Trends Economic Issues zkumparan

Nasib Penerimaan Pajak dan SPT Tahunan Usai Gaya Mewah Pejabat DJP Terungkap

Kantor Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak. (Foto Dok DJP)

Kasus Mario anak Rafael Alun, salah seorang pejabat Eselon III di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membuka sisi lain dari kehidupannya selama ini. Gaya hidup mewah dan pamer harta kerap dilakukan Mario di media sosialnya. Sontak publik pun marah dan ramai-ramai mengadukannya ke Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Publik mengecam gaya hidup mewah para pejabat DJP. Mereka tidak rela pajak yang telah dibayarkan dipakai untuk membiayai hidup keluarga para pejabat di DJP dan tidak digunakan untuk kepentingan rakyat. Bahkan, mencuatnya kasus tersebut membuat warganet ramai-ramai mengungkapkan tidak mau bayar pajak.

“Saya sudah terlanjur benci, jadi ogah bayar pajak,” kata akun Basuki Hidayat. Hal yang sama juga dikatakan akun Elano Gavilan yang mengatakan “Mulai kejadian kemarin, gue jadi ogah bayar pajak,” ucapnya.

Sebagai orang nomor satu di Kemenkeu, Sri Mulyani merespons cepat dengan mencopot Rafael dari jabatannya di DJP. Selain itu, Ani (sapaan Sri Mulyani) juga memerintahkan Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemenkeu melakukan investigasi terhadap Rafael Alun dan para pejabat Kemenkeu yang memiliki harta tidak wajar. Sesuai LHKPN 2021 harta kekayaan Rafael Alun mencapai Rp56,1 miliar

“Saya menginstruksikan pencopotan saudara RAT dari jabatannya berdasar pada Pasal 31 ayat (1) PP 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pemeriksaan oleh Inspektorat Jenderal dilakukan kredibel dan teliti untuk penetapan hukuman disiplin yang tegas dan sesuai,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers beberapa hari yang lalu.

Selanjutnya Sri Mulyani juga mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang patuh membayar pajak sesuai UU. Pajak dan APBN adalah pondasi dan tiang negara, untuk membangun Indonesia.

“Kami menghargai dan terus mengharapkan dukungan masyarakat untuk ikut menjaga dan mengawasi Kementerian Keuangan. Masyarakat dapat menyampaikan informasi tentang keluhan, kecurangan, penyalahgunaan kewenangan di Kementerian Keuangan melalui layanan pengaduan kami,” ucapnya.

Dampak pada penerimaan pajak dan laporan SPT

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono menjelaskan kasus tersebut bisa saja memberikan dampak terhadap penerimaan pajak dan laporan SPT, namun bisa juga tidak. Menurutnya keramaian soal tidak mau membayar pajak itu terjadi pada tataran orang pribadi yang memiliki media sosial. Sementara orang pribadi sudah dipotong pajak, misal kalau dia pegawai melalui pemotongan PPh 21.

“Saya optimistis efeknya enggak gede, cuma sementara saja. Buktinya apa? Angin Prayitno Aji (Eks pejabat pajak penerima suap terkait pengurusan pajak) dari PT Jhonlin dan Panin itu enggak ngefek ke target penerimaan pajak, bahkan (tahun 2022) penerimaan pajak melampaui target,” kata Budi saat dihubungi SWA Online Selasa (28/2/2023).

Budi mengapresiasi langkah cepat Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mencopot dan memproses pejabat yang bersangkutan. Hal ini agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga, kalau sudah runtuh sulit untuk membangunnya kembali.

“Saya melihat dampaknya sekilas. Kalapun nanti sampai Maret contoh yang tidak lapor SPT Tahunan itu paling 100.000, tetapi mereka pribadi sudah dipotong pajaknya, kalau gajian Januari Februari sudah dipotong. Paling yang enggak lapor 100.000 orang, nanti juga datang surat cinta kepada wajib pajak orang pribadi kalau belum lapor SPT, kasih surat teguran. Kalau tetap enggak mau ya periksa, ujung-ujungnya lapor juga,” katanya.

Menurut Budi, otoritas pajak sudah punya instrumen lengkap untuk melakukan pengawasan terhadap wajib pajak dan pengelolaan pajak negara. Semuanya sudah ada dalam UU Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan. “Yang patuh lapor SPT kasih keringanan, kemudahan, lalu mereka yang kurang patuh kasih konseling, yang ada indikasi tidak mau patuh kasih surat cinta, kalau betul tidak mau patuh pemeriksaan, lalu penyidikan, itu ada semua,” ujarnya.

Mengenai jumlah kekayaan yang dinilai tidak wajar, Budi menjelaskan harus dilihat dari sumbernya dan ada beberapa kemungkinan pertama dari penghasilan sesuai jabatan sebagai pegawai pajak, ini sumber resmi. Kedua dari harta warisan, ini masih oke dan harus dilacak, warisan suami atau istri. Ketiga bisa jadi bisnis, baik bisnis istri atau suami.

“Semuanya bisa dan dalam kerangka yang tidak melawan hukum. Yang keempat penghasilan yang melawan hukum, melawan hukumnya di mana? Bisa dari petugas pajak kongkalikong dengan wajib pajak. Caranya memang beragam dan sulit terdeteksi. Sekarang sudah ketat, ada pengawasan internal di DJP dan Kemenkeu, belum lagi pengawasan eksternal. Sehingga nanti mereka mencari orang yang satu frekuensi, kalau wajib pajak mau tapi petugasnya tidak mau maka enggak dapat, jadi harus sama-sama mau dan bisa menjaga rahasia, nah yang terjadi sekarang ini seperti itu,” ucapnya.

Respons Kemenkeu agar tidak memunculkan dampak yang berkepanjangan sudah bagus, KPK juga sudah bergerak memeriksa Rafael Alun terkait kekayaannya. Untuk DJP, Budi menyarankan agar melakukan action untuk memperbaiki citra atau kepercayaan masyarakat.

“Apalagi DJP Satunya (Dirjen Pajak Suryo Utomo) juga keseret juga (Isu moge dan gaya hidup mewah). Nah kalau begini sebetulnya bisa juga Menteri Keuangan mencopot daripada memunculkan imbas jelek, copot aja jadi. Karena kalau sudah gitu merembet, kepercayaan itu penting karena dengan kepercayaan diharapkan masyarakat punya voluntary compliance, patuhnya sukarela,” kata Budi menutup penjelasannya.

Editor : Eva Martha Rahayu

Swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved