Management Trends

MUP Pertanyakan Soal Kemenangan Tender Mitra KAI

PT Mega Urip Pesona (MUP) mempertanyakan soal kemenangannya dalam tender pemilihan mitra pendayagunaan aset PT KAI terhadap tanah yang terletak di Jalan Laswi, Sukabumi, Bandung, Jawa Barat.

Kantor Hukum Lontoh & Partners yang menjadi tim kuasa hukum PT Mega Urip Pesona dalam keterangan tertulis baru-baru ini menyebutkan kasus tersebut terjadi saat Ignasius Jonan masih menjabat sebagai Dirut KAI pada 2014. “Saat itu, PT Mega Urip Pesona memenangkan proses pemilihan mitra pendayagunaan aset PT KAI, yang dibuktikan melalui surat PT KAI Nomor PL.102/IV/37/KA-2014 tertanggal 8 April 2014 tentang Pengumuman Seleksi Aspek Administrasi,” kata pengacara Nicholas Dammen yang mewakili PT Mega Urip Pesona

Bukti lainnya, lanjut Nicholas, adalah surat PT KAI Nomor PL.102/IV/55/KA-2014 tertanggal 11 April 2014 tentang Pengumuman Seleksi Aspek Konsep Pengembangan, serta surat PT KAI Nomor PL.102/VI/17/KA-2014 tertanggal 5 Juni 2014 tentang Pengumuman Seleksi Aspek Finansial.

“Berdasarkan keputusan tersebut, status PT Mega Urip Pesona sebagai pemenang bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat, kecuali dapat menjadi batal hanya apabila tidak mendapat persetujuan dari dewan komisaris dan Kementerian Negara BUMN selaku pemegang saham PT KAI,” tegas dia.

Nicholas juga juga menyebut pascaputusan tersebut, kewajiban KAI yang dipimpin Jonan dan para direksinya adalah mengajukan permohonan agar mendapat persetujuan dewan komisaris dan Kementerian BUMN. “Namun, KAI dan para direksinya tidak pernah mengajukan permohonan tersebut. Hal ini terbukti dalam persidangan di Pengadilan Negeri Bandung bahwa permohonan tersebut tidak pernah diajukan oleh KAI,” ungkap dia.

Akibatnya, imbuh Nicholas, dewan komisaris dan Kementerian BUMN tidak dapat memproses persetujuan status MUP sebagai pemenang. “Bahkan, dalam rentang waktu yang seharusnya digunakan untuk memproses persetujuan tersebut, KAI dan para direksinya justru melakukan negosiasi ulang terkait tata cara pembayaran,” terang dia.

Nicholas juga menyebut KAI dan para direksinya tak henti-hentinya mencari alasan untuk menghindarkan diri dari kewajiban hukumnya, termasuk dengan alasan bahwa lahan tersebut akan menjadi bagian dari program Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung. “Atas perbuatan ini, klien kami mengalami kerugian material mencapai Rp 433 miliar dan kerugian immaterial sebesar Rp 600 miliar,” katanya

Kerugian tersebut timbul karena perusahaan tersebut telah mengeluarkan dana yang cukup besar dalam melakukan pekerjaan pendahuluan, seperti plan review dan riset, termasuk penggunaan jasa Pusat Studi Urban Desain, penilai publik, akuntan dan konsultan hukum.

Kasus tersebut telah disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung, hingga banding di Pengadilan Tinggi Bandung. Namun, tim kuasa hukum kembali mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung karena meyakini terjadinya kesalahan penerapan dan pelanggaran hukum yang berlaku. Hal ini juga berkaitan dengan hak untuk mendapatkan perlindungan yang dimiliki MUP sebagai bagian dari entitas pengusaha nasional.

Selain itu, Nicholas pun menilai kasus ini menjadi preseden buruk bagi pengusaha nasional, mengingat Presiden Joko Widodo selalu menginstruksikan agar pengusaha nasional wajib dibina dan dilindungi oleh negara, termasuk oleh BUMN. “Kasus ini tentu saja menjadi noda dalam catatan mentereng Ignasius Jonan. Saat memimpin KAI antara 2009-2014, dia dianggap sebagai salah satu pejabat publik berprestasi dan tokoh utama yang mereformasi sistem perkeretaapian Indonesia,” ujarnya.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved