Business Research Marketing Trends zkumparan

Setelah Label Halal, Apalagi Kebutuhan Pasar Muslim?

Pasar muslim menengah atas telah berevolusi selama hampir 10 tahun terakhir. Sejak tahun 2010 hingga 2015 lalu, pasar muslim kelas menengah mulai tumbuh dan menimbulkan euforia kebutuhan produk dan layanan halal, seperti hijab, kosmetik, budaya pop, perbankan, travel, dan sebagainya.

Setelah tahun 2015, kesadaran akan hidup sesuai syariah Islam semakin dalam di kalangan muslim kelas menengah. Mereka mulai menyadari soal riba atau bunga dalam jasa keuangan, edukasi halal, fragmentasi pasar dan konsumer segregasi. Dari perilaku ini diperkirakan setelah tahun 2019 nanti kebutuhan mengenai informasi dan label halal akan lebih jauh sampai meliputi rantai-pasok produk dan jasa.

Pakar pemasaran dan penulis buku Marketing To The Middle Class Moslem, Yuswohadi bersama timnya di Inventure.id mengumumkan hasil riset terbarunya mengenai muslim kelas menengah. Ada 12 temuan menarik yang bisa menjadi insight bagi para pemilik brand untuk menggarap pasar muslim zaman now ini.

Pertama, Halal of Things, menjadi label paling dicari. Apapun produk dan layanannya, semua harus pakai label halal. Menurut Yuswohadi, ini menjadi semacam magic word yang bisa “menghipnotis” konsumen muslim zaman now. Pemilik brand pun berlomba menggunakan label ini.

Kedua, pemilik brand non-makanan/minuman berlomba mengomunikasikan logo halal yang telah dikantonginya. Mereka berhasil mencuri perhatian muslim zaman now. Tetapi, tantangannya, ini bisa menguntungkan atau merugikan.

Ketiga, hijrah, ini menjadi pilihan baru hidup muslim zaman now. Bagi mereka, hijrah bukan lagi sekadar kesadaran menggunakan hijab, tetapi mereka juga rela meninggalkan segala hal yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Contohnya, beberapa selebritis yang mengubah penampilan dan memilih tawaran pekerjaan yang sesuai syariah.

Keempat, meningkatnya kesadaran riba di kalangan muslim. Hal ini berarti pemilik merek khususnya di industri jasa keuangan harus bersiap-siap menjadi syariah-friendly. Contohnya Go-Pay yang sempat dianggap riba, kini mulai ancang-ancang meluncurkan produk Go-Pay syariah.

Kelima, Umat-Nomic. Ini adalah sebuah pergerakan yang muncul sebagai kekuatan baru untuk menjawab anxiety dan desire muslim zaman now. Mereka muncul dengan konsep syariah. Muslim zaman now pun menyukai geliat pergerakan ini karena mengikuti kaidah syariah, modern dan profesional. Gerakan ekonomi umat hadir untuk menandingi kekuatan ekonomi ‘barat’ atau kapitalisme. Bank wakaf mikro dirancang untuk membantu kelompok segmen bawah-menengah dengan akad yang menguntungkan nasabah. Salah satu contohnya adalah ritel minimarket dengan merek 212 Mart, ini adalah fenomena untuk menandingi sistem ekonomi kapitalis dengan sistem baru : amanah, jamaah dan izzah.

Keenam, paradigma baru dalam parenting. Orang tua muslim zaman now lebih menyukai anak-anaknya mendapat pendidikan di sekolah Islam terpadu karena menerapkan pembelajaran 2 in 1: sains dan karakter Islam.

Ketujuh, Lei-sharia : wisata ramah muslim. Muslim zaman now menyukai destinasi wisata yang bersahabat bagi mereka, ini disebut Lei-sharia. Karena itu muncul berbagai aplikasi yang memandu muslim zaman now dalam kegiatan halal trip: destinasi, tempat makan, penginapan, fasilitas ibadah dan panduan doa.

Kedelapan, mipster, role model baru. Fenomena muslim zaman now telah menghadirkan sosok role model baru yang muda, pintar, gaul, soleh/shoehah dan terkenal. Sosok seperti ini secara global disebut sebagai Mipster atau Muslim Hipster yaitu kombinasi dari muslim dan hipster, di mana mereka adalah sosok yang memiliki mindset global, toleran, inklusif dan digital-savvy, juga relijius. Seimbang antara faith dan fun. Tak ketinggalan sosok seperti ini bagitu diidolakan. Sebut saja Muzammil Hasballah, sosok muda lulusan ITB yang suaranya sangat merdu melafalkan ayat-ayat Al Quran, dengan penampilan yang sangat kekinian.

Kesembilan, sportyjab : The new hype. Bagi muslimah zaman now, menjalankan syariat Islam seperti memakai hijab tak serta merta membatasi aktivitas berolahraga. Mereka tetap ikut lari, pergi ke pusat kebugaran dan berenang dengan hijab yang sporty. Melihat tren tesebut, mereka sepatu dan pakaian olah raga, Nike, sampai mengembangkan produk khusus pakaian olah raga bagi muslimah berhijab yang dilabeli Nike Pro Hijab. Tak hanya Nike, produk lokal seperti Specs juga mengeluarkan lini produk yang sama. Brand lokal lainnya seperti Sporte, juga mengembangkan produk pakaian renang khusus muslimah.

Kesepuluh, muslizen : The new digitall lifestyle. Perkembangan teknologi dan dunia digital telah mengubah perilaku gaya hidup semua orang termasuk muslim zaman now. Aktivitas kehidupan sehari-hari pun juga mulai beralih di digital. Mulai dari mencari informasi melalui media digital, belanja melalui e-commerce, aktivitas finansial, traveling hingga ta’aruf secara online. Hal ini membuat muncul banyak startup digital yang kekinian muslim milenial seperti Halaltrip, Muslimarket, Hij-Up, Kitabisa.com, Minder dan sebagainya.

Kesebelas, bagian dari budaya pop. Apa artinya? Untuk memenangkan segmen ini, brand harus menjadi bagian dari budaya pop tersebut, cool bagi mereka. Sampaikanlah core message brand dengan cara yang dianggap kekinian oleh mereka.

Keduabelas, go to halal value chain. Hingga hari ini masih banyak brand yang mengomunikasikan kehalalan produknya melalui logo sertifikasi dari MUI. “Tentu saja hal ini tidak salah, tetapi kami menilai kurang efektif,” ujar Yuswohadi.

Menurutnya, jika banyak brand menggunakan cara yang sama, maka hal ini akan menciptakan red ocean dalam komunikasi pemasaran halal. Oleh karena itu brand sudah harus kian sadar mengomunikasikan kehalalannya dengan cara melampaui logo halalitu sendiri secara lebih inovatif. Seumpamanya, brand dapat melakukan komunikasi pemasaran dengan menunjukkan proses bisnisnya secara transparan atau penerapan nilai-nilai bisnis yang Islami. Contohnya, swalayan TipTop, mereka mengomunikasikan nilai-nilai perusahaan yang sangat Islami dengan lebih komprehensif, misalnya tidak menjual produk yang haram, mengambil keuntungan hanya 2-3% sesuai kaidah Islam, mengingatkan pengunjung jika waktu sholat tiba, dan sebagainya.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved