Management Strategy Trends

Penerapan Tax Amnesty Harus Dikawal Baik

Penerapan Tax Amnesty Harus Dikawal Baik

Disahkannya Undang-Undang Tax Amnesty pada 18 Juli 2016 menghadapkan pemerintah Indonesia dengan tantangan terbaru. Terutama tantangan akan adanya penjegalan kemungkinan tax amnesty oleh beberapa negara yang berkepentingan seperti halnya Singapura. Meski telah menyetujui keterbukaan data perbankan, ternyata Singapura memberlakukan beberapa strategi yang bertujuan untuk mempertahankan aset orang Indonesia di Singapura.

tax

Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, mensinyalir upaya tersebut dijalankan secara private atau person to person. Alih-alih repatriasi mendukung, WNI dirayu untuk hanya mendeklarasikan kepemilikan asetnya. Sebagai imbalan, bank-bank di negeri itu akan membayar selisih tarif tebusan antara repatriasi dan deklarasi yang diatur dalam Undang-undang Pengampunan Pajak.

Untuk mementahkan upaya Singapura itu, Prastowo mengatakan perlunya perbaikan regulasi dan iklim investasi, reformasi perbankan, serta peningkatan kepastian hukum. Langkah perbaikan itu sekaligus akan membuat kebijakan tax amnesty menjadi lebih manarik sehingga repatriasi aset mendapat sambutan luas. Selain itu, Ia juga berpendapat bahwa Pemerintah perlu menegaskan keberpihakan pada penguatan perbankan nasional.

“Sudah sepantasnya amnesti pajak ini menjadi kesempatan untuk bank-bank BUMN ambil bagian yang utama dan pertama, sambil mereka diberi kesempatan berkembang dan kuat. Jika kemudian bank-bank BUMN tidak sanggup menampung dan menyalurkan dana repatriasi, kesempatan dapat diberikan kepada Bank Swasta Nasional,” ujar Prastowo.

Ia juga menyatakan bahwa Presiden perlu segera menginstruksikan Kementerian dan lembaga terkait, termasuk Pemerintah Daerah. Tujuannya adalah untuk menyesuaikan diri dan memfasilitasi proses investasi terutama di sektor riil yang berdampak luas.

Beberapa hal yang belum terselesaikan dan ditunggu kepastiannya oleh masyarakat wajib pajak seperti koordinasi kelembagaan harus segera diberikan kepastian. Seperti di antaranya Pemerintah dan KPK terkait kerahasiaan data amnesti, LHKPN dengan PPATK terkait kewajiban pelaporan transaksi dan pengenalan nasabah, serta IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) terkait pengungkapan harta dalam rangka amnesti dan opini serta kewajiban pernyataan kembali oleh akuntan publik. Sebab, jika tidak memberi kepastian terkait tiga hal ini, amnesti pajak dikhawatirkan tidak akan optimal.

“Soal kenyamanan wajib pajak merupakan tantangan, sebaiknya hal tersebut tidak menjadi hal yang dibesar-besarkan. Pengorbanan dan kemurahan hati Pemerintah sebaiknya tidak dimanfaatkan untuk meminta fasilitas yang tidak pada tempatnya,” tambah Prastowo.

Guna mengawal program amnesti pajak yang merupakan program penting pemerintahan Presiden Joko Widodo, Prastowo menghimbau perlu segera dibentuk satuan tugas multipihak yang bersifat independen dan bebas intervensi.

“Semua memiliki tugas untuk menerjemahkan visi Presiden, mengawal pelaksanaan amnesti pajak, mencegah terjadinya moral hazard, memantau repatriasi dan investasi, dan memastikan agenda reformasi pajak agar dijalankan dengan baik, Sehingga pasca-amnesti sistem perpajakan baru telah siap dijalankan sehingga menjamin keberlanjutan penerimaan pajak bagi pembangunan,” ujar Prastowo menutup pembicaraan. (EVA)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved