Business Research Marketing

Produksi Ranjang RS Meningkat Seiring Bertambahnya Jumlah Rumah Sakit

Produksi Ranjang RS Meningkat Seiring Bertambahnya Jumlah Rumah Sakit

Investasi di sektor rumah sakit da (RS) dan klinik di Indonesia terus meningkat. Hal ini seiring dengan tekad dari sektor pemerintahan melalui kebijakan jaminan kesehatan untuk masyarakat dan sektor swasta untuk terus memenuhi tuntutan kebutuhan layanan kesehatan dari kelas menengah di Indonesia yang juga terus bertumbuh. Dua alasan ini mendorong pemain industri perlengkapan kesehatan untuk menggenjot kapasitas produksi peralatan medis buatan Indonesia.

Menurut Pete Read dari Global Growth Markets (GGM) yang berbasis di Singapura, jumlah RS swasta di Indonesia tumbuh 50% per tahun dalam beberapa tahun belakangan ini. Angkanya telah menyentuh lebih dari 700 RS di seantero negeri, termasuk RS pemerintah mendekati 1.300 RS. Di tengah maraknya industri layanan penyedia kesehatan ini, para perusahaan pemasok dan manufaktur peralatan medis menunjukkan rangkaian produk terbaru mereka di Hospital Expo yang berlangsung akhir Oktober 2016 di Jakarta Convention Center.

ranjang-rs

D&V Medika berpartisipasi dalam Hospital Expo 2016 di JCC

Exhibitor lokal, seperti D&V Medika yang merupakan perusahaan pemasok peralatan medis dan satu dari tiga perusahaan manufaktur ranjang rumah sakit terbesar di Indonesia, melaporkan peningkatan permintaan atas ranjang rumah sakit elektrik dan manual. Permintaan ini begitu besar sehingga terkadang para pemasok tak dapat memenuhinya. Jumlah ranjang rumah sakit di Indonesia saat ini adalah 280.000 ranjang. Jumlah ini termasuk yang paling kecil di dunia jika dihitung berdasarkan rasio jumlah ranjang rumah sakit per populasi.

Menurut unit statistiik keluaran WHO, memang tidak ada aturan global mengenai tingkat kepadatan ranjang RS terkait dengan total populasi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa permintaan akan ranjang RS diperkirakan akan meningkat sampai puluhan ribu hingga tahun 2020.

“Untuk tempat tidur RS, kami selalu menjaga tingkat distribusi yang merata kepada basis pelanggan yang terus meningkat. Namun, dengan terus bertambahnya permintaan, kami terkadang cukup kewalahan,” ujar. Managing partner D&V Medika, Vincent Lianto, yang telah mengepalai perusahaan ini sejak tahun 1997 di kantor dan pabrik D&V Medika di Tangerang dan Bali.

“Kami juga selalu memperhatikan ketersediaan alokasi stok untuk rumah sakit milik pemerintah yang jumlahnya bias mencapai 60% dari total rumah sakit di seluruh negeri. Di saat yang sama, kami berusaha memenuhi kebutuhan para pemain baru di pasar ini. Kelompok rumah sakit berbasis di India, Apollo Hospitals, juga sedang mempertimbangkan untuk mendirikan pusat. telemedicine dan rumah sakit,” Vincent menjelaskan.

Selain itu, IHH Healthcare dari Malaysia belum lama ini mengumumkan rencana untuk masuk ke Indonesia sebagai bagian dari strategi ekspansi perusahaan.

Menurut GGM, lonjakan yang dialami industri layanan kesehatan nasional saat ini adalah yang terbesar di Indonesia, selain di Tiongkok dan India. Grup RS swasta lokal urutan pertama di Indonesia adalah Siloam Hospitals, yang saat ini mengoperasikan 20 rumah sakit di Indonesia. Siloam Hospitals berencana mengoperasikan 40 rumah sakit hingga akhir tahun 2017. Kalbe Farma, salah satu perusahaan farmasi terbesar di Indonesia, berencana membuka 20-25 klinik swasta setiap tahunnya di Jakarta dalam lima tahun ke depan.

Sementara itu, Columbia Asia akan membuka tiga rumah sakit di Semarang. Beberapa rumah sakit lain di Indonesia meningkatkan investasi sejak tahun 2015, termasuk Mitra Keluarga Karya Sehat Tbk. Dan grup-grup sepert, Omni, Mayapada dan Sinar Mas, selain Prodia yang mengoperasikan laboratorium diagnosa.

Menurut EY Indonesia, jumlah RS di Indonesia masih sangat kurang dengan wilayah pedesaan sebagai wilayah yang paling terdampak oleh kondisi ini. Kota-kota lapis kedua, seperti Palembang atau Batam, yang rasio ranjang per populasinya masih rendah, adalah contoh daerah potensial untuk investasi.

Satu contoh bisa dilihat dari Grage Group, yang berencana membangun rumah sakit di Cirebon dengan cara bermitra dengan Pondok Indah Hospital. Laporan EY terkini menunjukkan ada kesenjangan besar antara suplai dan permintaan dan biaya akuisisi lahan yang lebih rendah dibandingkan dengan di kota-kota lapis pertama, seperti Jakarta.

PT Timah, perusahaan produsen dan eksportir timah milik pemerintah, juga telah memasuki industri layanan kesehatan sejak tahun 2015. Timah mendirikan anak perusahaan Rumah Sakit Bakti Timah yang hingga kini mengoperasikan 6 RS di Provinsi Bangka Belitung.“Kami lihat permintaan tinggi terhadap ranjang rumah sakit masih akan berlangsung cukup lama. Ditambah lagi dengan diberlakukannya JKN yang mencakup semua orang, bukan hanya mereka yang tinggal di kota-kota besar,” ujar Vincent. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor diberlakukannya JKN dan kesenjangan suplai dan permintaan yang besar, mendirikan RS di wilayah pinggiran atau pedesaan tentu bisa menjadi pilihan investasi yang menarik. (***)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved