Management zkumparan

Wing Antariksa: “HR Harus Mengawal Transformasi Digital”

Wing Antariksa, Board Member ASEAN Human Development Organisation

Mengutip survei yang dilakukan oleh KPMG bertema Future of HR 2020 (yang diikuti lebih dari 1.300 eksekutif HR dari seluruh dunia), 3 dari 5 peserta survei percaya bahwa fungsi HR akan dengan cepat menjadi tidak relevan. Yakni, jika mereka tidak memodernisasi pendekatannya pada pemahaman dan perencanaan untuk kebutuhan tenaga kerja di masa depan.

Sebagai dampak dari Revolusi Industri 4.0, di mana terjadi konvergensi antara Artificial Intelligence (AI), Robotic Process Automation, Machine Learning, dan Cognitive Platform, organisasi didorong untuk me-reka ulang sumber daya mereka. Tidak hanya sumber daya manusia (SDM), tetapi juga mesin. Karena itu, penting bagi praktisi SDM untuk mempersiapkan dirinya, karyawan, dan organisasi untuk menghadapi perubahan dunia yang akan semakin cepat.

Mengenai tren-tren terbaru di bidang HR, dua tahun belakangan ini dunia HR dikejutkan dengan kehadiran IBM Watson, teknologi rekrutmen berbasis AI yang bisa mempersingkat proses rekrutmen. Kemampuan kognitif dari teknologi ini makin lama makin maju. Ibarat dua mata uang, bisa menjadi keuntungan sekaligus ancaman bagi profesi yang terkait dengan rekrutmen.

Terkait dengan pengelolaan talenta (talent), di masa lalu istilah yang dikenal adalah 3B: Buy, Build, Borrow. Istilah ini telah berubah menjadi 4B: Buy, Build, Borrow, Bot. Kata terakhir, Bot, berarti akan ada aktivitas khusus dalam sebuah proses bisnis organisasi yang dapat dieksekusi oleh robot.

Menghadapi tantangan bisnis, akan banyak organisasi/perusahaan di Indonesia yang melakukan transformasi digital agar dapat memenangi persaingan usaha. Menyimak studi Accenture, setidaknya ada sembilan kompetensi yang perlu dipenuhi, yaitu Industry-specific Knowledge, Interact with Robots, Technical Know-how, Problem Solving, Data Analytics, Social Intelligence, Leadership, Creative Innovation, dan Learning Agility.

Organisasi HR harus berperan mengawal transformasi digital ini. Survei HBR 2019 menemukan 70% inisiatif transformasi digital gagal terutama karena ketidaksiapan SDM dan budaya. Banyak CEO yang jatuh dalam perangkap teknologi saat melakukan transformasi digital.

Sesungguhnya, transformasi digital adalah transformasi SDM. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana mempersiapkan SDM dan budaya di organisasi masing-masing, yakni membangun pola pikir digital (digital mindset), bukan sekadar implementasi teknologi digital terkini. Digital mindset juga bukan hanya kemampuan untuk menggunakan teknologi, tetapi merupakan sikap dan perilaku yang berorientasi pada pemanfaatan teknologi digital dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari di dalam organisasi.

Talent war, atau perebutan talenta, masih akan marak, khususnya pada industri teknologi digital, termasuk perusahaan startup. Mengutip data Bank Dunia, tahun 2015-2030 Indonesia membutuhkan sekitar 9 juta digital talent. Jadi, dalam setahun dibutuhkan setidaknya 600.000 digital talent. Sementara di Indonesia, lulusan digital talent tidak sampai 600.000 setiap tahunnya.

Hasil riset LinkedIn juga menyebutkan bahwa tingkat turnover tenaga kerja pada industri teknologi secara global tergolong tinggi, yaitu 13,2%. Industri teknologi yang dimaksud dalam riset ini mencakup perusahaan game, internet, perangkat lunak komputer, layanan TI, hingga pembelajaran online. Kondisi ini dalam konteks Indonesia menjadi paradoks. Sebab, di saat angka pengangguran masih tinggi, di sisi lain ternyata banyak individu yang memiliki talenta khusus seperti penguasaan teknologi digitial justru dicari-cari oleh banyak organisasi.

Talenta yang diperebutkan adalah yang berkaitan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi digital. Data Badan Ekonomi Kreatif menyebutkan, pada tahun 2030, seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi digital, tenaga kerja yang diperlukan mencapai 17 juta orang. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di kawasan Asia Tenggara. Artinya, ada peluang bagi talenta Indonesia untuk juga mengembangkan karier di tingkat regional.

Pemerintah saat ini sudah tepat dengan fokus pada pengembangan SDM. Di antaranya, dengan menyusun roadmap kebijakan dan program pengembangan vokasi bagi industri digital. Kolaborasi seluruh stakeholder –yakni pemerintah, asosiasi, perusahaan, sekolah kejuruan, dan perguruan tinggi– dapat merupakan awal untuk menjadikan Indonesia sebagai pemenang dalam persaingan di era Revolusi Industri 4.0. Bagi praktisi HR di Tanah Air, hal ini juga merupakan kesempatan untuk segera mempersiapkan talentanya.

Memasukkan kemampuan mengasah kompetensi masa depan harus dijadikan bagian dalam penilaian kinerja di organisasi. Organisasi HR seharusnya tidak hanya membantu menyusun Key Performance Indicators (KPIs) yang bersifat sementara dan jangka pendek, tetapi juga Key Development Indicators (KDIs) yang bersifat jangka panjang. (*)

Anastasia AS & Joko S.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved