Management

Vokasi Kementerian Ketanakerjaan, Jalankan Pelatihan Triple Skilling

Bambang Satrio Lelono, Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas, Kemnaker RI
Bambang Satrio Lelono, Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas, Kemnaker RI

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memiliki program pelatihan yang disebut triple skilling, yakni skilling, upskilling, dan reskilling. Skilling ditujukan untuk angkatan kerja muda dan baru yang ingin mendapatkan keahlian. “Mereka yang belum memiliki kompetensi akan kami upgrade dan tingkatkan kompetensinya agar sesuai dengan kebutuhan persyaratan di pasar kerja, sehingga mereka mempunyai modal untuk bekerja,” kata Bambang Satrio Lelono, Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas, Kemnaker RI.

Sementara itu, upskilling diberikan kepada pekerja yang membutuhkan peningkatan keterampilan atau kariernya agar bisa eksis dalam perkembangan dunia ketenagakerjaan. Adapun reskilling adalah pemberian kemampuan atau keterampilan baru untuk pekerja agar bisa ganti hilang. Contohnya, pekerjaan di sektor tambang sudah mengecil, sementara orang ini hanya memiliki kemampuan di sektor tambang. Begitu sektornya berkurang, dia tidak bisa bekerja. “Oleh sebab itu, kami berikan skill baru agar mereka bisa bekerja di sektor yang baru. Misalnya, diberi pelatihan teknologi informasi (TI) untuk menjadi operator mesin atau teknisi TI,” Bambang menjelaskan.

Pelatihan tersebut dilakukan di Balai Latihan Kerja (BLK). Kemnaker memiliki 305 BLK yang di bawah pemerintah, 1.125 BLK Komunitas, 5.020 Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) swasta yang teregistrasi di Kemnaker, 109 lembaga pelatihan di kementerian lain, dan 1.799 training center yang dimiliki industri. Menurut Bambang, seluruh training center tersebut bisa melatih 5,3 juta orang per tahun.

Agar pelatihan tersebut sesuai dengan kebutuhan pasar, pertama, dalam hal kebijakan (policy) dipandu oleh Komite Pelatihan Vokasi Nasional, dan secara implementatif setiap BLK diwajibkan berkoordinasi dengan industri. “Saat ini BLK sudah memiliki forum komunikasi industri, yang secara periodik bertemu dan berbicara dengan industri. Tujuannya, menyusun program pelatihan agar sesuai dengan perubahan industri karena yang tahu kebutuhannya kan industri,” Bambang menjelaskan. Dengan demikian, lulusan peserta pelatihan di BLK diharapkan setidak-tidaknya memiliki kemampuan mendekati kebutuhan industri. “Jika industri mengambil siswa BLK, tinggal poles-poles sedikit,” ujarnya.

Kedua, seluruh pelatihan mengacu pada standar kompetensi yang diregistrasi Kemnaker. Menurut Bambang, ada tiga standar kompetensi yang diimplementasikan, yakni Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), standar kompetensi internasional (standar kompetensi negara lain yang diadopsi karena memang dibutuhkan), dan standar kompetensi khusus (misalnya, Toyota memiliki standar khusus yang tidak dimiliki oleh Honda).

Dengan mengacu pada standar kompetensi tersebut, disusunlah program-program pelatihan. “Jadi, program di Kemnaker mengacu pada standar kompetensi,” Bambang menegaskan. Sementara itu, untuk lembaga sertifikasi seperti Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), standar ini akan menjadi skema sertifikasi materi uji kompetensi. Untuk lembaga pendidikan pelatihan, standar ini digunakan sebagai program, modul, kurikulum, dsb. Dengan demikian, acuannya tetap satu.

Hasil dari vokasi tersebut, untuk tenaga kerja yang menjalani upskilling, pasti tetap bekerja. Adapun untuk skilling dan reskilling, menurut Bambang, tingkat keberterimaan di pasar kerja saat ini berkisar 60-70%. “Secara perlahan akan kami tingkatkan, harapannya ke depan akan meningkat 80%. Tahun depan, sesuai dengan target RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah), masih di angka 70%,,” ungkapnya. Karena itu, Kemnaker mengajak seluruh komponen industri untuk membantu program tersebut, seperti Gerakan Nasional Indonesia Kompeten untuk program pemagangan ke industri-industri.

Bambang berharap, nantinya BLK menjadi pilihan utama bagi orang yang ingin mendapatkan keterampilan. “Kami ingin melakukan tiga hal di BLK ini, yakni reorientasi, revitalisasi, dan rebranding,” katanya. Untuk reorientasi, Kemnaker selalu mengevaluasi berbagai kejuruan yang ada, apakah harus dikurangi atau ditinggalkan karena muncul kejuruan baru. Seperti BLK Semarang, orientasinya diubah menjadi fashion technology. Produknya sudah ditampilkan dalam fashion show skala internasional, seperti La Mode Sur La Seina a Paris, dan ternyata di sana sambutannya luar biasa. Bahkan, mereka sudah mendapat pesanan. Walaupun belum banyak, tetapi minimal kalangan internasional, apalagi Paris sebagai pusat mode dunia, mau membeli produk anak BLK.

Bambang mengakui, tidak semua BLK bagus. “Ada yang jelek, sedang, dan bagus,” ungkapnya. Untuk itu, ke depan Kemnaker akan memperbagus BLK. Karena itu, ada revitalisasi BLK, termasuk sarana prasarana, instruktur, manajemen, dan programnya. Dengan program reorientasi dan revitalisasi itu, dibuatlah branding baru BLK, misalnya BLK Fashion and Technology serta BLK TI dan Elektronika. “Jadi, sudah kekinian. brand tersebut akan dibentuk oleh produk BLK sendiri,” ujarnya. (*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved