Marketing

PT Phapros, Terus Me-Rejuvenasi Antimo

Bagi PT Phapros Tbk., produsen Antimo, selalu update dan tetap berusaha beradaptasi dengan kondisi pasar merupakan sebuah keharusan untuk memperbaiki dan merejuvenasi produk. Dengan cara begitu, Antimo yang diproduksi sejak 1971 tetap menjadi pemimpin pasar di industrinya. Chairani Harahap, Direktur Pemasaran PT Phapros Tbk., menjelaskan bahwa pengembangan Antimo telah dilakukan secara kontinyu selama dua dekade dan lima tahun terakhir dengan memperpanjang life cycle produk. Pengembangan dilakukan dengan meluncurkan produk-produk brand extension, seperti Antimo Anak, MKP Antimo, Balsem Antimo, dan Antimo Herbal.

“Produk Antimo Anak saat ini memberikan kontribusi penjualan lebih dari 12,5% dari total penjualan Antimo tiap tahunnya,” kata Chairani. Produk Antimo Anak juga memberikan dampak positif untuk awareness produk di kelompok pelanggan usia muda yang dapat menjadi aset penjualan jangka panjang. Melalui brand Antimo Anak, perusahaan ini telah mempertahankan brand Antimo tetap melekat di ingatan masyarakat Indonesia sebagai obat antimabuk atau obat untuk memberikan kenyamanan dalam perjalanan.

Menurut Chairani, kalau dilihat, lima tahun ke belakang angka traveling meningkat tajam. Pertumbuhannya dua digit. Artinya, itu sejalan dengan penggunaan produk untuk memberikan kenyamanan perjalanan, terutama perjalanan yang lebih dari lima jam. Berdasarkan survei yang dilakukan perusahaan ini, orang mengonsumsi Antimo karena akan memberikan efek nyaman dan segar ketika dia sampai tujuan. “Kami juga melakukan pembenahan lima tahun belakangan, bagaimana memperpanjang life cycle produk ini dengan terus mencari peluang-peluang lain,” katanya. Dari sisi pemasaran, sudah banyak stratetgi yang dijalankan agar Antimo dekat dengan masyarakat dan mudah didapatkan. Misalnya, memanfaatkan media digital atau marketplace, atau rajin melakukan aktivasi merek ke kampus, sekolah, atau perkantoran. Sebelum pandemi Covid-19, umpamanya, Phapros membuat program Goes to Campus, Goes to Office, juga ke sekolah-sekolah yang bertujuan mendekatkan brand kepada masyarakat. Adakah perubahan target pasar? Chairani menjelaskan, “Kami tidak ada perubahan target pasar, akan tetapi justru kami menambahnya dengan masuk ke pasar anak-anak.” Selain itu, untuk masuk ke pasar milenial, perusahaan melakukan branding ke semua kanal digital atau media sosial. Lalu, menggandeng travel blogger. Dan, sering mengadakan kontes di medsos sebagai upaya mendekatkan diri dengan kaum milenial. “Untuk diketahui, karyawan kami sendiri saat ini 42% dari kalangan milenial,” katanya menginformasikan. Dengan cara tersebut, perusahaan ini bisa mengetahui apa yang diinginkan kaum milenial. Misalnya, melakukan pembaruan pada jingle Antimo untuk menggaet pasar milenial sehingga jingle Antimo ada dua, yaitu yang lama (tetap dipertahankan) dan yang baru. “Berdasarkan survei, saya melihat bahwa kaum milenial lebih suka jalan-jalan dibandingkan berinvestasi, maka otomatis bagaimana supaya jalan-jalan mereka nyaman, mereka mengonsumsi Antimo,” ungkap Chairani. Ia menilai tantangan yang muncul dalam pengembangan Antimo adalah kuatnya brand image sebagai obat mabuk perjalanan dan pesaing tidak langsung ada yang memiliki benefit yang beririsan dengan Antimo. Tantangan lain yang dihadapi dalam melakukan perubahan adalah dari sisi SDM. “Awalnya, bagaimana bisa mengubah dan beradaptasi dengan lingkungan yang ada saat ini. Dengan melakukan digitalisasi yang agak sedikit dipaksa saat ini, sekarang semua orang sudah ke digital. Jadi, ada positifnya Covid-19 ini karena semuanya dipaksa untuk menjadi digital,” katanya. Selain itu, Phapros pun memberikan kesempatan berkarier dengan baik bagi milenial yang ingin berkembang. Sebab, perusahan ini tidak mengenal senioritas, tetapi tetap ada kapabilitas sehingga orang baru pun jika memiliki kapabilitas, kariernya akan cepat naik. “Banyak pejabat di Phapros yang merupakan milenial,” ujar Chairani. Ia menambahkan, mereka lebih tahu untuk beradaptasi pada saat ini dan harus bekerja beriringan yang sesuai dengan visi-misi serta bagaimana mereka mengembangkan Phapros khususnya, agar Antimo tetap eksis. Terkait dengan kejadian pandemi Covid-19 dan situasi adaptasi kebiasaan baru, Chairani mengakui, secara langsung turut memukul penjualan Antimo karena jumlah dan frekuensi perjalanan menurun tajam. Kondisi ini membuat objective kampanye pemasaran saat ini berubah menjadi reminding product melalui kanal digital sehingga awareness pelanggan dapat terjaga. Pada semester kedua ini sudah mulai terjadi peningkatan lagi karena perjalanan sudah dibuka. Selain itu, pihaknya juga selalu memastikan Antimo tersedia di pasar.

Secara keseluruhan Antimo tetap tumbuh dua digit dalam lima tahun belakangan. Dengan kenaikan ini, otomatis pihaknya harus menambah kapasitas produksinya. Maka, perusahaan ini mengakuisisi PT Lucas Djaja Group di 2018 untuk mengembangkan bisnis anorganik.

Dijelaskan Chairani, pengembangan produk Antimo saat ini berada pada fase peremajaan produk. Riset pasar sedang dilakukan untuk menggali keinginan dan ketertarikan calon pelanggan Antimo di usia yang lebih muda. Proses ini diharapkan selesai pada awal 2021. Jika hasil riset merekomendasikan proses rejuvenasi, produk rejuvenasi pun akan diluncurkan pada 2022 saat ulang tahun emas Antimo. (*) Dede Suryadi dan Sri Niken Handayani

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved