Marketing

Wow.. Bisnis Biskuit Rp 18 Triliun Jadi Rebutan

Wow.. Bisnis Biskuit Rp 18 Triliun Jadi Rebutan

Ditaksir market size bisnis biskuit capai Rp 18 triliun, membuat para pemainnya berlomba-lomba memasarkan berbagai varian produk biskuit agar digandrungi konsumen. Siapa para jagoan di industri ini?

Pastinya kita sudah tidak asing lagi dengan biskuit legendaris Khong Guan Red Assorted. Dengan kemasan kaleng khas berwarna merah yang bergambar ibu dan dua anak di meja makan sering disajikan saat Lebaran atau hari-hari besar. Sesekali, kaleng tersebut bukan berisi biskuit tapi mungkin kerupuk, rengginang, peyek, dan lainnya. Malah hampir setiap saat, kita juga melihat kaleng ini digunakan tukang bubur atau ketoprak untuk mengisi kerupuk.

Pasar Biskuit yang Masih Menggiurkan

Pasar Biskuit yang Masih Menggiurkan

Wajar kalau Kong Guan merah begitu populer. Maklum desain gambar pada kalengnya sudah dipakai sejak 1971. Bahkan akhir-akhir ini ramai jadi bahan perbicangan di media sosial yang mempertanyakan kenapa dalam gambar kaleng tersebut tak ada gambar ayahnya. Ke mana sang ayah? Perdebatan pun muncul hingga akhirnya Bernardus Prasodjo selaku pembuat gambar tersebut menjelaskan, “Keluarga Khong Guan adalah keluarga yang harmonis. Ayahnya tidak terlihat dalam gambar karena dia sedang memotret keluarga yang disayanginya”.

Entah disengaja atau tidak, namun perbincangan di media sosial tersebut makin meningkatkan awareness Khong Guan merah yang penetrasinya sudah sangat dalam di pasar. Khong Guan memang salah satu merek legendaris yang kita miliki. Bukan hanya kepeloporan dan popularitas Khong Guan yang menarik perhatian, melainkan Khong Guan pun telah menjadi tonggak kehadiran biskuit di Tanah Air. Setelah Khong Guan Biscuit Factory Indonesia berdiri, berturut-turut ada PT Mayora Indah, PT Ultra Prima Abadi, PT GarudaFood sebagai pemain utama dari dalam negeri. Adapun dari luar negeri hadir raksasa seperti Arnott’s, Danone dan Nabisco. Hingga sekarang lebih dari 100 perusahaan bersaing di industri ini.

Sang Legenda Tetap Agresif

Sebagai pionir dan pemain lama, langkah Khong Guan masih tergolong gesit. Perusahaan yang didirikan Hidayat Darmono ini, sekarang telah memiliki berbagai merek lain yang namanya cukup terkenal seperti Nissin, Monde dan Serena. Berbagai merek tersebut terus berinovasi, baik dari segi taste (rasa) maupun penampilan produk (kemasan). Tak heran saat ini Khong Guan telah memiliki sekitar 418 jenis biskuit, mulai dari cream crackers, hard biscuit, wafer, hingga cookies. Secara garis besar, produk Khong Guan menyasar tiga segmen usia, yakni anak-anak, remaja dan dewasa.

Lantas, bagaimana dengan Khong Guan agar bisa terus eksis dan tetap menjadi pilihan hati konsumen? Direktur Grup Khong Guan, Budi Hendarto, menuturkan, perusahaannya selalu fokus pada kualitas produk. Kualitas adalah hal paling utama ketika berbicara persaingan dan eksistensi.

Untuk mendapatkan konsumen yang loyal, Khong Guan selalu memastikan bahwa produknya bisa disambut pasar dengan baik. Ia pun menggambarkan proses produksi di Khong Guan yang mengedepankan mutu. Untuk menjamin mutunya, Grup Khong Guan telah memiliki sertifikat halal dan ISO 22000:2005, yang memastikan produk yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.

Target Khong Guan, tak hanya pasar dalam negeri, pasar ekspor juga aktif dikembangkan. Terlebih memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). “Saat ini ekspor kami di kisaran 5%-10% meliputi berbagai negara Asia dan Afrika, ke depan akan lebih gencar lagi, offense is the best defence,” ujarnya.

Produk Khong Guan sendiri bisa dikatakan telah menyentuh berbagai segmen dilihat dari harganya. Misalnya, Khong Guan menyasar level menengah-bawah, Nissin untuk kalangan menengah, sedangkan Monde untuk menengah-atas. Inovasi produk pun akan terus dilakukan setiap tahun, agar makin beragam pilihannya masyarakat. “Jadi semua digarap, tapi Khong Guan merah memang masih jadi backbone kami,” ujarnya tanpa mau menyebutkan angka kinerjanya.

Berbagai promosi pun gencar dilakukan Grup Khong Guan. Salah satunya rajin beriklan di media televisi ketika masuk ke momen penting seperti Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru. “Namun kalau tidak ada momen tertentu, biaya iklan media kami kurangi, dan perbanyak ke promosi konsumer,” ujarnya. Toh, hampir setiap masyarakat, diklaim Budi, telah mengenal betul produk Grup Khong Guan. “Jadi sifatnya untuk mengingatkan kembali saja.”

Mochamad Reza, Manajer Pemasaran Khong Guan, menambahkan, selain promosi dengan beriklan di televisi ataupun promosi ke konsumen, Khong Guan juga kerap melakukan berbagai aktivitas pemasaran yang unik. Salah satunya, dengan memberikan kaleng Khong Guan ke tukang dagang bubur, ketoprak, nasi goreng, dll. Itu sebabnya kenapa, kaleng Khong Guan sering kita lihat di para pedagang tersebut.

Mayora Tak Kalah Agresif

Pesaing utama Khong Guan yang juga memiliki banyak varian produk dan sama-sama kuat di industri biskuit adalah PT Mayora Indah Tbk. Perusahaan ini setidaknya memiliki 15 merek biskuit, di antaranya Roma, Better, Slai O’lai, Royal Choice, Wafer Superkeju, Beng Beng, Twice, Cokelat Superman yang sekarang bernama Superstar (dulu Roma wafer namanya) dan merek lainnya. Kalau jumlah variannya sangat banyak bisa mencapai puluhan. Rata-rata merek biskuit Mayora ini sudah dikenal di pasar dan menguasai pasar.

Menurut Vienno Monintja, Direktur Pemasaran Mayora, biskuit itu ada lima kategori. Pertama, kategori plain sweetened, misalnya Roma Kelapa, Roma Mari. Pesaingnya seperti Biskuat dari PT Kraft Foods Indonesia dan Milk Marie, Marie Special dari Khong Guan.

Kedua, kategori sandwich seperti Slai O’lai, Sari Gandung. Pesaingnya ada Oreo (Kraft). Ketiga, kategori wafer, seperti Super Keju, Roma wafer. Pesaingnya seperti Wafer Tango. Keempat, kategori assorted, seperti Roma Cookies, Royal Choice. Pesaingnya seperti Monde dari Khong Guan. Kelima, kategori malkist, seperti Roma Malkist Cokelat dan Abon. Pesaingnnya seperti Malkist Crackers dari Khong Guan. Mayora pun terus melakukan inovasi produk biskuitnya. Di antaranya ada Sari Gandum atau Roma Cookies, mirip kue nastar dengan tampilan premiun yang diluncurkan pada Desember 2015.

Vienno Monintja, Direktur Pemasaran PT Mayora Indah Tbk

Vienno Monintja, Direktur Pemasaran PT Mayora Indah Tbk

Mayora tak mau kalah dari Khong Guan. Ia pun agresif menggarap pasar dengan selalu menyesuaikan diri dengan aspirasi pasar. Dalam berpromosi pun menggunakan pola 360 derajat dengan menggarap berbagai kanal komunikasi mulai dari television commercial (TVC), radio, billboard, media digital dan rajin mengaktivasi merek. Dalam berpromosi setiap produk harus memiliki big idea sehingga bisa menancap di benak konsumen.

Contohnya Roma Kelapa, big idea-nya adalah keluarga Indonesia bisa berkumpul dengan ritual makan Roma Kelapa dengan cara dicelup-celup pakai kopi. Hal ini pun digambarkan dalam iklannya yang sering kita lihat di TVC. Roma Kelapa yang sudah dipasarkan sejak puluhan tahun masih rajin diiklankan, dimaksudkan untuk mengingatkan pasar. Waktu beriklannya pun disesuaikan dengan habit keluarga Indonesia berkumpul, yaitu pagi dan sore.

Bahkan Roma Kelapa melakukan micromarketing berupa iklan radio berbahasa Sunda seperti di daeah Garut dan Tasikmalaya. Maklum di daerah ini masih banyak yang belum bisa berbahasa Indonesia, tetapi mereka adalah target pasar Roma Kelapa yang menyasar berbagai kalangan.

Berbeda dari Roma Kelapa yang tidak bermain di media sosial, Sari Gandung malah sebaliknya aktif di berbagai kanal media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram dan Path. Produk ini memang memerlukan edukasi yang banyak dan yang disasar adalah ibu-ibu muda kelas menengah-atas. Selain aktif melalui jalur above the line, Sari Gandung juga rajin melakukan below the line melalui aktivasi merek.emagz SWA 05 2016 biskuit_Page_1

Contohnya, Mayora bekerja sama dengan Grup MNC TV telah menggelar kegiatan Yoga Bersama di Ancol pada awal tahun ini. Ini pula merupakan bagian dari edukasi pasar dalam upaya mempromosikan Sari Gandung. Artinya, produk ini pun menggarap komunitas ibu-ibu muda. Aktivasi ini juga akan digelar di Bandung, Surabaya dan Bali. “Untuk membesarkan sebuah produk baru harus ada iklan, availabilitas dan visibilitas produk di berbagai kanal distribusi,” kata lulusan Jurusan Teknik Industri dari Monash University dan Master Bisnis Internasional dari University of Notre Dame Australia ini.

Terkait distribusi, Mayora menggunakan PT Inbisco Niagatama Semesta (Grup Mayora) sebagai distributor untuk menggarap gerai modern dan menggandeng multidistributor untuk menjangkau gerai tradisional di seluruh wilayah Indonesia. Sementara untuk menjangkau pasar luar negeri, selain ada yang ditangani sendiri juga menggandeng distributor di luar negeri. Maklum cukup banyak bisnis Mayora yang sudah dipasarkan di luar negeri, seperti Malkist dan Sari Gandung. Mayora juga menempatkan sejumlah SPG-nya untuk melakukan sampling produk karena hal ini pun menjadi bagian penting. Pemberian sampling ini tak hanya untuk konsumen, tetapi juga para pedagang.

Berbicara kinerja perusahaan, Vienno mengatakan selama lima tahun terakhir pertumbuhan produknya mencapai 20%-30%, kendati pada 2015 dianggap sebagai tahun yang penuh tantangan. “Pangsa pasar biskuit Mayora secara total (dari lima kategori biskuit) adalah nomor satu. Kami menguasai 30% pangsa pasar dari market size bisnis biskuit yang mencapai Rp 18 triliun,” ungkapnya. Dan dia menyebutkan, dari lima kategori biskuit, produk wafer termasuk bisnis yang paling tinggi pertumbuhannya. Sayang ia tidak punya data angkanya.Tabel_Biskuit

Berdasarkan hasil survei Indonesia Customer Satisfaction Award 2015, biskuit Roma Mayora pada 2015 menguasai pasar biskuit sebesar 38,5%. Lalu Khong Guan 14%; Biskuat 9,4%; Monde 7,1%; Oreo 6,2%; Marie Regal 3,7%; Nissin 2,9%; Good Time 2,3%, dan Unibis 1,9%.

GarudaFood Siap Menyalip

Dalam membesarkan bisnis biskuitnya, salah satu strategi Grup GarudaFood (GGF) adalah mengedepankan inovasi, baik dari sisi produk maupun pemasaran, agar selalu menjadi pilihan konsumen dan berada selangkah di depan pesaing. Perusahaan ini pun secara rutin meriset konsumen untuk menggali insight tentang ekspektasi dan perilaku konsumer.

Kemudian hasil dari insight konsumer tersebut diterjemahkan dalam bentuk pengembangan produk. “Inovasi yang dilahirkan bisa dalam bentuk rasa, konsep produk, kemasan, dan lain lain,” kata Hardianto Atmadja CEO GGF, sambil menyebut produk biskuitnya ada Wafer Roll, Wafer Cream, Crackers/Malkist, dan Cookies. Adapun target pasar yang dibidik: anak usia 5-12 tahun dan remaja usia 13-20 tahun.

Hardianto Atmadja_CEO GarudaFood Group

Hardianto Atamadja, CEO GarudaFood Group

Dalam menggarap pasar, perusahaan ini mencoba menyeimbangkan antara penggunaan media modern dan konvensional, serta antara promosi ke end user dan customer (toko). Strategi lainnya: memastikan availabilitas dan visibilitas produk di semua kanal harus lebih unggul dari pesaing.

Menurutnya, setiap aktivitas promosi merek selalu diusahakan saling mendukung satu sama lain, sehingga menciptakan kampanye terintegrasi yang objektifnya ditentukan. “Kami percaya masing-masing media memiliki keunggulan dan audiensnya masing-masing. Karenanya, kami berupaya menyeimbangkan penggunaan media modern dan konvesional yang ada sebagai touch point konsumen dengan merek kami,” tuturnya.

Selain itu GGF juga aktif menggunakan media sosial untuk memasarkan produk biskuitnya. GGF memiliki tim sendiri yang menggarap media sosial, karena pihaknya menyadari target pasar/audiens produknya merupakan generasi milenial yang sangat media sosial dan digital minded. Media sosial cukup efektif untuk berkomunikasi dengan konsumen mengenai kampanye GGF ataupun bila ada produk baru yang diluncurkan. “Facebook kami disukai oleh lebih dari 2 juta user, sedangkan follower Twitter kami mencapai 25.800,” ucapnya.

Berbicara distribusi, GGF selain menguatkan distribusi vertikal, juga fokus mengembangkan distribusi secara horisontal dengan menggarap kanal baru yang fit tetapi tidak tereksplor sebelumnya. Urusan distribusi ini dipercayakan pada distributor tunggalnya, yaitu Sinar Niaga Sejahtera dengan cakupan distribusi salah satu yang terluas di Indonesia.

Saat ditanya soal kinerja biskuitnya, Hardianto mengakui di tengah masa sulit pada 2015, pertumbuhan penjualan biskuitnya seperti Chocolatos tidak sebesar tahun sebelumnya terutama di semester pertama tahun lalu. Namun di semester kedua, penjualan menunjukkan kenaikan yang cukup menggembirakan. “Pangsa pasar merek Chocolatos mencapai 50% untuk kategori wafer stick,” ungkapnya. SKU yang menjadi andalan masih wafer stick dengan harga konsumen Rp 500, tetapi ke depan, GGF sedang mengembangkan produk baru dengan harga konsumen yang lebih tinggi. Intinya GGF telah berkomitmen untuk makin serius menggarap pasar biscuit untuk mengejar para pemian seniornya di industri ini.

Dalam pandangan Istijanto Oei, pengamat pemasaran dari Prasetiya Mulya, pasar biskuit yang cukup besar membuat para pemain merek biskuit memiliki pasarnya sendiri-sendiri. Jadi meskipun banyak pemain, karena pasarnya cukup besar membuat tiap merek memiliki pasar sendiri-sendiri. Selain itu adanya banyak pemain justru ikut membesarkan kategori pasar biskuit. Selain itu dari segi jenis produk, biskuit termasuk kategori jenis makanan, biasanya konsumen suka mencoba hal baru (variety seeking), maka adanya varian atau merek baru membuat konsumen tertarik mencobanya.

Pasar biskuit termasuk pasar yang tidak mengenal tren turun, karena masuk dalam subkategori makanan yang notabene selalu dibutuhkan orang. Kalau dicermati ada tren “biskuit sehat”. Biskuit tidak lagi hanya sebagai fungsi makanan, tetapi banyak pemain yang cukup sukses dengan menambahkan manfaat baru. Dapat disebutkan di sini seperti Soyjoy, Fitbar, yang menawarkan kepraktisan dan “ramah bagi bentuk tubuh”. “Tren biskuit sehat tampaknya akan membesar mengingat konsumen Indonesia semakin melek kesehatan,” kata Istijanto.

Yang pasti, para pemain biskuit masih memiliki banyak peluang menciptakan kategori baru untuk membesarkan pasar yang masih renyah sehingga jadi rebutan. Para pemain juga dapat meningkatkan nilai dengan mengajak konsumen terlibat dalam penciptaan nilai dari segi konsumsi (co-creation). (Riset: Sarah Ratna Herni)

@ddsuryadi


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved