Management

Transformasi Tanpa Henti PT Kereta Api Indonesia

Transformasi Tanpa Henti PT Kereta Api Indonesia

Edi Sukmoro, Direktur Otama PT KAI

Nama PT Kereta Api Indonesia sempat identik dengan pelayanan ala kadarnya yang bisa dibilang cukup ‘mengenaskan’. Dulu, masih bisa diingat kondisi gerbong kereta api yang kumuh, praktik percaloan merajalela dan juga tingginya tindak kriminalitas yang seolah tak terjamah baik di dalam stasiun maupun di atas kereta yang tengah melaju.

Namun, beberapa tahun silam hal yang tak diduga-duga terjadi. KAI mampu bertransformasi dengan membuang wajah buruk pelayanannya. Bahkan kini, KAI menjadi salah satu simbol perubahan yang kasusnya banyak dibahas di berbagai media massa dan menjadi rekaman salah satu transformasi paling fenomenal dalam sejarah transformasi BUMN di Indonesia. Edi Sukmoro, Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia, saat ini memaparkan secara terbuka, bahwa perubahan besar yang dialami perusahaannya terjadi sejak tahun 2011. “Perubahan besar karena semula product oriented menjadi service oriented,” ujar Edi.

Menurut Edi, perubahan terasa kencang bergaung sejak Ignasius Jonan menjabat sebagai Direktur Utama KAI. Sejak itu, mindset SDM KAI berubah total. Seiring perubahan mentalitas, di saat bersamaan dilakukan perbaikan perangkat dan fasilitas dan modernisasi di dalam KAI. Berbagai lini operasi pun dilengkapi teknologi informasi dan seluruh karyawan harus melek gawai. Karena salah satu perubahan besar yang terjadi adalah pemesanan berbasis elektronik.

Pelayanan berbasis TI memang menjadi sebuah keharusan di KAI. Pasalnya, pada tahun lalu saja jumlah penumpang KAI mencapai 350 juta di 2016, termasuk penumpang KRL. Tahun ini diprediksikan terjadi peningkatan jumlah penumpang KAI mencapai 360 juta. Apalagi jika kelak berbagai jalur baru telah dibuka seperti rel dari Bakauheni hingga Aceh, Jalur Selatan Jawa, dan lain sebagainya. “Sekarang kami sedang menyiapkan Sulawesi, Kalimantan, bahkan Presiden Jokowi meminta Papua juga disiapkan,” ujar lulusan ITB, serta pemegang gelar master dari Loyola University New Orleans dan Universitas Melbourne itu.

Meski demikian perubahan terbesar terjadi pada karakter manusianya, yakni menekankan pada integritas, kerja keras dan mentalitas pelayanan. Ketiga hal itu adalah faktor utama transformasi perusahaan yang berlangsung selama ini. Adapun aspek pertama integritas, menjadi modal utama dari semua langkah dan pekerjaan yang dilakukan untuk memajukan di KAI. Menurut Edi, integritas tidak bisa dibeli dengan harta atau jabatan. “Aspek utama dari semua perubahan ini adalah integritas. Integritas ditanamkan dari sejak SDM masuk KAI, juga mengubah mindset existing pegawai yang ada,” imbuhnya.

Pola pelayanan KAI yang berbeda dengan perusahaan lain pada umumnya pun berdampak pada perbedaan beban kerja. Kondisi tersebut mau tak mau harus diikuti seluruh karyawan dengan bekerja keras tanpa mengeluh. “Bayangkan mana kala masyarakat libur, kita panen di sini, kan tidak mungkin kita ikutan libur. Justru di saat itu kita harus memberikan kinerja terbaik,” ujar pria lulusan ITB kelahiran tahun 1959 itu.

Faktor terakhir, mentalitas pelayanan harus dimiliki oleh setiap insan KAI. Dalam arti, jika seseorang telah menjadi karyawan KAI, maka dirinya harus siap menjadi ‘pelayan’. “Pengguna KAI harus dilayani, ini tegas. Lintas generasi bisa dilalui karena SDM KAI sudah ditanamkan bahwa saya ini pelayan,” kata Edi.

Selain itu, KAI pun menggenjot inovasi di berbagai anak usahanya. Seperti KA Pariwisata yang tengah mengembangkan one stop services tourism. Selain itu, berdirinya motel di stasiun-stasiun yang bisa menginap hanya 3 atau 6 jam. Yang dikelola KA Pariwisata itu Guest House di Stasiun Gambir dan yang satunya adalah Stasiun di Medan. “Potret ini menjadi contoh pengembangan stasiun lain seperti di Yogja dan kota-kota lain. Ternyata akupansinya tinggi, bisa 200 persen, karena bisa ada beberapa penumpang yang stay hanya 3 jam, lalu keluar,” katanya.

Inovasi lainnya di PT Reska Multi Usaha (RMU) yang didirikan pada 2003 untuk mengelola restoran KA, perparkiran, retail, Loko Cafe, Loko Kiosk, dan katering. Saat ini RMU tengah menyurvei, makanan-makanan khas lokal apa saja di stasiun besar yang bisa disajikan untuk konsumen dan menjadi andalan. “Kami selalu mendorong karyawan untuk berkompetisi secara positif, merit system berdasarkan prestasi yang dicapai. Bukan lagi dasar kenaikan karir karena urut kacang atau lamanya bekerja. Agar kami tidak tergilas jaman,” ungkap Edi blak-blakan.

Talenta unggulan ini akan menjadi motor penggerak perubahan KAI ke depan. Pasalnya, dalam lima tahun ke depan, akan terjadi lonjakan kapasitas tugas yang sangat tinggi bagi KAI. Di antaranya dengan melayani KA Bandara Soekarno-Hatta, KA Bandara Minangkabau, LRT (Light Rapid Transit) di Palembang untuk antisipasi ASEAN Games, LRT Jakarta, Trans Sulawesi yang kini tahap pembangunan dan lain sebagainya. “Kami sudah siap melayani semua itu. Plus, tambahahan layanan lain seperti KA Bandara Adi Sumarmo, KA Bandara Kulon Progo, itu tambahan yang sifatnya prioritas. Juga termasuk interkoneksi jalur Sumatera,” urai Edi.

Edi bersyukur pemerintah memberikan perhatian luar biasa pada KAI. Salah satu terlihat pada pelaksanaan rapat yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di atas kereta api yang tengah melaju. Acara itu sendiri bisa dianggap sebagai ‘kode’ dari Presiden Jokowi bahwa peranan KAI sangat krusial sebagai sarana transportasi masal masa depan Indonesia. “Saya tidak mengatakan angkutan lain pesaing, tapi penyelesaian masalah transportasi di kota-kota besar, tidak bisa menghindar dari kereta api,” kata Edi.

Sebagai contoh, Edi menyebut KRL pada dua tahun silam sudah mengangkut tak kurang dari 500 ribu orang per hari. Sekarang angkanya telah berlipat ganda menjadi 1 juta orang perhari. “Ada dua sisi yang tidak terpisahkan efek dari peningkatan luar biasa ini. Satu sisi, masyarakat merasa tidak nyaman karena sesak sekali di jam sibuk. Tapi di sisi lain, bahwa ternyata itu pilihan,” ungkap Edi.

Selain itu, Pemerintahan Presiden Jokowi pun memiliki niatan untuk mengurangi biaya logistik dengan menggunakan KAI. Langkah ini dipandang Edi sudah tepat. Alasannya, dengan menggunakan KAI maka jalan raya tidak akan mudah rusak, kepadatan lalu lintas bisa dikurangi, ketepatan waktu bisa dijamin dan tingkat kecelakaan bisa berkurang.

Menurut Edi, memang ada dua kendala pokok dalam meningkatkan angkutan barang. Pertama, barang diangkut tidak bisa point to point, langsung ke lokasi pengguna seperti angkutan logistik lainnya. Untuk itu pihaknya sedang menyiapkan layanan logistik untuk bisa point to point. Kedua, kompetisi harga, karena terdapat beban biaya PPN, track access charge, dan batasan daya angkut yang sangat dipatuhi KAI karena alasan keamanan. “Biaya-biaya tersebut tersebut sudah di-notice pak menteri dan bu menteri, agar KAI bisa lebih bersaing,” ujarnya.

Berbagai transformasi yang diusung pun pada akhirnya terlihat pada kinerja KAI. Pada 2014 tercatat pendapatannya mencapai Rp 10 triliun, 2015 Rp 13 triliun, dan di 2016 mencapai Rp 14 triliun dengan keuntungan mencapai Rp 1 triliun. Edi pun tak lupa menitip pesan, salah satu harapannya adalah porsi keuntungan KAI dapat dikembalikan lebih besar lagi untuk meningkatkan pelayanan. “Sekarang, kondisinya 50 persen kereta KAI usianya 30 tahun ke atas, mestinya keuntungan itu untuk meningkatkan kereta kita. Negara terasa makin maju kalau tranportasinya maju. Ini karena konotasinya kereta api ini untuk golongan menengah bawah, harusnya ini berubah. Maka itu ada ide inovasi KA Sleeper, jadi seperti kursi duduk kelas bisnis di pesawat terbang terutama untuk yang jarak jauh. Di sisi lain, memberikan public service di KAI jangan sampai padam. Itu misi kita ke depan,” tegas Edi. (Reportase : Herning Banirestu)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved