Trends

Pasokan Sayur Melimpah, Kementan Klaim Bisa Ekspor

Ilustrasi - Petani memanen sayuran wortel (ANTARA FOTO)
Ilustrasi – Petani memanen sayuran wortel (ANTARA FOTO)

Kementerian Pertanian atau Kementan menegaskan produksi pertanian dan sayuran segar dalam negeri masih sangat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, bahkan selama masa pandemi Covid-19 ini.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto mengatakan beberapa jenis sayuran daun segar seperti selada, bayam, kangkung, kubis, wortel produksi dalam negeri bahkan bisa ekspor karena pasokan dalam negeri melimpah.

“Dalam masa pandemi kita lihat sendiri, petani sampai kesulitan menjualnya karena produksi melimpah. Kami bantu petani memasarkan, bahkan kami bantu distribusinya,” kata Prihasto dalam keterangan tertulis, Senin, 25 Mei 2020. Menurutnya, penguatan dan pemberdayaan produk pertanian lokal harus digenjot.

Pihaknya, berharap momen pandemi ini menjadi momentum untuk makin cinta produk petani Indonesia. Kekayaan ragam buah dan sayuran lokal lebih sehat, dan menolong petani sendiri. “Kalau ada pengamat yang cerita impor sayuran kita meningkat di tahun 2019, dari data BPS bisa di kroscek, impor tersebut adalah terbesar bawang putih dan kentang industri. Komoditas ini masuk dalam kelompok aneka sayuran. Nyatanya kita masih butuh pasokan besar memang,” ujar dia.

Bawang putih, kata dia, volumenya mencapai 38,62 persen dari total nilai impor seluruh jenis sayuran, disusul kentang olahan industri, bawang bombay dan cabai kering. Ia berujar impor tersebut dibutuhkan lantaran pasokan dalam negeri saat ini belum mencukupi kebutuhan masyarakat, karena bawang putih tumbuh optimal di daerah sub tropis seperti Cina.

Produksi bawang putih nasional meskipun naik dari 49 ribu ton menjadi 88 ribu ton, ujar Prihasto, jumlahnya masih belum dapat memenuhi kebutuhan nasional yang mencapai 580 ribu ton per tahun. “Begitu pula kentang industri, yang berbeda dengan jenis kentang sayur (granola). Jenis Granola kita malah sudah bisa ekspor. Jadi impor sayuran hanya pada komoditas sayur yang produksi kita masih rendah,” kata dia.

Sebelumnya, Ekonom senior Universitas Indonesia Faisal Basri Mengatakan adanya krisis akibat Covid-19 menunjukkan kurangnya ketahanan pangan di Tanah Air. Karena secara umum, menurut dia, impor pangan Indonesia selama ini tergolong tinggi.

Salah satu komoditas pangan yang banyak diimpor adalah sayuran. “Impor sayur, saya kaget. Impor sayur itu sudah mencapai 770 juta dolar setahun pada 2019,” ujar Faisal menyitir data dari Badan Pusat Statistik dalam diskusi daring, Jumat, 22 Mei 2020.

Apabila dikonversi ke rupiah, nilai impor sayur itu mencapai sekitar Rp 11,55 triliun dengan asumsi nilai tukar Rp 15.000 per dolar Amerika Serikat. Faisal mengatakan impor sayuran tersebut paling banyak didatangkan dari Cina dan trennya terus menanjak.

Selain sayuran, Indonesia juga tercatat sebagai importir buah-buahan. Berdasarkan data 2019, dalam setahun Indonesia bisa mendatangkan buah dengan total US$ 1,5 miliar atau senilai Rp 22,5 triliun. “Raja impor buah juga Indonesia, ini grafiknya naik seperti roket,” kata Faisal.

Ihwal persoalan tersebut, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri menegaskan kondisi neraca perdagangan pertanian saat ini masih positif bila berbasis data BPS. “Perdagangan internasional, adalah hal yg wajar, karena tiap negara punya keunggulan komparatif dan kondisi agroekologi wilayah dan iklim yang spesifik,” kata Kuntoro. “Yang harus kita jaga adalah, neraca dagannya menguntungkan bagi kita.”

Neraca perdagangan komoditas pertanian dengan Cina tahun 2019, kata dia, bila melihat nilainya, Indonesia melakukan ekspor senilai US$ 3,89 Miliar dan impor senilai US$ 2,02 Miliar. Sehingga, pada tahun 2019, Indonesia surplus senilai 1,87 Miliar USD dari Cina. Sementara, di periode Januari-Maret 2020, Kuntoro mengatkan Indonesia sudah surplus US$ 164 juta dari Cina untuk komoditas pertanian.

“Untuk volumenya, tahun 2019 sebesar 5.762.987 ton, naik 49,86 persen dibanding 2018, khusus sektor hortikultura pun neracanya tumbuh positif hingga 8,25 persen,” kata Kuntoro. “Ini adalah dampak positif penguatan produksi dalam negeri dan membuka akses pasar ekspor yang dilakukan pemerintah.”

Sumber: Tempo.co


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved