencana kekeringan saat musim kemarau. Hal ini karena jenis tanah di Kabupaten Bojonegoro di dominasi oleh jenis tanah Alluvial yakni sebesar 46.357 Ha atau 20,09 % dan jenis tanah Grumusol yakni sebesar 88,944 Ha atau 38,55 % dari seluruh luasan wilayah Kabupaten Bojonegoro.

Kedua jenis tanah ini berupa tanah liat yang memiliki sifat sulit untuk meresapkan air, sehingga apabila musim penghujan air hujan langsung mengalir ke Sungai Bengawan Solo dan hanya sedikit yang tertampung (baik di dalam tanah maupun di permukaan tanah). Hal ini mengakibatkan banjir saat musim penghujan terutama daerah-daerah yang berada di sepanjang Sungai Bengawan Solo. Kondisi seperti ini juga mengakibatkan air permukaan menjadi habis (kering) dan cadangan air dalam tanah sangat minim pada musim kemarau, sehingga menyebabkan bencana kekeringan pada saat musim kemarau.

Bupati Bojonegoro

Dari permasalahan tersebut, bagaimana cara untuk mengatasinya?

Untuk mengatasinya, kami memiliki berbagai program terkait solusi masalah lingkungan hidup di Kabupaten Bojonegoro. Diantaranya: Pertama: Penanaman Satu Miliar Pohon, yang telah kami lakukan sejak Februari 2010 s/d Januari 2011 dengan hasil capaian 100% berupa rehabilitasi hutan dan lahan pada kawasan konservasi/lindung/mangrove, pembuatan kebun bibit rakyat, penanaman penghijauan lingkungan, pembuatan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) oleh kelompok masyarakat, reboisasi oleh Perum Perhutani, penanaman penghijauan kanan kiri jalan, dan penanaman penghijauan jenis buah-buahan.

Kedua, Program Pembangunan 1.000 Embung . Curah hujan yang tinggi sebagian belum tertampung secara maksimal. Dari sinilah muncul inspirasi program pembagunan 1.000 embung. Pencapainnya untuk pembangunan embung sampai dengan tahun 2014 adalah sebanyak 314 embung. Dalam program ini turut serta mendukung visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2013 – 2018 yaitu: terwujudnya pondasi Bojonegoro sebagai ;umbung pangan dan energi negeri yang produktif, berdaya saing, adil, sejahtera, bahagia dan berkelanjutan”. Potensi air yang berada di Kabupaten Bojonegoro cukup besar, Waduk Pacal, Waduk Nglambangan, Bojonegoro Barrage, sumber air, sungai dan curah hujan.

Ketiga, program normalisasi kali. Program pengendalian banjir di Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro pada dasarnya untuk menangani karakteristik Bojonegoro yang wilayahnya dilalui oleh Bengawan Solo membentang mulai dari Kecamatan Margomulyo sampai dengan Kecamatan Baureno yang ada kecenderungan setiap tahunnya selalu banjir. Kondisi tersebut haruslah diurai permasalahannya sehingga dapat menekan sekecil-kecilnya dampak negatif banjir.Program ini difokuskan pada normalisasi kali sehingga fungsinya akan lebih optimal. Hal tersebut bertujuan untuk mengembalikan fungsi kali sehingga aliran air dapat berjalan normal terutama pada kondisi debit air tinggi ( banjir ), Melindungi kawasan pemukiman dan melindungi tanaman pertanian.

Program normalisasi kali dilaksanakan secara swakelola dan kontraktual meliputi pekerjaan normaliasi kali dan bangunan perkuatan tebing. Hasilnya sangat luar biasa: arus air menjadi lancar, terutama saat debit air tinggi/saat banjir, karena kali menjadi lebih dalam dan lebih lebar. Ada tanggul untuk untuk melindungi hamparan sawah pada saat banjir. Lalu pada musim kemarau dapat berfungsi sebagai embung/saluran air di beberapa kali, dengan memanfaatkan air dari Bengawan Solo. Serta dapat meningkatkan produksi pertanian dan pendapatan petani di bantaran kali.

Kami juga mengembangkan gas methan (energi alternatif ) di TPA Banjarsari, membuat Biopori, membuat sumur resapan di kawasan budidaya, permukiman, perkantoran, pertokoan, industri, sarana dan prasarana olah raga serta fasilitas umum lainnya. Serta program Gerbang Bersinar“Gerakan Bangga Bojonegoro Bersih, Sehat, Indah, Asri, dan Rapi” (Gerbang Bojonegoro Bersinar) dalam bentuk evaluasi dan monitoring di tingkat Desa / Kelurahan di 28 Kecamatan yang ada di Kabupaten Bojonegoro. Inti pokonya adalah dalam perbaikan lingkungan tersebut harus menjadi way of life bukan sedekar formalitas.

Siapa yang menjadi tim untuk mengimplementasikan program itu?

Semua pihak terlibat untuk pengimplementasian program ini. Dan menjadikan program ini sebagai perilaku atau way of life kami di Bojonegoro. Baik perilaku pemerintahan, sosial, pendidikan, bisnis semua harus terlibat.

Sejak kapan program ini dilaksanakan?

Program dimulai sejak saya menjabat Bupati awal 2008, dan kami menyedari betul bahwa persoalan lingkungan hidup adalah persoalan yang sangat serius dan tidak bisa kami kelola secara parsial.

Bagaimana anggarannya?

Soal pendanaan, karena ini adalah menjadi bagian dari kesadaran bersama, maka pembiayaannya juga sama-sama. Mana yang ditanggung pemerintah, masyarakat ataupun pebisnis, semua pihak terlibat, istilahnya co creating. sama-sama melakukan, dan menciptakan sesuatu bersama-sama.

Adapun anggaran dari Pemda sendiri untuk program penanaman Satu Miliar Pohon, kami mengalokasikan anggaran tahun 2010 ± Rp 2,1 miliar dari APBN dan Rp 300 juta dari APBD. Lalu, untuk pembangunan embung sebesar Rp 28.969.000.000 (anggaran 2013) dan pada tahun 2014 sebesar Rp 9.089.899 dari APBD. Sedangkan untuk program program pengendalian banjir, kami mengalokasikan danan sebesar Rp 8.089.500.000.

Apakah ada mekanisme sanksi/hukuman bagi yang tidak menjalankannya?

Untuk para pelanggar, kami punya sanksi yang sudah dibuat dalam Perda dan UUD. Tapi kami punya pengalaman sanksi tersebut tidak efektif bagi masyarakat yang secara finasial dan kultural adalah miskin. Hanya menambah orang masuk penjara di Bojonegoro. Karena mayoritas penghuni penjara di Bojonegoro adalah pencuri kayu. Tidak bisa dengan pendekatan terseubt, harus lewat pendekat sosial, cultural, dan bisnis,.

Apa harapan Anda untuk Bojonegoro ke depan?

Harapan dan sekaligus sudah menjadi visi kami untuk menjadikan Bojonegoro sebagai tempat yang nyaman untuk hidup, bermain-main, bekerja. Itu yang kami harapkan. Maka, kami harus memperbaiki sisi kualitas lingkungan hidup. Nah, kebeteluan Indonesia menyebut go green. Kami tidak pernah menyebut itu. Kami tidak pernah menyebut, ini dalam rangka ‘go green’ kita memang untuk hidup yang lebih baik di bojonegoro.

Bagaimana agar program ini berkelanjutan untuk masa akan datang?

Agar kontinyu, maka program-program ini harus masuk dalam segala sistem. Harus diedukasi lewat pendidikan, gerakan ormas, sosial dan keagamaan. Menjadikan setiap kebijakan pemerintah yang dicantumkan dalam dokumen politik RPJP (Rencana Jangka Panjang dan Menengah). Setelah masuk di dokumen tersebut, berharap secara struktural maupun kultural dapat terjadi sinergitas agar dapat menjadikan kondisi lingkungan hidup di Bojonegoro yang lebih baik lagi. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved