Business Research Trends zkumparan

Peringkat Utang Bank Mandiri Naik ke Level BBB

Peringkat Utang Bank Mandiri Naik ke Level BBB
Bank Mandiri

Konsistensi Bank Mandiri dalam mencetak kinerja positif dalam empat tahun terakhir membuahkan hasil. Lembaga pemeringkat internasional, S&P Ratings menaikkan peringkat utang jangka panjang bank pelat merah itu menjadi ‘BBB-’ dengan outlook ‘stabil’, dari sebelumnya ‘BB+’.

Peringkat baru ini berlaku untuk utang yang akan dilakukan perseroan dalam mata uang rupiah, maupun valuta asing. Menurut Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Panji Irawan, kenaikan peringkat tersebut menjadikan Bank Mandiri sebagai salah satu korporasi terbaik di Indonesia yang berhasil mendapatkan peringkat Investment Grade dari tiga lembaga pemeringkat internasional dan satu lembaga pemeringkat domestik.

Di samping S&P, lembaga lainnya yaitu Moody’s rating (Baa2/outlook Stabil), Fitch rating (BBB-/Stabil) dan Pefindo (idAAA/Stabil). “Kami berharap naiknya peringkat utang ini dapat memperkuat kredibilitas Bank Mandiri di mata investor dan para pemangku kepentingan sektor keuangan Tanah Air. Semoga rating yang semakin membaik ini juga ikut berkontribusi pada pertumbuhan investasi di Indonesia,” kata Panji dalam siaran pers rilis yang diterima SWA Online

Ia berharap, peringkat utang terbaru itu juga akan memberikan dampak positif terhadap akses perseroan di pasar modal, serta meningkatkan value bagi investor. Menurutnya, Bank Mandiri akan terus mendorong perbaikan kinerja melalui penajaman fokus bisnis, inovasi produk dan layanan keuangan, serta monitoring kualitas aset yang ketat.

Hasilnya, pada akhir Triwulan I-2019, Bank Mandiri mencatat kenaikan laba bersih sebesar 23,4% yoy menjadi Rp7,2 triliun, yang ditopang oleh pertumbuhan kredit tahunan sebesar 12,4% menjadi Rp790,5 triliun dan penurunan rasio NPL sebesar menjadi 2,68%

Capaian neraca keuangan di akhir Maret 2019 lalu tersebut melanjutkan tren positif perseroan sejak akhir 2016. Selama empat tahun terakhir, Bank Mandiri tercatat membukukan pertumbuhan laba tahunan sebesar CAGR 23,7% YoY. Begitupula dengan penyaluran kredit per tahun yang juga terus tumbuh double digit dengan kualitas yang semakin membaik. Jika pada akhir 2016 NPL perseroan berada pada 4,00%, maka pada akhir Maret 2019 rasio itu telah turun menjadi 2,68%.

Menurunnya rasio kredit bermasalah tersebut itu, juga mendorong penurunan alokasi biaya pencadangan yang harus disisihkan perseroan. Tercatat, pada Triwulan I /2019 biaya pencadangan yang disiapkan perseroan sebesar Rp 2,8 triliun atau mengalami penurunan 28,1% YoY.

S&P meyakini perbankan Indonesia akan memiliki benefit yang lebih dari situasi ekonomi saat ini yang terus membaik, dimana dalam 10 tahun terakhir rata-rata PDB perkapita riil Indonesia tercatat tumbuh sebesar 4,1%, lebih baik daripada rata-rata pertumbuhan negara dengan tingkat upah sama yakni 2,2%.

Di samping itu, S&P menilai agenda percepatan pengadaan infrastruktur pemerintah akan mendorong peningkatan pertumbuhan kredit perbankan yang diharapkan akan berdampak positif terhadap profitabilitas perbankan.

“Kami telah berkomitmen untuk terus meningkatkan penyaluran pembiayaan ke sektor infrastruktur mengingat masih banyak proyek pembangunan infrastruktur yang tengah berjalan. Per Maret 2019, portofolio infrastruktur kami sebesar Rp 177,8 triliun atau 26,0% dari total kredit (bank only) yang disalurkan perseroan,” tuturnya.

Dari aspek likuiditas, tambahnya, likuiditas perusahaan saat ini terjaga pada level yang aman dengan rasio intermediasi makroprudensial (RIM) bank only di tingkat 94,02% per Maret 2019 lalu. “Ke depan, kami yakin dapat menjaga rasio tersebut di kisaran 91-93% hingga akhir tahun ini, antara lain melalui strategi pertumbuhan dana pihak ketiga khususnya dana murah,” katanya.

Editor: Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved