Marketing

Dimasa Pandemi, Beberapa Bisnis Ini Omsetnya Malah Berlipat

CREATOR: gd-jpeg v1.0 (using IJG JPEG v62), default quality

Pandemi Covid-19 tak menghambat rencana ekspansi PT Bogarasa Agung Pakarna menambah cabang warung Seafood Kiloan Bang Bopak. Setelah membuka cabang ke-11 di Bandung, Jawa Barat pada 8 Oktober lalu, perusahaan menargetkan mampu membuka dua toko lainnya hingga akhir tahun.

Direktur Bogarasa Agung Pakarna, Agung Satria Perdana, menyatakan pembukaan cabang baru ini merupakan strategi meningkatkan omzet. Selama pandemi, omzet perusahaan turun hingga 15 persen. Upaya menambah jam kerja warung tiap harinya hanya menambah Rp 100-200 ribu omzet.

“Kalau tambah cabang, omzetnya bisa dua kali lipat,” kata dia, seperti dikutip dari Koran Tempo edisi Senin 26 Oktober 2020. Setiap harinya perusahaan menghabiskan sedikitnya 4-5 ton makanan laut mulai dari kepiting, lobster, udang, bayi gurita, cumi-cumi, dan kerang.

Meski begitu, dia membatasi pembukaan cabang baru untuk menghindari kejenuhan konsumen. Selain di Bandung, warung seafood ini juga berdiri di Denpasar, Bali. Suplai untuk warungnya didatangkan dari dari Jawa Barat, Jawa Timur, serta Bali.

Agung juga membawa misi lain melalui ekspansi yaitu menyerap tenaga kerja. Setiap cabang membutuhkan sekitar 11 orang karyawan. Dia mencatat mendapat sekitar 150 lamaran, jumlahnya meningkat dua kali lipat dibandingkan saat pembukaan cabang sebelum pandemi.

Khusus untuk juru masak di dapurnya, pria berusia 32 tahun ini mengaku membuka kesempatan bagi siapapun yang bisa memasak. Pasalnya perusahaan telah menyiapkan modul memasak. Bumbu masakan pun telah diproduksi secara massal untuk digunakan di semua cabang.

Irwan Setiadi, 42 tahun, juga tengah sibuk mencari lokasi untuk membuka gerai baru Tahu Go di Bandung. Berawal dari satu toko di Dago, kini gerai franchise tahu goreng yang viral itu sudah berdiri di Antapani dan akan dibuka di Buah Batu. Di tiap gerainya, Irwan mencari satu pegawai namun menerima hingga 350 lamaran.

Rencana ekspansinya tetap berjalan meski terjadi penurunan penjualan selama pandemi. Saat terjadi aksi demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja, kebijakan penutupan sebagian ruas jalan mempengaruhi omzetnya. Namun dia masih bersemangat mampu meningkatkan penjualan.

Sementara itu pengembangan lini bisnis di tengah pandemi dilakukan Kopi Kenangan dengan meluncurkan minuman coklat yang bahan bakunya dipasok Pipiltin Cocoa. CEO dan Co-founder Kopi Kenangan Edward Tirtanata menyatakan kolaborasi ini didorong kesamaan visi kedua perusahaan yang ingin membawa komoditas lokal Indonesia terus berkembang.

“Saya harap melalui program ini kita dapat turut membantu geliat petani dan UMKM lokal khususnya dalam industri terkait, yaitu kopi dan cokelat,” katanya.

Kopi Kenangan sendiri menggunakan green bean lokal sekitar 32 ton kopi per bulan. Konstribusinya secara tidak langsung sebesar Rp 2 miliar per bulan kepada kesejahteraan petani dan pelaku usaha lain dalam rantai pasok kopi di Indonesia. Kopi yang digunakan bersumber dari berbagai daerah di Indonesia seperti kopi arabika dari Aceh dan kopi robusta dari Flores.

Co-founder Pipiltin Cocoa Tissa Aunila berharap kerja sama ini dapat menciptakan ekosistem untuk mendukung perkembangan produk dan petani lokal. Menurutnya Indonesia sangat kaya akan varietas tanaman seperti cokelat dan kopi, bahkan merupakan produsen besar dari kedua produk tersebut. “Namun seringkali kalah pamor di negeri sendiri,” ujarnya.

Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah Kota Bandung, Atet Dedi Handiman, mengatakan pemerintah turut membantu meningkatkan penjualan usaha kecil. Salah satunya dengan membeli makanan ringan konsumsi rapat instansi dari para pelaku usaha kecil. Saat ini terdapat 41 pelaku usaha mikro yang memenuhi syarat dan ketentuan untuk pengadaan makanan ringan pemerintah.

Selain itu, pemerintah membuat Recovery Center, tempat pameran produk UMKM yang berlokasi di Jalan Mustang, Bandung. Di lokasi yang baru diresmikan 27 Oktober lalu itu, pemerintah juga menerjunkan enam petugas untuk memberikan pelatihan dan konsultasi bagi pelaku usaha yang memerlukan. “Misalnya pelatihan e-commerce yang sudah berjalan,” katanya.

Berdasarkan catatan Atet, saat ini terdapat sekitar 6.000 usaha kecil di Kota Bandung. Sekitar 80 persen di antaranya terdampak pandemi. “Penjual barang kriya yang paling parah,” katanya. Sementara itu sekitar 40 persen pelaku usaha kecil adalah pedagang kuliner. Menurut Atet, mereka bertahan hidup dengan beralih produk seperti menjual ekstrak obat-obatan herbal untuk imunitas tubuh, juga berdagang alat perlindungan diri.

Sumber: Tempo.co


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved