Marketing zkumparan

Narman , Mengangkat Kerajinan Baduy Lewat Pemasaran Online

Narman , Mengangkat Kerajinan Baduy Lewat Pemasaran Online
Narman, pemilik usaha kerajinan khas Suku Baduy bernama Baduy Craft

Masyarakat suku Baduy sehari-hari mengisolasi diri dari dunia luar. Suku ini merupakan kelompok etnis masyarakat adat Banten di Desa Kenakes, Leuwidar, Kabupaten Lebak, Banten. Populasi mereka sekitar 26.000 orang. Mereka belum terpengaruh budaya modern dan masih mematuhi adat-istiadatnya. Itulah cara mereka menghormati leluhur demi memelihara keseimbangan dan keharmonisan alam semesta.

Keterbatasan fasilitas dan teknologi modern di sana tidak menyurutkan tekad Narman, pemuda asli Baduy kelahiran Lebak, 1 April 1990, untuk mengangkat budaya dan hasil karya warga Baduy menjadi sesuatu yang bernilai jual dan membantu meningkatkan penghidupan masyarakat komunitasnya.

Upaya yang dilakukam Narman ialah memasarkan kerajinan khas daerahnya yang ia beri nama Baduy Craft secara online lewat media sosial (Instagram, Facebook) dan melalui berbagai marketplace (Shopee, Bukalapak, Lazada, hingga Blanja.com). Produk Baduy Craft yang dijajakan pun beragam, mulai dari kain tenun, syal tenun, tas koja, tas jarog, tas kepek, gelang handam, gelang teureup, hingga cangkir bambu. Harga yang ditawarkan untuk kain tenun Rp 50 ribu-1 juta, sedangkan untuk aksesori Rp 10 ribu-150 ribu.

Narman mengaku belajar menggunakan teknologi digital secara otodidak. Bahkan, ia pun harus berjalan kaki setiap hari ke luar wilayah Baduy untuk mendapatkan sinyal internet demi memasarkan produk khas leluhurnya. “Saya juga sempat dilarang oleh para tetinggi adat. Mereka bilang bahwa ini bukan kewajiban saya sebagai masyarakat adat. Namun, saya berusaha meyakinkan bahwa adat harus tetap dipertahankan, tetapi bagaimana masyarakat bisa mempunyai kegiatan ekonomi,” katanya menceritakan.

Menurutnya, ketua adat tertinggi Baduy ada di daerah Baduy Dalam dan di setiap desa ada perwakilan ketua adat, tetapi secara organisasi perintahnya dari Baduy Dalam. “Saya tinggal di Baduy Luar. Sebenarnya, Baduy Dalam dan Luar itu secara adat sama, tetapi memang dari ketentuan adatnya di Baduy Luar lebih sedikit longgar. Misalnya, Baduy Dalam tidak boleh naik kendaraan, sedangkan Baduy Luar boleh naik kendaraan,” Narman menjelaskan.

Sejatinya, bisnis Baduy Craft berawal dari sekitar rumah Narman. Istri, ibu, dan tetangganya adalah pengrajin. “Awalnya, saya jualan ke pengunjung yang datang ke Baduy. Namun, di akhir 2016 saya terpikir membuat akun media sosial. Itu pun atas atas saran salah satu pengunjung,” katanya. Akhirnya, ia membuat medsos dengan nama Baduy Craft. “Ternyata, responsnya bagus dan saya mulai serius menekuni bisnis ini secara online,” ucapnya.

Saat ini, anggota tim inti Baduy Craft hanya tiga orang. Narman sebagai admin medsos, dibantu adik ipar untuk mengemas barang. Sementar istrinya berkeliling ke para pengrajin di Baduy. Selain sebagai admin medsos, Narman juga selalu berkunjung ke pengrajin untuk melakukan edukasi karena Baduy Craft masuk kategori produk etnik dan seni sehingga pihaknya berupaya menumbuhkan sikap mencintai seni dengan kualitas yang bagus.

Narman juga terus mengedukasi para pengrajin sehingga kualitas produknya juga semakin bagus. Ia ingat sekali di awal-awal, ukuran produk itu susah untuk seragam, terkadang ada yang 90 cm dan ada yang 85 cm. Namun, sekarang sudah bisa mendekati 100 cm lebarnya. Hal ini karena masyarakat adat tidak terbiasa dengan aktivitas yang teratur. Selain itu, ia juga sering memberikan saran mengenai kombinasi warna walaupun mereka juga berkreasi dengan menghadirkan varian-varian baru. Saat ini, ia bekerjasama dengan 25 pengrajin. “Saya bekerjasama dengan pengrajin. Jadi, saya tampung hasil karya mereka. Sistemnya ada yang beli putus dan titip jual,” ujarnya.

Ada dua segmen yang dibidik Baduy Craft, yaitu kalangan menengah-atas yang mengerti seni, seperti para pencinta batik atau tenun. Kedua, anak-anak muda yang setiap mengunjungi suatu tempat, selalu mengaplikasikan kecintaannya dengan membeli aksesori seperti gelang, dan tas.

Untuk memasarkan produknya, selain menggunakan penjualan melalui media digital, Narman pun rajin mengikuti bazar. Dalam sebulan, ia bisa mengikuti hingga dua kali bazar/pameran. Misinya: ingin mengenalkan Baduy karena punya budaya unik, yang memiliki ketentuan adat. Masyarakat Baduy memiliki sejumlah kewajiban yang berbeda dengan masyarakat lain.

Lalu, berapa omset bisnisnya? “Untuk sebulan pertama penghasilannya baru Rp 4 juta-5 juta dan itu dari online semua. Saat ini rata-rata omset penjualannya Rp 10 juta-15 juta. Kami juga sering menerima order untuk souvenir yang jumlahnya lumayan banyak, bisa hingga 800 pieces. Sekarang saja sedang memproses pesanan 500 pieces,” kata Narman.

Bicara modal, ia mengaku modalnya nol karena produk pertama yang ia promosikan itu pinjam dari pengrajin untuk dijual yang responsnya bagus. Nah, dari hasil penjualan yang terus meningkat itu, kemudian pada pertengahan 2017, ia memutuskan mengikuti berbagai bazar. Pasalnya, ia berpikir ada kalangan tertentu yang lebih suka melihat langsung dan memegang barangnya.

Selain itu, untuk bisa menjual online, seperti di Instagram, ia memakai tagar Baduy karena ia membidik orang-orang yang memang mengerti Baduy. “Siapa tahu mereka pernah datang ke Baduy tetapi lupa beli aksesori. Jadi, aku promosikan ke mereka melalui online,” katanya.

Lalu, apa tantangannya? Menurut Narman, saat ini masyarakat di daerahnya masih susah mengakses internet. Bahkan, di rumah Narman tidak ada sinyal internet sama sekali. “Sebetulnya, tantangan terbesarnya adalah kebanyakan orang berbelanja online itu di malam hari, tetapi saya justru sudah pulang ke rumah dan tidak ada sinyal saat malam hari,” katanya kecewa.

Tantangan yang lain: sulitnya menghasilkan produk massal. “Di kami, semua produk limited edition,” kata Narman menyindir. Karena itu, untuk sementara ia menolak jika pelanggan meminta produk yang seragam. Namun, ke depan, ia ingin membuat sentral pengrajin Baduy guna memastikan kemampuan produksi yang massal dengan standar kualitas dan standar harga yang sama. (=)

Dede Suryadi dan Sri Niken Handayani; Riset: Armiadi Murdiansah

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved