Management Trends

Menangkap Peluang dengan Manajemen Makanan Berlebih

Menangkap Peluang dengan Manajemen Makanan Berlebih

Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Pemerintah Propinsi Jakarta menyelanggarakan lokakarya dan sosialisasi kepada sejumlah pelaku usaha, JakPreneur yang bekerja sama dengan PT Ekonomi Sirkular Indonesia pada Rabu (06/10/2021) di Jakarta Barat. Kegiatan ini mengambil tema ‘Manajemen Makanan Berlebih Pada Bisnis UMKM’ sebagai langkah strategis dalam pengembangan UMKM.

Manajemen makanan berlebih merupakan salah satu rantai dalam ekonomi sirkular pada makanan atau bahannya. Lewat kegiatan sirkulasi ini, akan ada alternatif dari pola ekonomi linier tradisional dimana pelaku ekonomi menjaga agar sumber daya dapat dipakai selama mungkin, menggali nilai maksimum dari penggunaan, kemudian memulihkan dan meregenerasi produk dan bahan dalam hal ini makanan pada setiap akhir umur layanan.

Data Bappenas tahun 2021 bahw terdapat lebih dari 48 juta ton sampah makanan yang dihasilkan per tahun di Indonesia, menimbulkan kerugian secara ekonomis sebesar Rp551 triliun per tahun. Di Jakarta sendiri, 4.000 ton sampah dihasilkan per hari.

Berangkat dari kondisi yang miris tersebut, Ekonomi Sirkular Indonesia (ESI) menawarkan solusi untuk mengubah kebiasaan buruk masyarakat membuang makanan di saat masih makanan tersebut sebetulnya masih bisa diolah lagi untuk memperpanjang life time dengan aplikasi Surplus. Platform digital atau applikasi ini telah dirilis sejak Maret 2020 dan hingga kini telah diunduh lebih kurang 20 ribu pengguna.

Aplikasi ini, menurut Direktur PT Ekonomi Sirkular Indonesia Agung Saputra akan menghubungkan antara pengguna baik konsumen dan produsen atau toko makanan yang memiliki makanan berlebih. Produsen makanan yang memiliki produk mendekati kadaluwarsa dapat menjual produknya dengan harga diskon minimal 50%. Ditegaskan oleh Saputra bahwa setiap makanan yang diselamatkan berkontribusi dalam memerangi food waste.

Cara kerja aplikasi Surplus salah satunya bila ada toko makanan yang sudah mau tutup pada jam 22.00, maka selepas jam 18.00, toko tersebut dapat mengunggah informasi tentang stok makanan berlebih ke Surplus. Konsumen yang tertarik, bisa langsung membeli sesuai dengan jam penjualan tersebut.

Menariknya, menurut Saputra dalam satu tahun terakhir ini jumlah transaki lewat aplikasi Surplus mengalami lonjakan yang signifikan. Adanya sejumlah pembatasan di masa pandemi, menjadi hambatan bagi pelaku usaha untuk dapat menjual produk makanannya secara maksimal. Alhasil seringkali terjadi kelebihan produksi yang bisa berpotensi menjadi kerugian. Namun dengan adanya Surplus, membuka peluang untuk dapat dijual kepada konsumen.

Di sisi lain, peningkatan transaksi yang dilakukan konsumen juga meningkat. Serupa dengan produsen makanan, konsumen juga mengalami kesulitan dalam mengakses produk makanan yang biasanya dikonsumsi. “Dengan Surplus, mereka tinggal pesan dan bisa diantar atau diambil sendiri. Tawaran harga yang lebih murah, bahkan bisa di atas 50%, menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen,” jelas Saputra.

Olansons, Kepala Seksi Pengembangan Industri Dinas PPKUKM menjelaskan bahwa kegiatan pelatihan dan sosialisasi ini merupakan langkah bersama dalam mengurangi sampah makanan di Jakarta, sekaligus memberikan kontribusi positif bagi perekonomian masyarakat. Rencana kolaborasi antara Dinas PPKUKM dengan Ekonomi Sirkulasi Indonesia (ESI) ini akan dilakukan selama 3 tahun ke depan.

Pelatihan tahun ini akan diberikan dua materi yaitu kreasi produk makanan dari makanan berlebih dan penggunaan aplikasi Surplus untuk meningkatkan penjualan bagi para Jak Preneur. Pada tahun ini, dari Oktober hingga Desember akan dilakukan pelatihan sebanyak 12 kali yang akan dilakukan secara bergilir 6 sudin PPKUM se-provinsi DKI Jakarta dengan total peserta 340 orang.

Dhani Hendranala, Kepala Bidang Perindustrian, Dinas PPKUKM Proponsi DKI Jakarta menyambut baik aplikasi Surplus ini. Menurutnya, selama ini cara-cara konvensional telah dilakukan dalam mengolah atau mengkreasikan kembali makanan-makanan yang berlebih ini. Misalnya, toko-toko kue basah yang menjual kue-kuenya lebih murah saat menjelang tutup toko. Sayangnya, cara konvensional ini memiliki kelemahan di mana hanya konsumen yang lewat didepan toko tersebut yang tahu akan hal ini. Sementara dengan aplikasi Surplus ini, ebih banyak konsumen yang bisa dijangkau. Bukan hanya masyarakat sekitar toko tersebut saja.

Hendranala menambahkan bahwa para pelaku UMKM juga mendapat manfaat positif dari aplikasi ini. Potensi kerugian sebagai akibat dari kelebihan produksi bisa diminimalisir. Bila aplikasi ini benar-benar dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat, tentu masalah sampah makanan, khususnya di Jakarta akan berkurang. Pengurangan sampah makanan, menurut Agung Saputra, bisa mencapai 30-40% dari total produksi sampah di Jakarta hari ini.

Joko Mulyono, Camat Kembangan, Jakarta barat menyambut baik kegiatan ini. Menurutnya, pelatihan ini menjawab permasalahan atas sampah makanan yang sangat besar. Saat ini, kita menyadari bahwa apa yang kita konsumsi ternyata banyak sekali kelebihannya. Sampah makanan ini jumlahnya sangat banyak. Dengan pelatihan ini, makanan-makanan tersebut diolah atau dikreasikan kembali menjadi produk baru yang bisa di konsumsi kembali.

Dalam pelatihan hari ini, dibantu oleh Komunitas Surplus. Ini merupakan komunitas yang diinisiasi oleh Ekonomi Sirkular Indonesia agar bisa mengedukasi dan mensosialisasi kepada masyarakat tentang masalah food waste di Indonesia. Dewi Purnamasari, Alia Fatina dan Doni Hariyanto menjadi penggiat di komunitas ini sejak pertengahan tahun lalu. Hal yang mendorong mereka untuk terlibat dalam kegiatan ini adalah kekhawatiran atas masalah sampah makanan di Indonesia. Menurut mereka, isu ini bukan hanya terkait dengan pemborosan atas pangan khususnya ekonomi, namun juga berimbas pada aspek kehidupan lain termasuk disini adalah perubahan iklim global.

Menurut Dewi Purnamasari,”Bagi generasi milenial seperti kami, masalah perubahan iklim dewasa ini sangat mengkhawatirkan. Sementara ada penyebab dari perubahan iklim tersebut yang terkait dengan gaya hidup kita, yakni soal manajemen makanan”. Dia berharap, lewat kegiatan seperti lokakarya hari ini dapat memberikan wawasan baru bagi masyarakat dan membangun kesadaran, bahwa pemborosan makanan ini terkait dengan masalah ekonomi yang tersia-sia.

Bagi para pelaku usaha, keberadaan aplikasi Surplus ini akan sangat menguntungkan. Menurut Saputra, para merchant bisa mendapatkan pelanggan berlebih yang melihat iklannya, dan bisa menjadi customer baru. Kedua, mendapat pendapatan tambahan daripada dibuang mending dijual lagi. Ketiga, mereka bisa mengurangi biaya pembuangan. Bukan itu saja, mereka bisa berkontribusi menjadi green restaurant, label yang merujuk pada tempat makan yang berwawasan lingkungan.

Begitu juga dengan para pengguna aplikasi Surplus ini, sebagai konsumen mereka akan mendapatkan pilihan sajian makanan dengan harga yang lebih murah. Ini membuat mereka bisa berhemat, setidaknya dapat membeli makanan yang lebih murah 50 persen dari harga normalnya. Selain itu, pengguna aplikasi dapat membantu upaya penyelamatan lingkungan dengan berkontribusi mengurangi gas metana dan CO2 yang dihasilkan dari sampah makanan yang berhasil disirkulasi.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved