Management Trends zkumparan

Penyandang Disabilitas Perlu Dilibatkan dalam Program Pembangunan

Penyandang Disabilitas Perlu Dilibatkan dalam Program Pembangunan
Ada tiga prioritas isu yang diangkat dan empat permasalahan utama yang didapatkan dalam lokakarya ini.

Penyandang disabilitas adalah bagian dari warga negara Indonesia, yang mempunyai kewajiban yang sama untuk berperan aktif dalam pembangunan dan memiliki hak yang setara sebagaimana warga negara lainnya.

Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 mencapai 21,5 juta jiwa atau 8,56% dari total populasi yang saat ini mencapai 264 juta jiwa. Jumlah tersebut diyakini masih lebih kecil jika dari jumlah yang sesungguhnya yang dilaporkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), dimana 15% dari populasi global saat ini merupakan penyandang disabilitas.

Pada tingkatan nasional, Indonesia telah mencapai sejumlah kemajuan yang cukup penting dalam upayanya untuk menjamin, memenuhi dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas dengan disahkannya Undang-Undang No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Meskipun saat ini upaya perumusan 7 Rancangan Peraturan Pemerintah sebagai turunannya belum selesai, namun baik pemerintah maupun Organisasi Penyandang Disabilitas terus berupaya mendiskusikan hal ini secara konstruktif untuk menuntaskannya.

Saat ini, Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 memandang disabilitas secara lebih holistik dengan kerangka Hak Asasi Manusia. Disabilitas tidak lagi sekedar dilihat dari kondisi atau jenis kedisabilitasan individu tetapi justru melihat bagaimana sulitnya atau ketiadaan akses dan hambatan lingkungan sosial sebagai penghalang terbesar bagi pemenuhan hak-hak dasar mereka.

Undang-undang ini juga menegaskan bahwa seluruh sektor mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk mengarusutamakan isu disabilitas dalam kebijakan dan program kerja sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Selaras dengan hal ini, pada tingkatan regional di Asia Tenggara, pengarusutamaan disabilitas dalam pembangunan telah menjadi komitmen bersama dengan diadopsinya ASEAN Enabling Masterplan 2025: Mainstreaming the Rights of Person With Disability oleh negara-negara anggota pada 15 November saat ASEAN Summit ke-33, yang kemudian diluncurkan oleh ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR) pada 3 Desember 2018 di Bangkok, Thailand.

Dokumen ini berisikan 76 Rencana Aksi yang direkomendasikan agar dapat digunakan sebagai pedoman dalam pengarusutamaan disabilitas kedalam kebijakan dan program pembangunan masing-masing negara.

Terkait dengan hal tersebut, Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) melalui program Advokasi Pemungkinan Rencana Induk ASEAN sampai dengan Tahun 2025 (The ASEAN Enabling Masterplan Advocacy in Indonesia (AEMAI) dengan dukungan IFES/AGENDA telah melakukan serangkaian kegiatan untuk berkontribusi bagi upaya Indonesia dalam mewujudkan komunitas ASEAN yang inklusif terhadap penyandang disabilitas.

Dari lokakarya advokasi kebijakan yang melibatkan 15 organisasi penyandang disabilitas di tingkat nasional, dirumuskan tiga prioritas isu beserta rencana aksi yang menjadi agenda bersama yaitu: (1) Perlindungan hukum; (2) Penghapusan stigma dan diskriminasi dan (3) Ketenagakerjaan.

Lokakarya juga merekomendasikan urgensi sinergi multipihak dalam pelaksanaannya. Data dan informasi terkait hal ini disajikan dalam dokumen Advokasi Bersama yang telah digunakan sebagai bahan audiensi dengan sejumlah kementerian dan partai politik.

“Berdasarkan identifikasi isu prioritas dan analisa kebijakan yang telah dilakukan, kami berharap kita bersama-sama mendesakan kembali agenda pengarusutamaan disabilitas dalam kebijakan dan program pembangunan,” ujar Gufroni Sakaril, Ketua Umum PPDI, di Jakarta (7/8/2019).

Selain itu, sebuah kajian analisa kebijakan juga telah dilakukan untuk mengetahui hak atas identitas kewarganegaraan dan administrasi kependudukan bagi penyandang disabilitas sebagai salah satu elemen kunci dalam pemenuhan hak-hak universal lainnya.

Dari kajian ini teridentifikasi empat permasalahan utama, yaitu: Aksesibilitas dalam mendapatkan dokumen kependudukan; Minimnya partisipasi aktif dan efektif penyandang disabilitas dalam proses administrasi kependudukan; Minimnya peran administrasi kependudukan dalam menghadirkan data yang akurat; dan Kesalahan penggunaan istilah. Informasi kajian lengkap dan rekomendasi yang dirumuskan telah disusun sebagai dokumen analisis kebijakan sebagai bahan advokasi kepada pihak terkait.

“Kami mengajak pemerintah, organisasi penyandang disabilitas, organisasi masyarakat sipil, organisasi mitra pembangunan, perguruan tinggi, pihak swasta dan media untuk bersama-sama melakukan sosialisasi ASEAN Enabling Masterplan 2025 secara lebih luas dan berkontribusi semaksimal mungkin sesuai dengan peran dan bidang masing-masing. Apalagi dengan mempertimbangkan jadwal Indonesia untuk melaporkan perkembangan implementasi Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Penyandang Disabilitas, yang akan dilakukan pada tahun 2020”, tegas Gufroni.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved