Marketing

Budidaya Rumput Laut, Potensi Bisnis Pariwisata Bali

Oleh Admin
Budidaya Rumput Laut, Potensi Bisnis Pariwisata Bali

Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) melihat bahwa budidaya rumput laut di Bali terganjal oleh masalah tata ruang. Tempat budidaya komoditas ini pernah berpindah tempat karena tergeser oleh perkembangan pariwisata, yakni dari Pantai Terora ke Pantai Geger, Nusa Dua. Melihat kondisi itu, asosiasi pun mengharapkan agar pemerintah setempat bisa mengatur penataan kawasan antara kegiatan pariwisata dan budidaya rumput laut.

Safari Azis, Ketua Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) mengatakan, rumput laut pertama kali dibudidayakan di Bali sekitar 30 tahun lalu di Pantai Terora, Nusa Dua. Namun seiring dengan perkembangan pariwisata, wilayah tersebut tidak lagi kondusif bagi aktivitas budidaya rumput laut sehingga dipindahkan ke Pantai Geger.

“Beberapa tahun terakhir ini, perkembangan wisata di Pantai Geger pun semakin gencar mulai dari pembangunan hotel-hotel dan fasilitas wisata lainnya. Hal ini mengancam kelestarian usaha rumput laut di daerah tersebut. Dari 100 kepala keluarga (KK) yang mengembangkan budidaya rumput laut, kini hanya tersisa 30 kepala keluarga saja,” ungkap Safari, dalam siaran persnya.

Dikatakan dia, para petani rumput laut dilarang oleh pihak-pihak tertentu untuk melakukan aktivitasnya, seperti menjemur rumput laut di pinggir pantai dan membongkar tempat penyimpanan rumput laut kering dengan kompensasi Rp 2 juta per KK. Bahkan, para petani dijanjikan akan dipekerjakan sebagai karyawan hotel. “Namun, kenyataannya tidak semua dapat bekerja di sektor itu karena kendala usia, pendidikan, dan keahlian,” kata Safari.

Sekarang, 30 KK pembudidaya rumput laut harus mencari lahan penjemuran yang jauh. Akibatnya, produksi rumput laut sangat menurun. Asosiasi pun menyayangkan adanya hambatan tersebut karena sebelumnya rumput laut sangat membantu ekonomi masyarakat pesisir.

Kondisi budidaya rumput laut di Bali ini pun ironis mengingat Indonesia untuk pertama kalinya ditunjuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan 21st International Seaweed Symposium 2013. Acara itu akan dilakukan di Bali, yang akan dihadiri peserta dari sekitar 60 negara. Mereka akan membicarakan perkembangan rumbut laut baik terkait penelitian terbaru maupun kondisi industri dan bisnis rumput laut dunia.

“Kami harapkan ada tata ruang yang ditetapkan oleh pemerintah agar ada pembedaan antara wilayah pariwisata dan wilayah budidaya rumput laut. Perlu dipertimbangkan kembali karena aktivitas budidaya rumput laut sebenarnya bisa menjadi bagian dari pariwisata di Bali, bahkan bisa menangkal abrasi dan membersihkan air di pantai” tutur Safari.

ARLI meminta pemerintah baik pusat maupun daerah untuk memberikan jaminan kepada para petani rumput laut untuk tetap melakukan budidaya rumput laut. Safari pun menyebutkan, “Kami harapkan tak ada lagi penggusuran, alih-alih ada jaminan pasar yang bisa menyerap rumput laut mereka.”

Sementara itu, upaya asosiasi yaitu ARLI akan melakukan penandatangan nota kesepahaman dengan Kelompok Tani Rumput Laut Bali untuk bekerjasama melakukan pertukaran data dan informasi mengenai kualitas dan harga rumput laut baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Asosiasi pun berusaha membantu petani pembudidaya mengembangkan rumput laut yang berorientasi ekspor.

Safari pun mengklaim, saat ini, ARLI tengah gencar mendorong adanya jaminan pasar bagi pembudidaya rumput laut. “Kita terus lakukan konsultasi dengan mereka terkait hal ini, namun kita juga mengharapkan adanya dukungan pemerintah dengan penataan perizinan, tata ruang, dan peraturan daerah agar permasalahan yang terjadi di Bali ini tidak terjadi lagi,” tandasnya. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved