Marketing

Kiat Joshua Wijaya Melejitkan Maximall Footwear

Joshua Wijaya, pemilik bisnis sandal slide/slip on dengan merek Maximall.
Joshua Wijaya, pemilik bisnis sandal slide/slip on dengan merek Maximall.

Masih sangat muda, 23 tahun, tetapi pria dari Bandung ini sudah meyakini bahwa menjalankan bisnis harus konsisten dan fokus. Setiap proses bisnis harus direncanakan dengan baik dan dengan tujuan yang jelas. Sebagai pemilik, ia berpendirian, harus fokus dengan kerangka bisnis yang sudah didesain sejak awal, sehingga dalam perjalanannya tidak mudah goyah oleh gerak-gerik pesaing.

“Saya harus fokus membangun brand yang punya value dan image di masyarakat dengan cara menutup telinga dari gangguan orang-orang di sekitar, tapi membuka mata lebar-lebar melihat apa yang terjadi di sekeliling,” ungkapnya. Ini dilakukan agar produk yang dihasilkan benar-benar berbeda dari yang lain.

Dia adalah Joshua Wijaya, pemilik bisnis sandal slide/slip on dengan merek Maximall. Meski baru dua tahun berjalan (buka pada Maret 2019), Joshua sudah kaya pengalaman karena beberapa peristiwa yang dilaluinya. Pernah terseok lantaran bisnis awal yang dia geluti, yakni produksi dan distribusi sepatu sneakers, tak disambut baik oleh pasar. Kemudian, produknya digandrungi konsumen, hingga sekarang terkena pandemi Covid-19 yang membuat permintaan turun drastis. “Saya tidak boleh menyerah. Justru ini kesempatan memperkuat diri,” ujar alumni Universitas Parahyangan ini mengingatkan diri sendiri.

Ada alasan di balik keteguhan Joshua. Ia percaya, selama ini belum banyak merek alas kaki yang konsisten dengan produk sandal slide sebagai main product-nya. Kebanyakan dari mereka menjadikan sandal slide hanya sebagai pelengkap produk. “Nah, kami mencoba tampil beda karena dengan berani menggarap pasar sandal slide,” ujarnya percaya diri.

Joshua mengaku, sejak kuliah semester ke-3, ia sudah belajar berbisnis dengan membuka pabrik maklun yang khusus mengerjakan sandal dan sepatu pria merek ternama, seperti Crocodile dan Lacoste. Setelah dua tahun berjalan, ia tertarik membangun merek sendiri.

Ternyata, dari percobaan pertama, respons pasar sangat kurang. Hal itu, menurut Joshua, karena pasar saat itu sedang menggandrungi sneakers lokal yang pemainnya sudah banyak. “Padahal, saya sudah stok 4.000-5.000 pasang sepatu yang akhirnya jadi dead stock. Saya sempat down, tapi yang namanya bisnis itu harus pakai hati sehingga kami bisa bangkit kembali,” Joshua mengenang, pilu.

Dari kejadian itu, ia kemudian mencari segmen pasar baru yang memang beda, yakni sandal. Karena, saat itu pasar sandal di Indonesia masih didominasi brand luar, dan ia secara pribadi pun ingin ada produk lokal yang bisa bersaing di pasar dalam negeri dan pasar internasional. Makanya, ia selalu menjunjung tinggi kebanggaan lokal. “Kami ingin sandal juga menjadi kebanggaan Indonesia, tidak hanya sepatu, tas, atau baju,” demikian tekadnya.

Joshua mencoba membuat 4-5 desain sandal. Ternyata, responsnya baik. Kendati tidak langsung booming karena pada saat itu fokus pasar sedang ke sneakers, ia pantang mundur. Ia tetap bertekad memajukan produk sandal yang saat itu belum banyak orang yang tertarik. “Ya, memang membutuhkan waktu,” ujarnya. Ia menyiasatinya dengan membuat model patch, seperti yang versi corona pandemic. “Kami buat beda-beda patch sehingga bisa diganti-ganti,” lanjut Joshua yang membidik target pasar pria usia18-40 tahun.

Ketekunan itu membuahkan hasil. Agustus 2020, nama Maximall mulai naik. Dengan rentang harga Rp 200 ribu-479 ribu, Joshua mengaku kini mendapat omset tertinggi, mencapai Rp 700 juta dalam sebulan. Jumlah tersebut bisa dicapai kala musim libur panjang, seperti perayaan Lebaran dan Natal. Ia mengandalkan pemasaran secara digital, yakni via akun Instagram @maximallfootwear, melalui berbagai platform e-commerce, serta situs web resmi maximallfootwear.com.

Produksinya per bulan mencapai 6.000 ribu-7.000 ribu pasang, belum termasuk ekspor dan kolaborasi. “Kami sudah ekspor ke Singapura, dengan bekerjasama dengan salah satu brand yang punya toko di sana,” ungkap pria energik ini.

Untuk pasar dalam negeri, Maximall relatif aman karena sudah dipasarkan di seluruh Indonesia. Kendati belum mempunyai toko fisik, kini Maximall merajai penjualan online di Shopee dan Tokopedia. “Bahkan, kami pun sudah pakai Shopee Ekspor, “ ujar Joshua yang berencana membuka toko fisik tahun 2021 ini.

Di tengah sambutan pasar yang luar biasa, saat ini Maximall sedang fokus ke proses kolaborasi. Kolaborasi pertama, dengan pesawat R 80, sebagai bentuk upaya membantu proyek B.J. Habibie. Kolaborasi kedua, dengan Si Juki, dengan produk yang mie goreng dan telur ceplok. Lalu, kolaborasi dengan Orang Tua, dan yang terbaru dengan Skinny Indonesian24. “Kolaborasi itu menurut saya adalah sesuatu yang sakral. Karena kami membawa nama brand lain, kami tidak bisa ngasal. Kami harus bisa menjaga kualitas,” kata Joshua sungguh-sungguh.

Adapun tujuannya, selain memperluas nama Maximall di pasar, dengan kolaborasi ini pihaknya juga ingin menunjukkan ke pasar bahwa Maximall bisa membuat produk yang beda dari yang lain. Misalnya, dengan Si Juki dibuat removable patch, lalu dengan Orang Tua melahirkan produk magnetic patch. “Itu belum ada di pasar, bahkan di brand luar. Di Indonesia baru kami di Maximall yang melakukannya, “ kata Joshua bangga. Yang terutama adalah dapat melahirkan desain yang unik, yaitu removable upper, bisa diganti-ganti warnanya.

Dikatakan Joshua, untuk menghasilkan produk kolaborasi memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar karena kita harus mencocokkan benang merahnya. Dengan Si Juki, misalnya, karena terhalang pandemi, baru keluar pada Agustus 2020, padahal idenya sudah ada dari akhir 2019. Begitu pun dengan Orang Tua, prosesnya agak rumit karena mereka perusahaan besar dan telah lama berdiri.

Kolaborasi Si Juki-Maximall juga dilakukan sejalan dengan program pemerintah untuk mendukung produk lokal. Saat ini pemerintah sedang menggalakkan konsumsi produk dalam negeri sebagai upaya menghadapi resesi. Kolaborasi antara produk lokal dan karakter IP lokal ini diharapkan bisa mendorong industri dalam negeri untuk saling memperkuat sinergi agar bisa bertahan di tengah pandemi.

Selain itu, value #LOCALPRIDE yang sedang digalakkan Maximall untuk meningkatkan awareness terhadap produk footwear lokal juga menjadi alasan terwujudnya kolaborasi ini. Saat ini produk sneakers lokal sudah mulai digemari, bahkan menjadi produk yang fenomenal seperti brand internasional. Namun, perhatian untuk produk sandal slide saat ini belum sebesar sneakers lokal. Untuk itulah, Maximall menjalin kolaborasi dengan Juki, salah satu karakter lokal yang fenomenal.

Motif mie goreng instan lengkap dengan telur ceplok di sandal tersebut dibuat untuk menghadirkan produk yang dekat dengan karakter Si Juki sebagai anak kosan. Selain itu, motif mie instan ini dipilih sebagai bentuk satir, karena di masyarakat kita mie instan identik dengan masa sulit, dan saat ini kita sedang bersama-sama menghadapi masa-masa sulit akibat pandemi.

Diakui Joshua, pandemi Covid-19 memang tidak disangka-sangka datangnya, sehingga perencanaan tim pemasaran harus berubah. Konsep kolaborasi sebenarnya juga telah lama dipikirkan, tetapi terpaksa diundur karena pandemi. “Banyak perencanaan yang kami ubah, menyesuaikan dengan keadaan, di samping melakukan pengembangan baru tanpa menghilangkan core values-nya,” Joshua menjelaskan.

Ke depan, Maximall akan mengembangkan apparel atau tas sebagai produk sampingan. Joshua optimistis, dengan didukung 50 karyawan, pihaknya bersama merek lokal lainnya bisa mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. “Campaign kami local pride yang harapannya bisa dibawa ke luar negeri dan bisa mengalahkan produk luar negeri, baik dari sisi desain àmaupun inovasi,” kata Joshua. (*)

Dyah Hasto Palupi/ Vina Anggita

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved