Marketing Strategy

Pagar Hati, Engagement Branding Cross ke Segmen Remaja

Pagar Hati, Engagement Branding Cross ke Segmen Remaja

Setelah sukses menggaet kontes musik bergengsi sekelas X-Factor Indonesia, Cross lagi-lagi asah taring melalui satu program khusus bertema Pagar Hati. Program ini menjadi gerakan engagement branding dari Cross agar pengguna dapat memaksimalkan fungsi smartphone secara bijak dan bertanggung jawab. Ditemui dalam acara peluncuran Pagar Hati, (08/5), Janto Djojo, Direktur Pemasaran Cross, menuturkan lebih jauh kepada Swa Online mengenai program yang disinyalir dapat membentengi pengaruh buruk penggunaan smartphone ,khususnya bagi segmen remaja dan anak-anak :

Janto Djojo, saat meluncurkan Program Pagar Hati (08/5/2013)

Bisa diceritakan lebih detail apa itu Pagar Hati?

Pertanyaannya why? Beberapa bulan lalu saya pernah mengadakan press conference seperti ini? Masih ingat tidak yang saya katakan di situ apa? Pada saat itu, HP (smartphone) yang saya jual sekitar Rp 500 ribu-an. Akhirnya saya dengan lantang menyebutkan, Cross itu ikut mencerdaskan bangsa. Begitu saya pulang ke rumah, saya jadi kepikiran, mungkinkah ini akan mencerdaskan kehidupan bangsa atau justru malah menjerumuskan bangsa? Kalau kontennya ‘nggak-nggak’, ya menjerumuskan bangsa. Tapi kalau kontennya bagus, pastinya ikut mencerdaskan bangsa. Nah, dengan alasan seperti itulah, akhirnya saya approach kepada perusahaan untuk mengadakan sebuah project yang sifatnya mengingatkan penggunaan smartphone supaya lebih wise dan bertanggung jawab. Seperti yang kita tahu, internet sekarang lebih banyak diakses bukan melalui PC ataupun notebook, tetapi diakses melalui smartphone. Itu luar biasa pesatnya.

Nah, akhirnya kami lakukan bundling dengan Indosat. Dengan harga Rp 500-600 ribu, pengguna sudah bisa terhubung dengan internet. Itu sudah merupakan harga yang luar biasa terjangkau. Nah, dari situ pula lah salah satu sumbangsih makin pesatnya akses anak muda dengan internet. Yang jadi masalah adalah jika penggunaan smartphone ditujukan untuk hal-hal yang negatif. Contoh, hari ini saja saya baru dapat Twitter, Iwan Fals dikabarkan meninggal dunia di RS Pertamina. Langsung Iwan Falsnya menjawab, “Lho ini maksudnya apa, ngedoain gue mati?” Jadi luar biasa penggunaannya. Banyak orang yang jadi seenaknya mengeluarkan statement-statement yang tidak bertanggung jawab, entah tujuannya apa. Itu adalah salah satu yang membuat bangsa kita menjadi terpuruk. Karena kita tidak punya pagar.

Memang seberapa gawat pengaruh smartphone jika mengacu ke hal-hal negatif. Seperti apa data pendukungnya?

Berdasarkan kajian IDC, data perkembangan akses smartphone dan internet yang terbesar, justru berada di umur 10-14 tahun dan 15-19 tahun. Kira-kira kalau 10-14 tahun, di kelas mana? Itu di kelas SD-SMP. Dari SD saja, mereka sudah tahu, apalagi saat beranjak puber? mereka pasti mau tahu segala sesuatunya, entah karena ingin tahu bagaimana lawan jenis mereka, dan kebanyakan hal-hal seperti itu didapat bukan dari orang tua atau pendidiknya, melainkan dari smartphone. Itu kan gila.

Kita memberikan suatu alat yang begitu powerfull dan kita tidak sadar bahwa itu bisa mendatangkan sesuatu yang buruk di masa yang akan datang. Data lain menyatakan, sebanyak 46% akses internet adalah memenuhi kebutuhan me time. Me time itu adalah relaxasing for entertainment. Jadi untuk nyantai dan berelaksasi sendiri. Yang kalau keterusan, akhirnya berkembang jadi iseng lihat sana-lihat sini. Arahnya dari situ.

Bagaimana menghalangi mereka supaya tidak terjerumus?

Satu, biasanya dengan regulasi. Artinya, peraturan yang sifatnya ‘jangan begini’ atau ‘jangan begitu’. Dan kalau ada pelanggaran, pasti ada hukuman. Contohnya kasus-kasus yang sudah kita ketahui bersama beberapa tahun silam, yaitu video mesum salah satu artis, itu kan juga melalui smartphone? Bukan hanya pelakunya, tapi yang semua tahu juga dari smartphone. Jadi kasus-kasus itu biasanya hanya bisa dicegah dengan hukum.

Kedua, dari sisi teknologi. Karena semua pada akhirnya akan tembus 17 tahun, ada yang beranggapan pembatasan akses dewasa dianggap percuma. Tapi yang saya lihat, beberapa provider memang sudah mengunci web-web yang kurang baik. Itu juga sudah cukup menolong sih. Tetapi yang paling baik lagi adalah dari setiap murid/anak-anak yang berhubungan dengan smartphone, sejak dini sudah harus diberi tahu bahwa dia harus bertanggung jawab. Saya katakan begini sambil ngobrol dengan owner-owner, apapun yang anda unggah secara online, itu tidak akan bisa terhapus, pasti tercatat di server mana. Walaupun Anda delete, jejak anda pasti ada sampai seumur hidup.

Apa sebenarnya yang Cross inginkan dengan adanya Pagar Hati?

Jadi penggunaan smartphone ke arah positif, itulah yang kami inginkan. Saya melihat bahwa, dari data-data yang ada mengenai penggunaan HP, yang paling berkembang adalah akses ke situs entertainment, games dan musik. Yang kedua baru hal-hal yang ‘tidak baik’. Nah improvemtnnya bagaimana? HP kita yang begitu powerfull, seharusnya memberikan perbaikan-perbaikan di kehidupan praktis kita, dari sisi tugas-tugas kita, cara belajar kita, dll. Saya ingin menggalakkan hal itu menjadi sesuatu hal yang positif baik untuk guru maupun murid. Berapa guru yang memiliki grup dengan murid-muridnya. Itu yang saya push. Kami akan jalan ke sekolah-sekolah nantinya untuk memberikan seminar-seminar bagaimana menggunakan smartphone secara aktif dan positif. Kalau kita kebanyakan ‘jangan ini jangan itu’, susah. Justru saya lebih menginginkan bahwa mengisinya harus secara positif, sehingga ‘jangan ini jangan itunya’ itu otomatis tidak ada. Saya belajar dari anak saya di sekolah. Anak itu sekolahnya tidak pernah tawuran. Saya lihat-lihat, kenapa ya tidak pernah tawuran. Karena kita isi sebanyak-banyaknya kegiatan mereka dengan hal-hal positif sehingga hal-hal yang negatif perlahan-lahan tidak diperlukan.

Apakah Pagar Hati ada kaitannya dengan target penjualan?

Sebenarnya Pagar Hati ini bukan suatu strategi yang kami andalkan untuk penjualan. Memang di dalamnya ada unsur branding. Tetapi kalau ditanya berapa target penjualan ketika sudah menggunakan Pagar Hati, jawabannya tidak ada. Kami bukan menggunakan ini sebagai target penjualan, tapi kami menggunakannya sebagai bentuk brand engagement. Bahwa masyarakat Indonesia akan melihat Cross sebagai brand yang positif.

Kami membuat pagar mental di dalam hati, mengenali dan menghindari penggunaan smartphone kepada aktivitas negatif. Jadi yang namanya pagar, tidak membelenggu atau membatasi tinggi-tinggi seperti benteng. Tapi nomor satu adalah memberi batasan sesuai dengan apa yang tidak boleh dilampaui. Anda melampaui pasti bisa. Tetapi Anda tahu, ada konsekuensi, tentang apa yang harus anda pertanggungjawabkan dari apa yang anda lakukan. Itu yang ingin kami dorong kepada anak-anak muda kita.

Smartphone juga bukan hanya soal internet, tapi juga penggunaan kameranya. Boleh tidak memotret orang yang disukai secara sembunyi-sembunyi? Itu ada etikanya. Jadi artinya, Cross tidak hanya jualan, tapi Cross mendorong masyarakat Indonesia untuk menggunakan smartphone secara smart dan dewasa serta bertanggung jawab sejak dini. Kami tidak hanya mendorong tapi juga memberikan aplikasi apa yang bisa digunakan secara positif. Jadi kami punya tim khusus untuk melihat aplikasi-aplikasi mana saja yang berguna. Seperti TED Talk, itu jarang di masyarakat. Padahal justru powerfull untuk membantu belajar kita jauh lebih baik. Apalagi kalau lihat astronomi, kita bisa lihat gambarnya, dll. Kemarin anak saya tanya soal bola mata, saya download aplikasi 3 D smartphone yang bisa kasih lihat gambar detail. Jadi kelihatan, oh ini korneanya, oh ini apanya, dll. Wah itu jauh lebih enak belajarnya. Tapi kenapa itu jarang dimanfaatkan? Nanti kami akan pergi ke sekolah-sekolah dan perkenalkan aplikasi-aplikasi yang mendukung pendidikan serta juga kehidupan kita. Sehingga yang namanya Cross akhirnya akan benar-benar mencerdaskan bangsa, karena yang dibawa adalah aplikasi-aplikasi yang positif. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved