Trends

Pemerintah Gandeng Investor dan Sektor Swasta dalam Pembangunan Infrastruktur

Ketua BKPM Thomas Lembong

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bekerjasama dengan PT Bank HSBC Indonesia (HSBC) menyelenggarakan Infrastructure Forum sebagai bagian dari Parallel Events IMF-WB Annual Meetings (AM) 2018 di Ayana Hotel & Resorts, Jimbaran, Bali, sebagai wadah bagi para investor untuk berkomunikasi dengan Pemerintah terkait berbagai peluang investasi infrastruktur di Indonesia.

“Infrastructure Forum ini merupakan forum komunikasi antara Pemerintah dengan para investor dalam dan luar negeri, baik di sektor infrastruktur maupun keuangan dan lembaga perbankan, mengenai peluang pengembangan sektor infrastruktur di Indonesia serta perkembangan-perkembangan terkini dalam skema pendanaan infrastruktur,” ungkap Kepala BKPM, Thomas Lembong.

Acara yang dihadiri oleh lebih dari 400 peserta yang terdiri dari investor, corporate banking clients, private banking consumers dan fund management companies ini menghadirkan Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng; Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen, serta Ekonom dan Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri pada panel ‘Towards Indonesia 2045’. Sedangkan Presiden Direktur Pelindo II Elvyn G. Masassya, Head of Infrastructure Advisory Global Transport and Logistic Industry Leader Price Waterhouse Coopers Indonesia Julian Smith, Direktur Pengembangan Proyek dan Jasa Konsultasi PT Sarana Multi Infrastruktur Darwin Trisna Djajawinata dan Chief Financial Official Power China International Ltd. Tianfu Yang dihadirkan pada sesi panel ‘Realising Indonesia’s Growth Ambition’.

Selain itu, pada sesi High Tea Event Kepala BKPM juga khusus bertemu dengan lima perusahaan dari berbagai negara, seperti China, Hongkong, Belanda dan Malaysia dengan nilai investasi mencapai USD 31,4 miliar untuk sektor infrastruktur yang meliputi bidang power plant, pelabuhan, konstruksi dan logistik. “Diperlukan konsolidasi dan koordinasi yang kuat antara moneter, fiskal dan dunia usaha untuk mewujudkan pembangunan nasional”, Thomas Lembong menegaskan.

Indonesia yang baru saja diterpa musibah bencana alam yang terjadi di NTB (Nusatara Tenggara Barat) dan Sulawesi Tengah, menyebabkan mayoritas infrastruktur vital di daerah-daerah tersebut, termasuk diantaranya bandara, gardu listrik, pelabuhan dan menara telekomunikasi, mengalami kerusakan yang cukup parah. Dari hal tersebut, Kepala BKPM menyampaikan pentingnya pembangunan infrastruktur yang mengedepankan aspek ‘disaster preparedness’.“Kiranya forum ini dapat kita optimalkan untuk mendiskuksikan strategi mewujudkan pembangunan infrastruktur yang lebih baik dan tahan dari terpaan bencana. Selain itu, dari segi financial, bagaimana penerapan manajemen risiko bencana dan inovasi-inovasi finansial lainnya yang dapat diterapkan untuk kesiapan menghadapi bencana,” tutur Tom Lembong. .

Melihat kebutuhan sektor swasta untuk berperan lebih demi merealisasikan pembangunan proyek infrastruktur Indonesia, Deputy Chairman and Chief Executive HSBC Asia Pacific Peter Wong menuturkan dalam pidato pembukanya terkait potensi yang dimiliki oleh Indonesia dan harapannya untuk memperkenalkan ke kancah dunia. “Tidak hanya besar di jumlah populasi penduduk, namun Indonesia juga memiliki banyak sekali potensi yang siap digali dan dimanfaatkan. Namun, diperlukannya penghubung yang baik secarafisik, ekonomi, dan pembiayaannya. Dengan kata lain, infrastruktur adalah kuncinya,” ucap Wong.

Presiden Direktur PT Bank HSBC Indonesia, Sumit Dutta, mengungkapkan HSBC berperan serta dalam menghubungkan nasabah global HSBC untuk turut ambil bagian dalam pembangunan infrastruktur Indonesia. “Dalam rangka realisasi rancangan pembangunan infrastruktur Indonesia, pemerintah dan pihak swasta membutuhkan skema pembiayaan yang baik dan solutif demi menunjang keberlanjutan pembangunan proyek infrastruktur di masa mendatang, salah satunya adalah melalui investasi diproyek pembangunan infrastruktur ini,” jelas Sumit Dutta.

Dari data Asian Development Bank tercatat, estimasi kebutuhan investasi infrastruktur Asia daritahun 2016-2030 tercatat USD 22,6 triliun atau sekitar USD 1,5 triliun per tahun. Dengan memperhitungkan mitigasi bencana dan adaptasi kenaikan biaya investasi yang dibutuhkan meningkat menjadi USD 26,2 triliun atau USD 1,7 triliun per tahun. Untuk Asia Tenggara, dalam periode 2016-2030 tersebut membutuhkan investasi infrastruktur sebesar USD 2,7 triliun dan dengan memperhitungkan mitigasi bencana dan adaptasi kenaikan bencana menjadi sebesar USD 3,1 triliun.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved