Management Editor's Choice Strategy

Wuihh, Aliran Dana BPJS Rp 4 Triliun per Bulan

Wuihh, Aliran Dana BPJS Rp 4 Triliun per Bulan

Kehadiran sistem jaminan sosial nasional (SJSN) dengan pengelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terbukti mampu menggerakan industri kesehatan di Tanah Air. Setiap bulan setidaknya BPJS Kesehatan mengalirkan dana Rp 4 triliun ke rantai servis BPJS Kesehatan, mulai dari rumah sakit (RS), klinik, apotik, laboratorium, hingga industri farmasi.

Asumsi itu mengacu pada total dana yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk membayar semua klaim kesehatan, baik rawat inap maupun obat, mencapai Rp 42 triliun, hingga akhir 2014.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, hadirnya BPJS Kesehatan telah meningkatkan potensi pasar baru bagi industri kesehatan, terutama RS, klinik, farmasi, dan apotik yang bermitra dengan BPJS Kesehatan.

“Jika mengacu pada uang yang kami keluarkan hingga akhir 2014 sebesar Rp 42 triliun maka ada dana Rp 4 triliun yang tiap bulan mengalir ke rantai servis BPJS. Di RS kan ada apotik, laboratorium, dan sebagainya, kini permintaannya meningkat karena masyarakat memiliki akses ke RS,” katanya.

fahmi idris

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fahmi Idris

Dalam hitungan sederhana, lanjut dia, dana Rp 42 triliun itu beredar untuk membiayai ekonomi negara. Jadi kembali ke rakyat lagi lewat pertumbuhan industri swasta, seperti farmasi, apotik, laboratorium, dan seterusnya. Contohnya, bisnis obat berkembang karena setiap sakit pasti beli obat. Jadi demand penjualan obat dari farmasi ke apotik juga naik, lalu dari apotik ke pasien. Pemerintah memang mengeluarkan dana Rp 1,6 triliun setiap bulannya untuk membantu rakyat tidak mampu agar bisa mengakses layanan kesehatan dalam SJSN ini. Namun, hal ini tidak boleh memunculkan anggapan bahwa program SJSN melalui BPJS Kesehatan sebagai program yang mahal.

“Pemerintah memang harus menanggung iuran, tapi uang itu akan kembali untuk menggerakan perekonomian negara melalui instrumen kesehatan seperti klinik, apotik, dan laboratorium. Artinya, pemerintah bayar tapi dana itu keluar lagi untuk menghidupkan perekonomian. Jadi, jangan dipandang sebagai program yang costly,” kata dia.

Hingga akhir 2014, kata dia, jumlah RS yang bergabung ke BPJS Kesehatan mencapai 1.800 unit. Ketertarikan RS untuk bergabung ke jaringan BPJS Kesehatan sangat tinggi. Untuk melihat keseriusan RS bersangkutan, BPJS Kesehatan melakukan analisa kebutuhan. Ini dilakukan karena di beberapa daerah di Indonesia yang memiliki jumlah RS lebih banyak ketimbang jumlah pasien, sebaliknya ada beberapa daerah yang jumlah pasien tinggi namun jumlah RS tidak memadai. “Minat RS swasta untuk bergabung dengan BPJS juga tinggi. Dari total 2.500 swasta di Indonesia, sekitar 1.500 di antaranya ikut BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Fahmi mengakui, ada sejumlah RS swasta yang ragu dan enggan bergabung dengan BPJS Kesehatan karena masalah tarif. Dari perhitungan BPJS Kesehatan, surplus yang diraih beberapa RS swasta yang bergabung tidak terlalu buruk. BPJS Kesehatan terus meyakinkan RS swasta agar mereka mau bergabung dengan menyampaikan adanya peluang yang mungkin secara ekonomi di awal agak kurang menguntungkan tapi dengan sistem pembayaran yang pasti tentu hal itu bisa diatasi. “Kuncinya sebenarnya cuma satu, harus ada efisiensi internal yang kuat di RS, manajemennya harus sangat efisien, harus bisa mengelola dengan baik uang yang masuk,” kata dia. (Reportase: Arie Liliyah)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved