Marketing Editor's Choice Strategy

Saatnya Phablet Berjaya

Saatnya Phablet Berjaya

Andry Sutamto

Andry Sutamto, Manajer Pemasaran Produk Divisi Mobile Samsung Indonesia

Deno, karyawan swasta yang berkantor di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, tengah asyik membaca berita-berita terkini dari gadget-nya di area taman depan kantornya usai makan siang. Di zaman merajalelanya ponsel pintar alias smartphone, sangat lumrah seseorang selalu terkoneksi dengan dunia maya di mana pun dan kapan pun.

Namun, ada yang tak biasa dari gadget yang dipakai Deno. Ia menggunakan gadget berukuran tanggung — lebih bongsor dari ukuran normal smartphone yang rata-rata berlayar 3-5 inci, tetapi lebih mungil dari tablet terkecil sekalipun yang berukuran layar 7 inci. “Ini phablet,” ujarnya seraya menyentuh dan menggeser layar dengan telunjuknya. “Saya suka ini karena layarnya lebih besar dari smartphone tetapi ukurannya tetap lebih enteng dan ringkas dari tablet paling kecil sekalipun,” imbuh Deno yang telah setahun terakhir menggunakan phablet Samsung Galaxy Note, second hand. “Yang barunya mahal banget, jadi saya beli yang seken aja di Roxy, lumayan hemat hampir dua jutaan, hehehe,” imbuh karyawan yang mengaku menebus gadget-nya seharga Rp 4 jutaan itu sambil tertawa lebar.

Sebagian dari Anda mungkin masih lebih akrab dengan istilah smartphone atau tablet ketimbang phablet. Nah, phablet adalah istilah yang menggabungkan kata phone dan tablet. Memang, ada pula yang menyebut phablet sebagai hybrid devices, meskipun istilah yang terakhir nampaknya kini kalah populer.

Istilah phablet makin dikenal luas seiring kesuksesan peluncuran gadget Samsung Galaxy Note (SGN) yang berlayar 5,3 inci pada Oktober 2011. Hanya dalam dua bulan sejak diluncurkan, SGN mampu terjual hingga 1 juta unit. Dan pada pertengahan Agustus 2012 penjualannya tembus 10 juta unit. Sebelum Samsung, memang telah ada produk lain yang mencoba peruntungannya di gadget berlayar 5 inci ke atas seperti AT&T EO 440 pada 1993, HTC Advantage (2007) dan Dell Streak (2010). Namun, harus diakui, hanya Samsung yang mencetak sukses besar di kategori phablet.

Jelaslah, pasar baru yang sangat menggiurkan telah terhidang di depan mata para produsen gadget. Data yang dirilis firma riset global IHS pada Januari tahun ini semakin mengukuhkannya. Perusahaan riset yang berbasis di Colorado, AS, itu melaporkan, sebanyak 25,6 juta phablet diboyong konsumen pada 2012. Adapun tahun ini, penjualan phablet akan berlipat di angka 60,4 juta unit dan akan meledak luar biasa pada 2016 dengan jumlah penjualan mencapai hingga 146 juta unit. Salah satu analis di Barclays, bank asal Inggris Raya, bahkan melansir perkiraan yang lebih gila lagi: phablet akan terjual hingga 230 juta unit pada 2015 saja.

Melihat angka-angka itu, tak mengherankan, situs teknologi terkemuka Engadget menahbiskan 2013 sebagai tahunnya phablet. Situs tersebut juga mengidentifikasi faktor kunci yang menyebabkan kesuksesan phablet. Antara lain, penurunan harga layar, peningkatan efisiensi daya, peningkatan daya hidup baterai dan merebaknya konten multimedia.

Samsung sebagai entitas yang sukses memopulerkan phablet pun kian bernafsu merebut kue pasar yang lebih besar. Setelah meluncurkan SGN, Samsung melanjutkannya dengan varian Galaxy Note II. “Ke depan, Samsung akan memperkenalkan seri terbaru, yaitu Galaxy Mega, dengan ukuran layar di atas 6 inci, meskipun kami belum bisa memastikan di bulan apa Galaxy Mega akan hadir di Indonesia,” kata Andry Sutamto, Manajer Pemasaran Produk Divisi Mobile Samsung Indonesia. Galaxy Mega diluncurkan di pasar India pada 28 Mei lalu dengan mengusung dua varian, layar 5,8 dan 6,3 inci, yang masing-masing dibanderol US$ 445 dan US$ 563.

Samsung mengandalkan layar, fitur stylus, serta aplikasi dan konten yang hanya dapat dinikmati pengguna Galaxy Note. “Keunggulan utama Galaxy Note adalah S Pen yang dapat digunakan untuk menulis dan menggambar. Layar yang dilengkapi dengan teknologi Wacom, kombinasi S Pen dan touchscreen pada Galaxy Note, memberikan pengalaman menulis dan menggambar layaknya di atas kertas,” ujarnya.

Andry dengan percaya diri mengungkapkan, awareness konsumen terhadap Galaxy Note cukup tinggi dan loyalitas konsumennya juga sudah terbentuk. Karena itu, “Strategi kami adalah mempertahankan customer base tersebut dengan memberikan added value berupa konten yang hanya bisa digunakan oleh pengguna Galaxy Note.”

Tentu, kejayaan phablet Samsung tak akan berlangsung tanpa ujian. Berbagai produsen handset lain sudah bersiap menggoyang takhtanya. Termasuk, dari produsen ponsel lokal seperti Cross dan Nexian.

Janto Djojo

Janto Djojo, Direktur Pemasaran Cross

Cross, misalnya. Merek ponsel lokal Indonesia ini merilis Cross A26 yang berlayar 5 inci dan A27 (5,88 inci). Banderol harga yang terjangkau — Rp 1,3 juta dan Rp 1,5 juta — tampaknya menjadi salah satu strategi bersaingnya. Janto Djojo, Direktur Pemasaran Cross, yang diwawancarai SWA saat peluncuran program Bundling Cross-Indosat, memaparkan bahwa Cross sangat aktif memperkenalkan produk phablet-nya. Di antaranya, mensponsori kontes musik X-Factor Indonesia.

Selain itu, Cross juga menggeber program Pagar Hati bersama Indosat. Program ini bertujuan agar pengguna Cross dapat memaksimalkan fungsi smartphone-nya secara bijak dan bertanggung jawab. “X-Factor benar-benar tujuannya untuk berjualan. Tetapi, kalau Pagar Hati lebih untuk meng-engage sentimen tertentu. Kayak Bodyshop, apa sih ciri khasnya? Mereka lebih ke green company, jadi positioning Pagar Hati semacam itu, atau sesuatu yang sifatnya lebih ke brand engagement,” ungkap Janto.

Janto menolak memerinci penjualan Cross. “Target Cross Mobilephone masih sama dengan sebelumnya, yaitu lebih dari satu juta unit ponsel terjual setiap bulan untuk semua jenis smartphone dan feature phone,” ujarnya.

Meski demikian, Janto mengakui. feature phone (ponsel fitur) masih mendominasi penjualan Cross. “Feature phone paling laku yang berharga Rp 200-300 ribuan, sementara smartphone yang di atas Rp 500 ribuan.” Adapun area penjualan Cross didominasi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jabodetabek.

Nexian, rekan lokal Cross, mengaku juga antusias menggarap pasar phablet. Salah satu buktinya dengan mengusung Nexian Five A5000, smartphone berlayar 5 inci dengan banderol Rp 1,6 juta. “Permintaan pasar domestik untuk phablet terus berkembang pesat di Indonesia, terutama untuk tablet 7 inci yang growth-nya jauh melambung di atas segmen lainnya, lebih dari 100% dari tahun ke tahun,” ujar Christian S., Chief of Operating Officer Nexian.

Meski pasar phablet 5-6 inci masih dikuasai pemain asing seperti Samsung, Christian tak gentar. “Nexian mempunyai visi menjadi pemimpin pasar utama phablet di Indonesia karena phablet merupakan masa depan industri seluler tahun ini dan tahun-tahun mendatang. Kami targetkan 30%-40% penjualan Nexian tahun ini akan ditopang oleh model-model phablet,” tuturnya. Untuk itu, pertengahan tahun ini, Nexian berencana meluncurkan model lengkap phablet, dari 3,5 inci sampai 8 inci. “Pasar phablet untuk pemula di bawah 5 inci masih cukup besar mengingat harga yang lebih terjangkau,” ujarnya

Untuk menggarapnya, Nexian berkolaborasi dengan para operator seluler dan pengembang aplikasi nasional, selain tentunya melalui jalur distribusi ritel smartphone nasional yang sudah dikembangkan selama setahun terakhir ini. “Yang terpenting adalah proposisi value for money untuk konsumen kita, karena dibanding merek global, device Nexian menawarkan keunggulan teknologi dan desain terkini dengan harga yang jauh lebih terjangkau,” papar Christian.

Karena itu, Nexian berani memprediksi tahun ini juga akan menjadi tahun mereka. “Tahun 2013 ini kami prediksikan pasar phablet di Indonesia akan mendulang masa kejayaan mengingat investasi dari para operator seluler untuk memopulerkan dan memasyarakatkan jaringan 3G sangat intens tahun ini,” ujarnya.

Keyakinan tersebut juga diutarakan rivalnya, Samsung. “Untuk satu tahun ke depan, Samsung masih terus akan mengembangkan produk phablet dan seri Galaxy Note. Jadi, kami akan terus melakukan penetrasi dan mengembangkan pasar phablet di Indonesia,” ungkap Andry.(*)

Sigit A. Nugroho, Rosa Sekar Mangalandum, Gustyanita Pratiwi dan Eddy Dwinanto Iskandar

Riset: Siti Sumariyati


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved