Business Research Trends zkumparan

Pengelolaan Sampah Plastik Ala Unilever

Head of Suistanable Business Unilever Indonesia, Sinta Kaniawati.

Unilever menyadari betul perannya sebagai perusahaan FMCG (Fast-Moving Consumer Goods) menghasilkan kemasan produk yang dapat mendegradasi lingkungan. Oleh karena itu, pihaknya memberikan perhatian utama mengenai bagaimana mengelola sampah plastik.

Menurut Head of Suistanable Business Unilever Indonesia, Sinta Kaniawati, pihaknya telah menandatangani komitmen untuk ikut serta dalam gerakan New Plastic Economy, yang digagas oleh Ellen MacArthur Foundation. “Plastik merupakan salah satu bahan baku penting dalam pembuatan produk-produk Unilever, karenanya komitmen ini penting,” ungkapnya.

Menurut Sinta, hal ini juga sejalan dengan ambisi perusahaan yang ingin menumbuhkan bisnisnya hingga dua kali lipat pada 2020. Dan secara bersamaan ingin mengurangi dampak negatif pada lingkungan. Dalam penerapan circular econony (CE) di Unilever, yaitu setiap sampah dari setiap produk yang dihasilkan akan diproses kembali.

Kemasan sachet dengan paduan plastik dan lapisan aluminium merupakan yang paling kompleks, karena tidak dapat dipisahkan dengan manual/tangan. Kemasan seperti ini dapat ditemui pada produk kopi instan. “Dalam prosesnya, setelah plastik dan aluminium dipisahkan, bahan plastik yang terbuat dari bahan dasar PE diolah menjadi pelet plastik. Pelet plastik jadi bahan baku yang bisa dibuat lembaran plastik baru yang kemudian dapat diproduksi sebagai kemasan baru,” jelasnya.

Unilever memiliki teknologi untuk memisahkan plastik dan aluminium, yang disebut Creasolv. Teknologi ini ditemukan atas bantuan mitra Unilever, lembaga riset asal Jerman bernama Fraunhofer Institute dan diujicobakan pertama kali di Indonesia. Pasalnya, terdapat banyak sampah jenis kombinasi plastik dan aluminium dan belum menemukan solusi konkretnya.

Raksasa FMCG asal Belanda ini juga berkolaborasi dengan mitra pemasok kemasannya untuk membangun mini plant di Sidoarjo, Jawa Timur. Kapasitasnya masih relatif kecil yang dapat menampung 6-9 ton sampah per hari untuk menghasilkan bahan baku plastik sebesar 3 ton. Unilever sadar tantangan masalah sampah ini, karena itulah perusahaan membina komunitas bank sampah. “Kini telah ada di beberapa wilayah dan dari sanalah kemasan plastik yang mengandung PE dikirimkan untuk bisa diolah di mini plant tersebut,” ujar Sinta.

Unilever bekerja sama dengan fasilitas milik pemerintah, TPS 3R, yang merupakan tempat pengolahan sampah terpadu yang ada di setiap kecamatan. Saat ini ada delapan TPS 3R yang digandeng, berlokasi di Jawa Timur. Sinta, menyebutkan, perusahaan telah menggerakan program bank sampah yang melibatkan total 1.630 bank sampah. Pada 2017 berhasil mengumpulkan sampah total seberat 4.363 ton. “Seluruh pabrik kami juga sudah berkomitmen tidak membuang sampah kel landfill, jadi harus diolah lagi,” katanya.

Ia juga mengklaim telah mengurangi emisi karbon sebesar 28,35% dan mengurangi penggunaan air hingga 33,28%. Di level antar-korporasi, Unilever tergabung dalam koalisi untuk kemasan berkelanjutan, bernama PRAISE (Packaging and Recycling Association for Indonesia Suistanable Environment). Koalisi ini berdiri Februari 2017, digagas oleh Coca-Cola, Danone Aqua, Indofood, Nestle, dan Tetra Pak.

Reportase: Herning Banirestu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved