Marketing zkumparan

Bisnis Mobil Supermewah Rudy Salim

Bisnis Mobil Supermewah Rudy Salim
Rudy Salim, Presdir Prestige Image Motorcars

Usia Rudy Salim baru 31 tahun, tetapi sudah berani menggeluti bisnis yang tergolong wah dan berat. Pria kelahiran 24 April 1987 ini berbisnis mobil supermewah (supercar) seperti Ferrari, Lamborghini, Porsche, Aston Martin, Bentley, Rolls-Royce, Tesla, dan Bugatti. “Yang tidak ada di showroom lain, di showroom kami ada. Seperti Bugatti dan Tesla, kami merupakan penjual satu-satunya di Indonesia,” ujar Rudy tanpa kesan jemawa.

Model supercar yang dijual Rudy hampir semuanya dibanderol di atas Rp 7 miliar. Khusus Lamborghini, yang termurah dijual Rp 10,5 miliar. Dan, karena pajak penghasilan (PPh) impor sekarang naik dari 7,5% menjadi 10% dan dolar AS tembus Rp 15 ribu, harga jual supercar Rudy pun turut terkerek. Harganya naik 8-9%. “Jadi, tantangan bisnis saat ini adalah fluktuasi dolar AS yang berpengaruh pada neraca perdagangan kami,” ujarnya blak-blakan.

Rudy mulai terjun berbisnis pada 2009 saat masih berusia 19 tahun. Kala itu ia berbisnis pembiayaan berbasis online, khususnya bisnis game online. Memang, waktu itu bisnis online belum begitu booming seperti sekarang. Memasuki 2013, ia baru menghasilkan profit dari usahanya itu. Kemudian, profitnya itu ia salurkan untuk modal bisnis mobil mewah. “Awalnya saya impor tiga mobil, yakni Mercedes-Benz SL350, Mercedes-Benz CLS 350, dan Porsche Cayenne,” ungkapnya mengenang.

Sebelum mengimpor mobil mewah, Rudy sudah mempelajari cara mengimpor mobil: peraturannya, Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PpnBM), dll. Ia mengaku terjun berbisnis mobil karena passion-nya memang di dunia otomotif. “Awalnya dari hobi dan melihat adanya peluang. Saya melihat ada segmen pasar yang belum digarap oleh beberapa dealer. Akhirnya, saya masuk ke segmen tersebut,” katanya.

Seiring berjalannya waktu, ia mulai membuka gerai di mal pada 2014. Melalui bendara Prestige Image Motorcars, ia membuat gerai di Lotte Shopping Avenue, Kuningan, Jakarta. Namun, itu hanya bertahan satu tahun karena sewanya di mal papan atas tersebut. “Jadi setelah itu, kami kembali lagi ke Pluit, Jakarta, karena kami sudah ada di Pluit sejak 2013,” ucapnya. Ia menginformasikan, ruang pajang di Pluit biasanya ada 27 stok unit mobil yang setiap bulan keluar-masuk. Nah, saat Rudy diwawancara majalah SWA di ruang pajang Pluit, ada 12 mobil. Sekitar 15 unit lagi ada di Neo Soho yang sedang berpameran (selama sebulan) dan ada juga yang di ruang pajang rekanan lain. Ia menjelaskan, di bisnis mobil, antarpemain saling bermitra sehingga sering bertukar stok mobil yang akan dijual.

Mengenai bentuk kerjasama dengan prinsipal, menurut Rudy, semua harus beli putus. Jadi, semua mobil yang ada di ruang pajang miliknya harus sudah dilunasi karena kalau tidak dibayar lunas, mobil tidak akan dirilis oleh pabrik. Sistem pembelian ke prinsipal pun sifatnya inden. Seperti telah disinggung di atas, seiring naiknya PPh impor dan dolar AS, harga jual mobil juga meningkat sehingga margin keuntungan Rudy pun menipis.

Misalnya, Rudy membeli dari prinsipal satu mobil Rp 10 miliar dan ia ambil margin 5%. Sementara kenaikan dolar AS sebesar 7%. “Ini membuat kami saat menjual satu mobil menjadi rugi 2%, setiap jualan malah semakin rugi. Sedangkan jika impor mobil, prosesnya enam bulan, saat dolar AS berada di angka Rp 14 ribu dan kemudian naik menjadi Rp 15 ribu, dalam enam bulan saat proses pengiriman naiknya 7%. Jadi kalau kami ambil untung 5%, sementara dalam enam bulan nilai dolar AS berubah. Itu yang menjadi tantangan untuk kami,” kata lulusan SMA ini.

Bicara strategi pemasarannya, Rudy lebih banyak mengandalkan komunitas atau klub otomotif. Seperti saat ini, pihaknya bermitra dengan Lamborghini Club Indonesia dan klub-klub mobil independen lainnya dengan mensponsori acara-acara yang mereka buat. “Nah, dari acara itu bisa terjadi penjualan. Jadi, 70% penjualan dari komunitas, 30% lainnya dari walk in atau mencari lewat iklan, dsb. Strategi pemasarannya menyasar komunitas resmi maupun independen, kemudian ada juga komunitas yang kami buat dari awal,” ungkapnya. Komunitas lain yang digandengnya antara lain Ferrari Owners’ Club Indonesia, Porsche Club Indonesia, dan Bentley Drivers Club Indonesia. Di luar itu, ada klub-klub independen seperti Gas Car.

Sebulan bisa menjual berapa mobil? “Tidak tentu. Ketika peraturan pemerintah mengeluarkan peraturan tentang PpnBM, penjualan bisa hampir nol. Masa kejayaan kami terjadi pada 2014; kami bisa menjual 19 unit sebulan. Tapi sekarang, setahun tidak sampai segitu,” ucapnya blak-blakan. Diakuinya, pada 2014 kondisi perekonomian masih bagus, dolar AS masih di bawah Rp 10 ribu. Kemudian pada pertengahan 2014, kurs dolar AS naik menjadi Rp 10 ribu dan dunia otomotif mulai heboh dengan kenaikan ini. Kemudian, ditambah lagi dengan kenaikan PpnBM yang membuat harganya semakin melonjak.

Dengan demikian, harga mobil yang sama di tahun yang sama, misalnya pada Januari katakanlah harganya Rp 6 miliar, tiba-tiba pada Desember harganya bisa mencapai Rp 9 miliar. “Itulah yang membuat penjualan mobil menjadi drop. Akhirnya, kami melalukan diversifikasi bisnis, bukan hanya menjual mobil baru, tetapi juga mobil second agar kami bisa survive. Jadi, saat ini penjualan mobil second yang banyak bergerak,” kata Rudy. Ia menambahkan, saat ini penjualan supercar baru dalam setahun tidak sampai 19 unit. Sebanyak 70-80% pembelian berasal dari pelanggan dari Jakarta, sisanya dari luar Jakarta. Baru-baru ini ada pembeli dari Semarang, Solo, Medan, dll.

Tentang rencana ke depan, Rudy mengatakan, “Kami masih menunggu kebijakan pemerintah. Sementara ini kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kami tetap menjalankan komunitas, kemudian sekiranya ada produk yang diminati, kami tetap impor. Tapi, kami belum ada planning untuk melakukan penyetokan mobil lebih banyak dan ini yang dialami juga oleh semua agen pemegang merek (APM),” ungkapnya membandingkan.

Saat ini, selain bisnis supercar, Rudy juga memiliki bisnis di bidang teknologi informasi, microfinance, ritel, dsb. Kabarnya, omset bisnisnya pernah menyentuh angka Rp 1,3 miliar per bulan. (*)

Dede Suryadi dan Anastasia Anggoro Suksmonowati

Riset: Amiadi Murdiansah


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved