Marketing Trends

Meraup Untung dari Film & Sinetron Daur Ulang

Meraup Untung dari Film & Sinetron Daur Ulang

Konsep daur ulang –lebih dikenal dengan istilah remake— bukan hal baru di industri perfilman. Bahkan, sejumlah studio besar di Hollywood pun gemar mendaur ulang film lama. Film tentang Superman, Batman dan Spiderman sudah berkali-kali dibuat ulang dalam beberapa tahun terakhir. Tak cuma film superhero yang dipermak ulang oleh Hollywood, beberapa film bergenre lain juga sukses dibuat ulang dan menghasilkan berkantong-kantong dolar, seperti King Kong, The Great Gatsby dan Dawn of The Dead.’

Di Indonesia, belakangan daur ulang film juga meruyak. Beberapa film yang didaur ulang bahkan meraih sukses komersial, seperti film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! dan film Ini Kisah Tiga Dara. Tak cuma film layar lebar, sinetron (sinema elektronik) yang tayang di televisi juga tak ketinggalan mengikuti tren remake, misalnya Jinny Oh Jinny, Tuyul & Mbak Yul, dan Catatan Si Boy.

Banyak alasan mengapa film daur ulang menjadi pilihan. Di Hollywood, misalnya, film-film daur ulang terbukti tetap mampu menghasilkan pemasukan besar. Sebagai contoh, film produksi DC Entertainment yang berjudul Suicide Squad saja, meskipun dibanjiri kritik pedas, nyatanya mampu berjaya sebagai salah satu film box office dunia dengan keuntungan US$ 745,6 juta atau hampir Rp 10 triliun. Padahal, biaya produksinya hanya US$ 175 juta.

Adapun film Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! menjadi salah satu contoh keberhasilan film remake di Indonesia. Film ini sukses meraih predikat sebagai film dengan raihan penonton terbesar dalam kurun waktu singkat. Hanya dalam 12 hari penayangan, film yang dibintangi Abimana Aryasatya, Vino G. Bastian dan Tora Sudiro ini telah disaksikan hampir 5 juta penonton (dan total penonton 6,8 juta orang). Film daur ulang itu berhasil menggeser film Laskar Pelangi yang telah delapan tahun menempati posisi film Indonesia terlaris sepanjang masa. Rumah produksi Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss!, Falcon Pictures, disebut-sebut memperoleh pendapatan kotor sebesar Rp 205 miliar dari film yang menelan biaya produksi di bawah Rp 15 miliar itu. “Biaya produksi (Rp 15 miliar) itu pun untuk dua film, karena produksinya bersamaan untuk Warkop DKI 1 dan 2. Cuma editing yang dipisah,” ungkap Anggy Umbara, sang sutradara film ini.

Anggy Umbara

Anggy Umbara, Sutradara

Anggy mengungkapkan, perolehan 6,8 juta penonton itu tidak terlepas dari besarnya popularitas personel Warkop DKI. Lewat karyanya yang jumlahnya sudah mencapai puluhan, nama Warkop DKI sudah sangat melekat di benak masyarakat. “Tinggal bagaimana menyeimbangkannya dengan strategi marketing yang tepat, eksekusi cerita, penyutradaraan, skenario, serta pemilihan pemain yang punya daya tarik sendiri ” ungkapnya.

Selain Jangkrik Boss! film Ini Kisah Tiga Dara, yang terinspirasi dari film lawas berjudul Tiga Dara, juga mendulang sukses. Selain tayang di Indonesia, film karya Nia Dinata tersebut juga ditayangkan di Festival Film Internasional Tokyo, dan selalu dipenuhi penonton setiap penayangannya.

Ke depan, tampaknya akan makin banyak lagi film daur ulang yang akan tayang. Maret 2017 saja, akan ada film Galih dan Ratna yang merupakan karya remake dari film Gita Cinta dari SMA. Juga, akan ada Sweet 20 yang mencoba mendaur ulang film Korea berjudul Miss Granny.

Sendi Sugiharto, produser film Galih dan Ratna, mengatakan bahwa fenomena remake, sequel dan prequel banyak terjadi di industri film dan musik. Tren tersebut hampir ada di semua negara yang maju industri perfilmannya, termasuk Korea Selatan, Jepang, China dan India. Ia melihat fenomena tersebut adalah hal wajar. “Apalagi, banyak film yang bagus dan memang layak dibuat kembali,” ungkap Sendi.

Untuk film Galih dan Ratna, ia tertarik melakukan remake lantaran ingin mengangkat kembali kisah cinta klasik Romeo dan Juliet-nya Indonesia di era sekarang. Bentuk daur ulang film Gita Cinta dari SMA, menurut dia, merupakan satu bentuk melestarikan salah satu harta karun film Indonesia.

Tantangan terbesar melahirkan film daur ulang, menurut Sendi, adalah bagaimana bisa menyeimbangkan soul cerita asli dengan kondisi kekinian. Film tersebut, kata dia, tidak boleh sama persis dengan film yang telah dibuat sebelumnya. Tujuannnya agar generasi milenial bisa merasa connected dan related ke film Galih & Ratna. Maklum, hal itu tidak mudah, mengingat ada rentang waktu yang sangat panjang –lebih dari 35 tahun– dari film asli ke film daur ulangnya. “Jadi, kami memang harus kerja keras.”

Dunia pertelevisian pun tak mau ketinggalan dengan tren ini, dengan mendaur ulang sejumlah sinetron yang dulu populer. ANTV (PT Cakrawala Andalas Televisi) merupakan salah satu stasiun televisi yang rajin mendaur ulang sinetron. Sinetron Putri Duyung, misalnya, didaur ulang dengan judul Gara-gara Duyung. Adapun serial Tuyul dan Mbak Yul didaur ulang menjadi Tuyul dan Mbak Yul Reborn. Namun, ada juga sinetron yang didaur ulang dengan judul yang sama, seperti Jin dan Jun.

Sinetron-sinetron remake tersebut tampaknya cukup memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan iklan di ANTV. “Untuk slot pagi, serial remake kami sudah dapat share dua digit. Rating-nya di atas 1,5 juta-2 juta penonton,” ungkap Monica Desideria, GM Komunikasi Pemasaran ANTV. Padahal, ANTV baru mulai menayangkan serial daur ulang pada kuartal III/2016. “Tetapi, kalau sudah bisa dapat share sampai double digit, itu sudah bagus sekali,” kata Monica senang. (Riset: Sarah Ratna).


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved