Trends Economic Issues zkumparan

Menteri ESDM: Punya Multiplier Effect, Lapangan Migas Tetap Perlu Dikembangkan

Menteri ESDM: Punya Multiplier Effect, Lapangan Migas Tetap Perlu Dikembangkan
Menteri ESDM RI Arifin Tasrif

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM) RI Arifin Tasrif mengatakan, industri hulu migas tidak akan serta merta ditinggalkan. Pasalnya industri ini menjadi salah satu pilar ekonomi Indonesia. Multiplier effect yang ditimbulkan oleh kegiatan ini, telah dirasakan sampai ke sektor-sektor pendukungnya.

“Kita melihat, penggunaan kapasitas nasional di sektor hulu migas cukup besar, baik dari sisi prosentase maupun nilainya. Sebagai contoh, pada 2020 penggunaan kapasitas nasional sebesar 57% dengan nilai pengadaan sekitar US$ 2,54 miliar,” ujar Arifin dalam “2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021” (IOG 2021) yang dilaksanakan secara hybrid melalui online dan secara offline di Bali, Senin (29/11/2021).

Berdasarkan hasil studi Universitas Indonesia atas dampak kegiatan usaha hulu migas tahun 2003 – 2017, multiplier effect industri hulu migas terus meningkat. Industri hulu migas yang pada mulanya didisain untuk menghasilkan manfaat berupa penerimaan negara secara maksimal, kemudian dikembangkan menjadi salah satu mesin penggerak kegiatan penunjangnya, seperti perbankan, perhotelan dan sebagainya. Dalam perhitungan umum, setiap investasi sebesar US$1, menghasilkan dampak senilai US$1,6 yang dapat dinikmati oleh industri penunjangnya.

Selain memberikan dampak langsung, menurut Arifin, industri hulu migas (terutama gas) juga akan menjadi penyokong energi pada masa transisi. Selain untuk mendukung pertumbuhan permintaan energi, gas juga akan dikembangkan untuk menggantikan energi batubara yang lebih banyak menghasilkan carbon. Dengan posisinya tersebut, maka konsumsi gas di masa depan akan meningkat signifikan.

“Kementerian ESDM sejak tahun lalu berusaha memaksimalkan volume penyerapan gas di dalam negeri, antara lain melalui kebijakan harga khusus untuk sektor kelistrikan dan industri tertentu. Kebijakan ini tentu akan mendorong penambahan konsumsi gas,” kata Arifin.

Oleh karena itu, Arifin menegaskan bahwa lapangan-lapangan migas tetap perlu dikembangkan. Potensi yang ada juga harus digali untuk menjamin penyediaan energi di masa depan. Bahkan potensi lapangan-lapangan migas non konvensional juga harus digali, demi pemenuhan kebutuhan masa depan.

“Saya mengerti, proses ini tidak sederhana dan membutuhkan dukungan serta kerjasama semua pihak untuk merealisasikannya. Teknologi yang maju dan ramah lingkungan dibutuhkan untuk menjawab tantangan ini sehingga kekurangan energi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di masa depan, dapat dikurangi,” tutur Arif.

Arifin juga menyoroti masalah energi transisi yang menjadi salah satu tren global terutama dalam beberapa tahun belakangan ini. Seperti diketahui, dunia sedang berusaha mengembangkan energi terbarukan untuk menekan emisi carbon.

Usaha ini didukung oleh para investor sehingga sejak 2005 hingga 2020 nilai investasi dunia di sektor energi terbarukan meningkat 8 kali lipat, dari sekitar US$ 61 miliar pada 2005 menjadi US$ 501 miliar pada 2020. Bahkan kata dia, pandemi Covid-19 yang terjadi sejak 2019 tidak menurunkan minat investasi.

“Gambaran agak berbeda ditunjukkan oleh sektor hulu migas. Kendati investasi global masih menunjukkan peningkatan, namun tidak setajam di sektor energi terbarukan. Bahkan pada saat pandemic Covid-19 kemarin, investasi sempat menurun,” terang Arifin

Lebih lanjut ia memaparkan, Indonesia yang merupakan salah satu negara pendukung low carbon, dengan komitmen untuk mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat juga sedang mengusahakan peningkatan pengembangan dan penggunaan energi terbarukan. Melalui beberapa kebijakan, pemerintah Indonesia sedang mengusahakan lompatan perubahan.

Namun menurut Arifin, pada masa transisi energi ini terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, antara lain masalah reability energi baru dan terbarukan yang memerlukan teknologi untuk menjaga intermittency. “Untuk itu, peranan industri hulu migas yang rendah carbon diharapkan bisa menjadi energy pada masa transisi ini. Industri hulu migas yang rendah carbon merupakan visi dari industri fosil dalam era transisi ke depan,” tutur Arifin.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved