Trends Economic Issues

Perbankan Apresiasi Perpanjangan Kebijakan Restrukturisasi Kredit

Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai sangat membantu perbankan mencegah terjadinya kredit macet di masa pandemi Covid-19, terutama dari kebijkan relaksasi pinjaman dan pembiayaan. Kebijakan ini akan memperkuat kinerja industri keuangan tahun 2021.

Kebijakan relaksasi kredit ini membantu pemulihan ekonomi dari sisi perbankan dan saling menopang dengan kebijakan stimulus pemerintah lainnya, seperti penempatan dana Pemerintah di perbankan, serta upaya perbaikan sisi permintaan di sektor riil.

“Peran OJK sangat membantu perbankan, terutama dalam bagaimana relaksasi yang dilakukan oleh OJK, sehingga bank bisa leluasa melakukan restrukturisasi kredit dan pembiayaan,” jelas Andry Asmoro, Ekonom PT Bank Mandiri Tbk (14/12/2020).

Dia mengatakan, pemulihan ekonomi ini adalah kerja bersama berbagai pihak, terutama kerja antara otoritas moneter, yaitu Bank Indonesia, serta otoritas sektor keuangan, yaitu OJK, otoritas fiskal, yaitu Kementerian Keuangan. Ketiga lembaga ini, jelasnya, memang harus bersinergi.

“Kerja sama ini sudah dibuktikan bahwa dampaknya sudah terjadi pemulihan di ekonomi, walaupun pemulihannya belum terjadi di semua sektor karena Covid-19 sudah berlangsung lama dan menyebabkan dampak negatif di banyak sektor,” jelas Andry.

Selanjutnya, dari sisi perbankan, untuk pertumbuhan kredit sangat dipengaruhi kinerja di sektor riil. Sedangkan, kinerja di sektor riil sangat dipengauhi oleh pemulihan dampak dari Covid-19. Artinya, yang paling perlu menjadi fokus perbaikan adalah sisi permintaannya. Apakah permintaan sudah mulai pulih atau belum.

Andry menambahkan, dari sisi permintaan diperkirakan belum akan pulih tahun 2021 karena vaksin juga belum bisa terdistribusi secara penuh. Kondisi ini akan ikut menghambat pertumbuhan industri keuangan.

Ekonomi, ujarnya, diperkirakan masih akan bergerak sekitar 60 persen sampai 70 persen dari total kapasitasnya. Ekonomi akan kembali putih seperti kondisi sebelum pandemi tahun 2022, tetapi kecepatannya akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan regulator dan masyarakat dalam memaksimalkan momentum pertumbuhan.

Dampak dari belum pulihnya sektor riil ini, maka kemungkinan pertumbuhan kredit masih seperti yang diproyeksikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yaitu sekitar 1 persen sampai 4 persen tahun 2021.

“Kami memproyeksikan pertumbuhan kredit masih maksimal 5 persen. Jadi masih di bawah 5 persen tahun 2021. Kondisi ekonomi sebelum ke level pandemi, diperkirakan akan tercapai tahun 2022,” tambahnya.

Lebih jauh, dia mengatakan pemulihan sektor riil akan mempengaruhi sektor keuangan karena sektor keuangan mendukung sektor riil, terutama dari sisi financial dan pembiayaan. Artinya kalau sektor riil belum pulih, pertumbuhan kredit masih tetap rendah.

Di sisi lain, Andry mengungkapkan ada beberapa sektor yang sebenarnya juga relatif cepat pemulihannya. Seperti sektor informasi komunikasi dan teknologi menjadi sektor yang justeru diuntungkan di masa pandemi. Jika ada dampak, umumnya tidak besar.

Sektor makanan dan minuman sempat terkena dampak negatif, tetapi sekarang sudah relatif lebih membaik. Sektor transportasi darat relatif membaik karena tidak ada lagi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kemudian, sektor kesehatan di bidang farmasi juga sudah membaik.

“Sektor perdagangan, meski masih rendah, tetapi karena tidak ada lagi PSBB, saat ini pelaku usaha sudah mulai leluasa berdagang. Sektor pertanian juga permintaannya sudah mulai tinggi, apalagi ada upaya mencegah terjadinya krisis pangan,” terangnya.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved