Management Strategy

Usai IFW 2013, Apindo Bantu Pengusaha Mode Masuk Pasar Swedia

Usai IFW 2013, Apindo Bantu Pengusaha Mode Masuk Pasar Swedia

Indonesia Fashion Week (IFW) 2013 membawa keprihatinan untuk memajukan ranah ekonomi kreatif yang sangat tipikal, yaitu mode. Di Indonesia, ranah ini hanya kalah oleh kuliner. Tapi, isu yang lebih krusial adalah sebagian besar pengusaha mode Indonesia masih berwajah usaha kecil menengah (UKM). Oleh karena itu, Apindo yang telah menandatangani persetujuan bersama Chamber Trade Sweden(CTS), kamar dagang Swedia akan mendata perancang dan pengusaha mode Indonesia.

“Kerja sama dengan pihak Swedia dijalin agar pengusaha mode paham standar busana yang laku di pasar Eropa, sekaligus membuka pintu ke pasar Skandinavia,” kata Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi (15/2). Apindo hendak meningkatkan taraf UKM lewat pembuatan brand dan pemasaran yang benar.

Suasana pembukaan IFW 2013 pekan lalu

Sebelumnya, Apindo telah mendiskusikan hal ini dengan Chamber Trade Sweden sejak 2009. “Kerja sama ini terkait dengan benchmarking industri mode Indonesia. Tak kalah penting, mengembangkan suatu industri perlu keberlanjutan (sustainability) juga,” kata CEO Chamber Trade Sweden, Charlotte Kalin, menjelang penandatanganan persetujuan. Selain menuntut komitmen industri mode Indonesia atas pelestarian lingkungan, Chamber Trade Sweden pun menyatakan siap menyerap produk busana Indonesia.

Sayangnya, selama ini Apindo terkendala lemahnya data sehingga kesulitan menemukan perancang dan pengusaha mode Indonesia yang berbakat. “Untuk promosi lebih cepat, akan dilakukan klasifikasi perancang dan pengusaha mode, mana yang berstandar ekspor dan mana yang masih domestik,” lanjut Sofjan. Langkah ini diperlukan untuk melangkah ke pasar mancanegara.

Langkah berikutnya berupa pelatihan industri mode berkelanjutan yang dibiayai oleh Chamber Trade Sweden dan akan dimulai tahun ini juga. “Pihak Swedia setuju mendanai perancang Indonesia yang berbakat agar belajar di akademi mereka,” kata Sofjan meski belum mengetahui besar dana yang digelontorkan. Agar bisa mengakses peluang ini, ia menghimbau perancang dan pengusaha muda untuk berjejaring dengan Apindo.

Untuk menjawab tantangan pelestarian lingkungan yang dihadapi UKM mode, Chamber Trade Sweden memberi pelatihan berjudul Sustainable Fashion Futures. Pembicara dalam pelatihan tersebut, Kenneth Hotz asal Swedia, meramalkan bahwa katun akan akan makin mahal, padahal bahan dasar tekstil ini sendiri rentan pada dasarnya. “Perlahan-lahan, industri ini akan beralih dari katun. Maka di tingkat produksi, pengusaha mode bisa lebih melestarikan lingkungan, selain di tingkat yang lebih tinggi seperti 1 perusahaan atau 1 industri,” jelas Hotz dalam presentasinya.

Dimintai tanggapan secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Perancang Pengusaha Indonesia, Taruna Kusmayadi, menyatakan bahwa industri mode berkelanjutan tak sebatas soal pengelolaan dampak lingkungan. “Pekerja fashion juga harus mempertahankan jaringan untuk segi ekonomi yang berkelanjutan,” katanya.

Soal pengelolaan dampak lingkungan yang ditimbulkan UKM mode, Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Ewa Polano, tak meragukan Indonesia. “Indonesia sudah menunjukkan komitmen besar untuk keberlanjutan dan kelestarian lingkungan,” kata Polano yang mengenakan kreasi Poppy Dharsono pada acara penandatanganan persetujuan Apindo-Chamber Trade Sweden. Adapun salah seorang perancang Swedia, Camilla Welton, menampilkan karyanya pada perhelatan Indonesia Fashion Week 2013. Perancang tersebut menggunakan bahan organik murni dalam labelnya, Eco Couture. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved