Management Technology Trends zkumparan

Pentingnya Sinergi SMK-Korporat untuk Singkronisasi Suplai Tenaga Kerja 4.0

Pentingnya Sinergi SMK-Korporat untuk Singkronisasi Suplai Tenaga Kerja 4.0
Yulius, Asisten Deputi Ketenagakerjaan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Dok. SWA)

Indonesia sedang mendapatkan bonus demografi. Namun, hal ini bisa jadi malapetaka bila kualitas sumber daya manusia (SDM) tidak dapat memenuhi tantangan industri 4.0.

Hal tersebut disampaikan oleh Yulius, Asisten Deputi Ketenagakerjaan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam acara Indonesia Development Forum (IDF) 2019 di Jakarta, (22/7/2019). Yulius mengatakan, permasalahan yang ada adalah ketidaksingkronan kebutuhan pasar tenaga kerja dengan SDM hasil didikan.

Salah satu faktornya adalah lembaga terkait pendidikan vokasi masih berjalan sendiri-sendiri. Ke depan, pemerintah akan mengkoordinasikan semua lembaga melalui Komite Vokasional Nasional.

Selain itu, pemerintah juga akan mengeluarkan kebijakan di mana perusahaan harus menyelenggarakan pelatihan vokasional untuk tenaga kerja Indonesia. “Pada tahun 2020 kami akan mengeluarkan kartu pra kerja. Orang lulusan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) atau universitas menerima pelatihan dan uang saku,” ujarnya.

Sementara itu, Javier Luque, Senior Education Specialist, World Bank mengatakan bahwa pihaknya telah mendatangi beberapa SMK di Indonesia dan menemukan beberapa yang berhasil dalam usaha menghubungkan supply-demand tenaga kerja. “Mereka terhubung dengan sektor privat dan menganalisis kondisi di pasar kerja,” ucapnya.

Kendati begitu, tetap diperlukan peningkatan kualitas SMK yang ada, mengingat kita akan menghadapi industri 4.0. “Ini memerlukan perubahan perubahan paradigma. Pekerjaan yang berupa rutinitas dan pasif akan beralih menjadi lingkungan kerja di mana para pekerja diberikan goal yang harus dicapai dan mereka harus menyelesaikannya,” kata Javier.

Para tenaga kerja tersebut perlu bekerja dengan berbagai konsumen dan rekan kerja. Caranya adalah dengan kemampuan beradaptasi. Selain itu, mereka juga harus punya keterampilan teknis yang tepat untuk memenuhi kebutuhan pasar. Mereka harus dibuat terbiasa dengan teknologi informasi.

Selain itu, perlu diadakan pelatihan ulang para guru untuk mengubah cara ajar. Javier mengatakan, “Cara mengajar yang berfokus pada guru harus diubah menjadi fokus ada murid.”

Pada kesempatan yang sama, Albertus Murdianto, Kepala Sekolah SMK St Michael Surakarta menceritakan kondisi sekolahnya yang sudah berafiliasi dengan korporasi. Ia mengaku, pihaknya sudah memborong pendidikan berbasis industri 4.0 tanpa meninggalkan karakter dasar sekolah, yakni disiplin, jujur, tanggung jawab, dan inovasi.

“Sebelum tahun ajaran baru kami sudah mencari materi ajar dari customer yang kami sesuaikan degan kompetensi yang ada. Kami kemas dalam jobsheet, yakni pedoman untuk melaksanakan praktik,” ujar Albertus. Setelah itu, dalam praktiknya, siswa akan diberikan dua shift untuk membiasakan mereka bekerja di industri.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved