Management Trends zkumparan

Maya C. Watono, Country CEO Dentsu Aegis Network Indonesia Melesat Menembus Batas

Maya C. Watono, Country CEO Dentsu Aegis Network Indonesia Melesat Menembus Batas
Maya Carolina Watono, CEO Dwi Sapta Group
Maya Carolina Watono, CEO Dentsu Aegis Network (DAN) Indonesia

Ketika pada 2006 kembali ke Indonesia, Maya Carolina Watono awalnya sekadar memenuhi keinginan membantu membesarkan Dwi Sapta, perusahaan periklanan yang didirikan ayahnya, Adji Watono. Namun rupanya, anak panah itu melesat jauh. Tidak membutuhkan waktu lama, Maya tancap gas dan kariernya langsung moncer hingga akhirnya ditunjuk menduduki posisi puncak Country CEO Dentsu Aegis Network (DAN) Indonesia pada awal Januari 2019 ini.

Sebuah pencapaian istimewa di usianya yang masih muda, 36 tahun. Maya mencatat sejarah sebagai CEO wanita & termuda pertama DAN Indonesia. Dengan posisi puncak itu, ia menerima tanggung jawab mengelola 15 unit bisnis DAN Indonesia yang berbasis empat pilar: kreatif, media, digital dan konten, serta aktivasi merek –DwiSapta, Dentsu Indonesia, Dentsu One, Dentsu MainAd (brand agencies); DSP Media, Dentsu X, Carat, Vizeum, Posterscope (media agencies); Dentsu X Digital, Isobar, ipVK, iNexus (digital agencies); Bee Activator (brand activation agency); Dentsu X Sport & Entertainment (content agency)– serta mengelola sekitar 1.000 karyawan. “Ini kehormatan bagi saya. Saya tahu ini adalah jalan yang berat, namun dengan dukungan semua pihak, saya yakin bisa sukses di masa depan,” ucap Maya dalam acara pertemuan dengan media di kantornya, Menara Sentraya, Jakarta, medio Desember 2018.

Bagi putri pertama dari dua bersaudara generasi kedua pendiri Dwi Sapta Group itu, dunia periklanan adalah jalan hidup. Kendati tidak memiliki latar belakang pendidikan periklanan dan tidak pernah berdekatan langsung dengan sang ayah karena sejak tingkat SMP meneruskan sekolah di luar negeri (Perth, Australia), Maya mengaku merasakan totalitas dan kerja keras sang ayah bergelut dengan pekerjaannya. “Semangat kerja keras dan totalitas yang ditunjukkan Papi itu lebih dari cukup untuk bekal saya memasuki dunia kerja. Soal suka atau tidak suka dengan bidang periklanan, saya percaya waktu akan membuktikan,” demikian kata Maya ketika mulai bergabung dengan Dwi Sapta beberapa tahun lalu. Baginya, semua jenis pekerjaan sebenarnya sama saja. “Yang penting, bagaimana kita membangun passion dan punya attitude dalam bekerja,” ujar Maya tentang prinsipnya yang ia pegang teguh sampai sekarang.

Latar belakang pendidikan Psikologi memang membuat Maya mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Ditambah kemampuan persuasi dan manajerial yang menonjol, ia berhasil memberikan warna baru bagi Dwi Sapta: menjadi lebih segar, modern, dan agresif. Ibu tiga putra ini paham betul bahwa kekuatan perusahaan periklanan terletak pada sumber daya manusia (SDM)-nya. Maka, perkara SDM selalu menjadi prioritasnya. Termasuk, bagaimana memahami SDM di era sekarang yang berpendapat bahwa bekerja tidak melulu harus mengenai uang saja, tetapi juga tentang passion. “Tugas saya harus bisa meyakinkan karyawan mengenai ‘reason to believe’ dan ‘reason to work’ yang lebih besar daripada uang maupun diri sendiri,” katanya menjelaskan.

Gaya leadership Maya yang tegas, profesional, dan humanis langsung membuahkan hasil. Di tangannya, DSP Media berhasil tumbuh lima kali lipat. Sukses memimpin DSP Media dan MainAd, ia kemudian diangkat menjadi Direktur Pengelola DwiSapta Group pada 2012 dengan menangani enam perusahaan dan menelurkan dua perusahaan baru, yaitu Main Media & iNexus. Dalam posisi tersebut, kembali Maya berhasil membawa perusahaan ini mampu tumbuh lima kali lipat pula. “Nah, sekarang saya akan punya 900 karyawan. Kami harus saling support. Saya nggak bisa ada di sini tanpa support dari staf dan klien,” ujarnya. Prinsip gotong-royong dan saling dukung, katanya, akan menjadi napas baru perusahaan yang dipimpinnya.

Mengenai agenda yang ditetapkan, secara khusus Maya akan fokus pada Client Centric Approach dan digitalisasi. “Untuk mencapai tujuan tersebut, kami akan mengedepankan service, idea, dan expertise. Artinya, yang kami tawarkan ke klien adalah keahlian. Oleh karena itu, people adalah aset kami,” katanya.

Maya mengambil langkah cepat dengan menyiapkan senjata-senjata anyar bagi SDM-nya guna memperkuat daya saing perusahaan. Di antaranya, menunjuk Direktur Digital Group untuk memperkuat sekaligus mempromosikan tim media digital. “Kami juga menyiapkan pelatihan, software, dan tools untuk dapat mengerti market yang sedang berkembang,” katanya. Ini agar ketika presentasi ke klien, sudah dilengkapi dengan tools untuk dapat memahami pasar yang sedang berkembang. “Setiap talent dilengkapi dengan pengetahuan digital dan workflow agar bisa beradaptasi dengan lanskap digital terkini,” lanjutnya mengungkapkan strateginya.

Values perusahaan juga menjadi strategi kunci yang akan diterapkannya di DAN Indonesia. Maya mengaku bersyukur lahir dari Dwi Sapta yang dibangun dengan nilai-nilai yang sangat Indonesia, tertanam dan tumbuh dengan baik hingga saat ini. “Jadi, di sini saya ingin membawa nilai-nilai Indonesia itu. Dengan value ke-Indonesia-an, kami akan mengedepankan semangat kolaborasi, gotong-royong, baik di internal maupun bersama klien dan mitra,” ia menerangkan.

Strategi lainnya, fokus pada bisnis baru. Menurut Maya, pengalaman DSP Group mampu tumbuh dua digit pada akhir 2018 karena dikontribusi oleh bisnis baru. Sementara bisnis lama cenderung stagnan. “Ke depan, kami juga akan membangun unit bisnis yang baru, yang berasal dari kolaborasi, baik internal maupun eksternal dengan klien. Intinya, we can get the big growth,” katanya. Ia bertekad menerapkan Agile Audience System yang akan men-track audiens berdasarkan umur dan psikografis guna melihat perilaku mereka, untuk kemudian diadaptasi dari insight tersebut menjadi unit bisnis baru.

Intinya, 2019 akan menjadi tahun yang berat bagi industri periklanan. Saat ini kondisi pasar melambat. Sangat penting bagi DAN Indonesia untuk bisa menyikapi tantangan yang sedang terjadi. Sebab, disrupsi adalah tren global yang menjadi tren ASEAN dan sekarang menjadi tren Indonesia.

Jadi, tidak bisa dimungkiri, dengan adanya fenomena ini, model bisnis pun sudah berubah: tadinya konvensional, sekarang semua mengarah ke digital. Apalagi, 2019 adalah tahun politik. Situasi politik selama periode kampanye pemilihan legislatif dan pemilihan presiden menjadi pertimbangan untuk para pemasang iklan untuk tetap beriklan atau cenderung wait and see. “Kondisi akhir 2018 bisa menjadi gambaran. Ketika situasi ekonomi kurang baik untuk industri, yang ditandai meroketnya nilai dolar AS, belanja iklan terkena dampaknya,” papar Maya yang mengaku tetap optimistis.

Optimisme juga dirasakan Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia Janoe Ariyanto. Menurut Janoe, keberadaan Maya menduduki posisi puncak DAN Indonesia menjadi angin segar bagi industri periklanan di Tanah Air. Setelah beberapa lama seolah tenggelam dalam kekalutan gejolak ekonomi, ia berharap keterpilihan Maya menjadi momentum industri periklanan Indonesia untuk bangkit kembali. “Kami optimistis bakal ada kolaborasi yang saling menguatkan dan membesarkan industri periklanan ke depan,” katanya. Spirit muda Maya dan nasionalismenya diyakini Janoe akan memberikan warna baru bagi dunia periklanan di Tanah Air.

Maya pun memiliki harapan yang sama. Ia juga ingin apa yang dikerjakan di DAN Indonesia akan memberikan nilai tambah bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga bagi industri. “Semoga apa yang saya kerjakan mendapat reward. Bukan reward untuk diri sendiri, melainkan the reward of the role. Saya berharap bisa membawa warna baru, sedikit ataupun banyak, semoga kontribusi itu memberi arti,” katanya menegaskan.(*)

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved