Marketing Editor's Choice Strategy

Bank Mandiri: Pricing is Number Two, Brand is Number One

Bank Mandiri: Pricing is Number Two, Brand is Number One

Bank Mandiri dengan aset terbesar di Indonesia dikenal karena kualitas pelayanannya yang sangat prima, sehingga mampu menyabet gelar the best service excellence selama 7 tahun berturut-turut. Bagaimana cara Bank Mandiri mengelola brand value-nya? Nixon LP Napitupulu, Group Head Corporate Secretary Bank Mandiri,mengungkapkannya kepada Destiwati Sitanggang dari SWA Online berikut ini:

Apakah manajemen menargetkan Mandiri untuk memiliki brand value tinggi?

Kalau sebagai GPA resmi kami untuk masuk Top Ten memang belum, tapi terus mengamati posisi kita. Karena kita belajar, jika ingin mengekesekusi sesuatu kita belajar apa yang dapat memacu agar sampai ke sana. Seperti Brands Evaluations kita belajar, masih memiliki korelasi dengan kapitalisasi pasar, jika menginginkan menjadi brand nomor satu di keuangan, yang tidak boleh kalah penting itu indikator keuangan yang tepat.

Percuma jika mengejar brand finance tapi produknya tidak laku, sales jelek, kualitas MPA nya buruk. Oleh karena itu kita masuk ke indikator utamanya. Jadi kita belum jadikan GPA tapi sudah kita jadikan indikator seperti brand evaluation, brand equity. Jadi semua kita ukur setiap triwulan.

MandiriNixon

Pendapat Anda tentang brand value?

Kalau menurtu saya brand finance itu saat ini didorong oleh yang paling menentukan yaitu market cap. Dan memang kalau di Mandiri, seperti produk tabungan Mandiri dengan Mandiri, saya memang belum mengukur secara resmi, paling feeling saya 50 : 50 antara brand Mandiri dan tabungan Mandirinya. Yang mana lebih memiliki dampak, kalau menurut saya 50 : 50. Kebetulan nama Bank Mandirinya besar. Khususnya bank, faktor brand itu penting. Bahkan banyak yang nama brand-nya lebih besar daripada nama produknya. Beda dengan sektor lain, customer kadang tidak tahu produk ini punya siapa. Mereka hanya mengetahui produk. Kalau khusus Mandiri, antar produk dan brand korelasinya 50 : 50.

Di Bank Mandiri, corporate brand- nya sangat mendorong pertumbuhan bisnisnya. Brand Mandiri itu mengapa besar karena kita bank terbesar dalam sektor ini. Kita juga labanya besar, market cap 225 triliun. So, finacial perspective-nya kita itu mempengaruhi brand valuasinya Bank Mandiri. Jadi brand valuasinya itu juga banyak didorong oleh kinerja bisnisnya kita juga.

Apa yang dilakukan untuk mengelola corporate dan brand-nya sendiri?

Di kita pengelolaannya memang dipisah, walaupun nanti akan ada forum. Produk dikelola product unit, khususnya corporate dikelola di corporate secretary. Memang pengelolaannya sengaja dipisah, dari masalah dana juga dipisah. Tapi kemudian kita adakan forum secara teratur untuk menaikkan brand bersama-sama. Jadi istilah di kita ada POR Com. Di situ kita rapatkan, membuat peraturan. Contoh, untuk branding, kita memiliki standar. Jadi kalau meletakkan logo Mandiri itu harus di sudut kanan atas. Penggunaan warna, jenis huruf, itu harus mengikuti standar. Kita menegur keras unit-unit yang tidak mengikuti standar tersebut. Semuanya kita atur agar branding ini mendaratnya sama di customer, kemudian orang tahu, mau itu di level produk, korporat, ini Bank Mandiri. Kemudian “Apapun Keinginan Anda, Mandiri Saja” kita paksakan tagline-nya itu. Di semua corporate communcation, harus itu pesan yang disampaikan. Jadi kita memberikan ruang gerak untuk berkreasi, pilihan gambar, tapi dorong dengan standar tertentu.

Peletakan di majalah, koran, televisi kita yang atur dan kita juga mengatur Mandiri dapat muncul di acara seperti apa. Jadi ada standar agar menjaga brand equity tetap terjaga. Lalu setiap minggu kita juga survei dengan bantuan beberapa konsultan, kita survei posisi brand equity kita, jangan sampai merosot. Kalau merosot, kita merosot kita cari tahu penyebabnya apa, di daerah mana, lalu kita dorong lagi, Kalau perlu menggunakan media lokal di sana. Intinya, kita membuat aturan bermain, standar yang mesti dijaga, kekompakan yang mesti dijaga, pesan komunikasi yang harus dijaga.

Bahkan untuk corporate card, seperti Pertamina. Pertamina mesti ada merahnya, Mandiri biru kuning, maka harus didesain sedemikian rupa supaya orang tetap tahu ini kartu kreditnya Bank Mandiri walaupun ini corporate card-nya Pertamina.

Jadi, patokannya apa?

Logo, jenis huruf, warna. Kemudian seperti yang di terjadi di cabang, kita berikan aturan, tingginya berapa, lebar berapa, tidak boleh tertutup pohon, pencahayaan hal-hal seperti itu kita atur, dan kita juga survei. Seperti saat ini kita akan survei lokasi-lokasi yang bisa menurunkan brand kita kalau kita meletakannya salah. When we talk about branding, it’s very detail jobs. Mengapa harus kanan atas? Karena orang refleks untuk lebih melihat ke atas dari pada ke bawah. Kedua, orang memang lebih banyak menggunakan kanan. Jadi daya tarik kanan atas lebih tinggi dibanding kiri atas. Risetnya seperti itu. Kalau di Kompas kita wajibkan halaman 3 atau 5, karena itu kanan.

Pengaruh brand awareness, kinerja dan brand value?

Kita mempunyai brand bagus dan dikelola oleh uang yang banyak, tapi kalau kinerjanya buruk itu tidak akan berguna. Jadi yang paling dirasakan orang pada akhirnya adalah brand experience. Yang kita lakukan pasti produknya harus bagus. Dari produk kita lihat lagi, harga, dan servis. Bank itu produknya layanan. Oleh karena itu, di bank servis itu sangat penting. Itulah penyebab mengapa gedung bank itu sangat tinggi, karena produknya jasa. Maka dibutuhkan wujud fisik yang kuat, aman. Itu yang kita jaga, brand experience, yaitu layanan. Oleh karena itu kita fokus di servis, itulah penyebab kita juara The Service Excellent tujuh tahun berturut-turut. Bukan membangunkan kebanggaan, tapi lebih untuk mendorong menciptakan customer experience terhadap Bank Mandiri dan produknya.

Ketika kita masuk cabang Mandiri, kita akan rasakan dari awal masuk sampai bertemu customer service-nya akan ada layanan Mandiri. Hingga terlintas di pikiran kita, seperti inilah layanan Mandiri. Oleh karena itu, kita paksa customer service, teller, kepala cabang untuk senyum, sapa, ramah, harmful. Jadi menurut saya, kinerja itu penting, product perfomance penting, kinerja Bank Mandiri penting, dan yang paling penting adalah layanan yang dirasakan oleh customer. Pricing is number two, brand is number one. Karena brand yang akan menarik orang untuk akhirnya menentukan pilihan.

Kita juga menciptakan weekend banking di hari Sabtu, kita yang pertama kali membuat weekend banking besar-besaran. Karena nasabah-nasabah sudah merasakan pentingnya bertransaksi sama seperti di hari kerja dan itu kita lakukan. Kita juga bergerak di e-channel dengan sangat masif, karena kita sudah lihat kalau transaksinya di sini (menunjukkan handphone). Kemarin kita meminta GM kita untuk memiliki media sosial dan membuat blog. Saat mereka liburan di Bali, mereka harus menulis cerita di blog tersebut, dan yang memiliki viewers terbanyak, dia menang.

Dari situ, kita ingin semua orang memahami, nasabah kita selanjutnya seperti apa dan selanjutnya mereka akan masuk ke produk-produk yang seperti ini. Sekarang kita juga menyadari kalau 90% transaksi ada di e-channel, mobile, sms banking, internet banking, ATM, dll, semua sudah berubah. Sekarang kita akan membuat layanan brand kita akan kita ciptakan di electronic. Kita mau kekuatan kita di online, social media di payment system. Dan kita akan kuatkan branding kita di sana. Ini cara kita meningkatkan brand kita ke depannya. Seperti yang kita lakukan baru-baru ini, kita membuat “Kecil-kecil Punya Bisnis” Youtube video, yang menonton 1,4 juta. Dari situ kita tahu, orang ingin nonton youtube yang lucu, fresh, surprise, menyentuh, drama dan itu kita lakukan juga, membuat branding di social media. Itu yang akan kita lakukan.

Itu keunikan pasar Indonesia?

Betul, karena jika anak muda mengetahui Bank Mandiri dari internet. Oleh karena itu experiments payment-nya akan kita buat di sana. Karena kita yakin anak-anak muda dalam 5 tahun ke depan akan menjadi nasabah pusat Bank Mandiri.

MandiriNixon (utama)

Hal apa saja yang dihindari?

Yang pasti kita tidak ingin proses branding kita ini diasosiasikan sesuatu yang melanggar hukum agar tidak merusak nama brand. Kemudian, kita tidak branding di politik karena kita apolitik, termasuk golongan atau ideologi tertentu. Termasuk warna kita, kita tidak ingin warna kita diasosiakan dengan golongan dan ideologi tertentu, karena di Indonesia banyak bermain dengan warna. Lalu, kita tidak ingin brand kita tercemar karena dipakai untuk kepentingan orang dan kelompok tertentu oleh sesuatu yang negatif.

Hal yang menjadi aturan dasar?

Yang pasti kita tahu customer base kita siapa, yaitu AB 21- 45, dan rata-rata di urban. Kita tahu bahwa segmen ini tidak ingin diasosiasikan terlalu ke bawah, itu kita jaga.

Intinya dari semua, harus ada brand guideline yang tegas, dan ada unit brand guardian-nya. Karena untuk bank sebesar ini kecenderung untuk tidak disiplin tinggi. Karena teman-teman di kredit dan ritel, mereka adalah anak-anak yang kreatif, warnanya sudah mulai aneh-aneh. Ini bukan tentang kreativitas, tidak masalah orang bosan, asal awareness-nya terjaga, walaupun terus terang ini membosankan. Kadang mereka berkata bahwa saya mengekang kreativitas mereka, saya tidak peduli, karena harus begitu. Kalau perlu marah tapi jangan samapi mereka sebal. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved