Trends

Meningkatnya Stres di Tempat Kerja dan Ancaman Serangan Jantung

Meningkatnya Stres di Tempat Kerja dan Ancaman Serangan Jantung

Tomoaki Watanabe, Direktur Omron Healthcare Indonesia (Foto: ist)

Serangan jantung adalah salah satu penyebab utama kematian secara global dan di Indonesia. Para eksekutif bisnis besar, menengah dan kecil memiliki risiko meninggal akibat serangan jantung.

Dr. Joel Kahn, salah satu kardiolog terkenal dunia dalam bukunya ‘Dead Execs Don’t Get Bonuse$: The Ultimate Guide to Surviving Your Career With a Healthy Heart’ berbicara tentang kematian tragis dua eksekutif puncak perusahaan multinasional.

Salah satunya adalah CEO regional berusia 42 tahun dari sebuah perusahaan teknologi global terkemuka yang terkenal dengan diet sehat dan olahraga, namun meninggal karena serangan jantung setelah sesi olahraga di kantornya. Satu lagi adalah CEO berusia 60 tahun dari perusahaan makanan raksasa global yang memperkenalkan makanan sehat seperti salad, yogurt, dan buah ke dalam menu mereka. Suatu pagi, dia pingsan karena serangan jantung di hotelnya dan dinyatakan meninggal saat tiba di rumah sakit.

Kita melihat fenomena serupa terjadi di Indonesia. Pada bulan Juni 2020, seorang direktur perusahaan ICT yang ramah media dan humoris dengan karier yang cemerlang, meninggal karena serangan jantung di usia muda 49 tahun. Beberapa bulan sebelumnya, seorang selebriti dan pengusaha muda yang terkenal dengan gaya hidup sehat dan aktif berolahraga meninggal karena serangan jantung pada 40.

Kematian para eksekutif muda itu memang tragis, terutama jika kita memikirkan pasangan, anak-anak, serta anggota keluarga lain yang mereka tinggalkan. Sayangnya, penelitian menunjukkan bahwa penyakit jantung yang dulu identik dengan penyakit lanjut usia kini semakin banyak menyerang orang dewasa di bawah usia 50 tahun.

Martin Barrow, jurnalis dan pemerhati kesejahteraan di tempat kerja pada 2018 mengatakan di Recounter.net bahwa pria berusia 40-an dan 50-an, demografi yang menyumbang banyak eksekutif bisnis senior, memiliki risiko penyakit jantung lebih tinggi. Pemicunya antara lain lingkungan bisnis global, yang membuat mereka harus mengawasi operasional bisnis yang tidak mengenal jeda sehingga beban kerja yang dihadapi lebih besar dengan waktu istirahat lebih sedikit.

Barrow juga menyebutkan lingkungan kerja penuh tekanan sebagai salah satu penyebab utama serangan jantung di kalangan eksekutif bisnis. Ia mengutip riset tahun 2018 yang dilakukan oleh Perkbox.com, platform benefit dan reward global, yang menyebutkan bahwa 60% orang di tim manajemen senior, 65% di divisi TI, dan 79% orang di divisi penjualan pernah mengalami stres di tempat kerja.

Penyebab lain dari serangan jantung termasuk pola hidup tidak aktif, kegemukan (ditandai dengan lingkar pinggang besar), kolesterol tinggi, dan tekanan darah tinggi.

Tekanan darah tinggi terutama sangat mengkhawatirkan. Menurut studi terbaru tentang prevalensi, deteksi, pengobatan, dan pengendalian hipertensi yang dilakukan oleh Imperial College London dan WHO, jumlah orang dewasa berusia 30-79 tahun dengan hipertensi meningkat dua kali lipat dari 650 juta pada 1990 menjadi 1,28 miliar pada 2019.

Ironisnya, meskipun hipertensi secara signifikan meningkatkan risiko penyakit jantung dan merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia, penelitian tersebut mengatakan bahwa hampir separuh responden tidak mengetahui mereka menderita hipertensi.

Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi hipertensi pada penduduk usia 35-44 dan 45-54 tahun masing-masing mencapai 31,6% dan 45,3%! Pandemi diduga memperburuk keadaan. Menurut survei yang dilakukan oleh University of North Carolina Chapel Hill dan Harvard Medical pada paruh kedua Mei 2020, 55% orang yang disurvei mengaku mereka lebih stres daripada Januari sebelum virus dianggap sebagai ancaman yang meluas.

Survei menunjukkan bahwa orang lebih stres karena mereka khawatir tentang kesehatan dan keselamatan teman atau anggota keluarga (66%) dan kesehatan mereka sendiri (57%), serta merasa frustrasi karena tidak dapat menikmati kegiatan yang biasa mereka lakukan (58%).

Survei serupa tentang dampak COVID-19 terhadap kesehatan mental masyarakat oleh Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) pada Juli 2020 juga menunjukkan bahwa 64,3% masyarakat Indonesia cemas atau depresi karena COVID-19, dan 80% menderita gangguan trauma secara psikologis.

Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia (INASH), stres psikososial adalah salah satu pemicu utama meningkatnya prevalensi hipertensi di Indonesia, dan para pelaku bisnis sangat rentan terhadap masalah kesehatan ini.

Saat ini, dengan lebih dari separuh penduduk Indonesia telah divaksinasi, pemerintah Indonesia melonggarkan batasan untuk kegiatan sosial, dan bisnis di Indonesia telah mulai menerapkan kerja hybrid. Tak lama lagi, ketika kasus COVID-19 mendekati nol, dan kekebalan kelompok tercapai, segalanya mungkin kembali normal seperti sebelum pandemi.

Meskipun demikian, banyak eksekutif bisnis kembali ke kantor dengan berat badan dan kolesterol yang lebih tinggi, serta kadar glukosa dalam darah mereka akibat pola hidup kurang aktif selama bekerja dari rumah, yang dapat berarti tekanan darah lebih tinggi dan risiko terkena penyakit jantung yag lebih tinggi.

Tomoaki Watanabe, Direktur Omron Healthcare Indonesia mengatakan berikut adalah beberapa tips untuk para eksekutif bisnis yang ingin memiliki jantung sehat dalam kehidupan kerja normal baru mereka.

Pertama, kembalikan berat badan menjadi normal dengan program diet dan olahraga. Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya berat badan. Kelebihan berat badan juga dapat menyebabkan pernapasan berhenti sementara saat tidur (sleep apnea), meningkatkan tekanan darah seseorang.

Kedua, lakukan aktivitas fisik secara teratur. Berolahraga minimal 30 menit per hari dapat menurunkan tekanan darah sekitar 5 sampai 8 mm Hg pada penderita hipertensi. Lakukan secara rutin karena tekanan darah bisa cepat naik kembali jika berhenti berolahraga.

Ketiga, konsumsi makanan sehat yang kaya serat seperti sayuran, buah, biji-bijian, produk susu rendah lemak dan rendah kolesterol untuk menurunkan tekanan darah hingga 11 mm Hg. Namun hal ini harus dibarengi dengan membatasi konsumsi gula dan garam.

Keempat, hindari stres. Stres kronis dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Stres juga dapat mendorong orang untuk melakukan hal-hal buruk, seperti makan makanan yang tidak sehat, minum alkohol, atau merokok. Identifikasi penyebab stres dan cari cara untuk menguranginya.

Kelima, ukur tekanan darah Anda secara teratur, sehingga Anda dapat membaca hasil pengukuran secara akurat dan mendeteksi secara dini potensi penyakit jantung. Monitor tekanan darah yang divalidasi secara klinis merupakan faktor penting untuk memastikan keakuratan pembacaan. Perangkat BPM OMRON, misalnya, telah diuji dan divalidasi secara ketat untuk akurasi klinis oleh berbagai asosiasi hipertensi terkemuka di dunia.

Di Indonesia, lanjut Tomoaki, Omront mendukung inisiatif InaSH yang gencar mengampanyekan CERAMAH atau Cek Tekanan Darah di Rumah sejak 2018. Menurut InaSH, tekanan darah normal adalah ketika pembacaan di rumah menunjukkan sistolik/diastolik di bawah 135/85 mmHg. Di atas angka itu dianggap hipertensi. Sebagian besar serangan jantung dapat dicegah dengan deteksi dini, gaya hidup sehat, dan konsultasi dengan ahli jantung. Pengukuran tekanan darah secara teratur diikuti dengan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengontrol tekanan darah adalah cara sederhana namun efektif untuk menyelamatkan nyawa dari serangan jantung.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved