Technology Trends zkumparan

Philips Luncurkan Edukasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Philips Luncurkan Edukasi Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Dalam rangka memperingati Hari Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) sedunia atau dikenal sebagai penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) 15 November lalu, Royal Philips mengumumkan edukasi global untuk meningkatkan kesadaran terhadap penyakit tersebut. PPOK menempati peringkat ke-empat sebagai penyebab kematian utama di dunia dan diperkirakan menjadi yang ke-tiga di tahun 2020.

Kurangnya kesadaran dan stigma sosial pada penyakit ini mengakibatkan separuh dari sekitar 210 juta orang yang diperkirakan menderita PPOK telah resmi didiagnosis. Prof. dr. Faisal Yunus dari Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia menyatakan bahwa Indonesia memiliki masalah dengan kesadaran mengenai PPOK. “Tidak semua penderita merasakan atau bahkan menyadari gejalanya. Mereka pikir hanya penyakit batuk yang tidak kunjung sembuh. Padahal mereka mungkin sedang menderita PPOK, kondisi yang jauh lebih serius. Harus dilakukan pemeriksaan spirometri dan toraks untuk mendiagnosa pasien PPOK,” ujar Prof. Faisal.

Gejala PPOK termasuk napas yang pendek-pendek, batuk kronis, kelelahan dan rasa sesak di dada yang berkembang secara perlahan dan tak terasa. Jika tidak diobati, kondisi ini bisa menyebabkan kematian. Di Indonesia, PPOK biasanya dikaitkan dengan merokok dan polusi udara, tetapi penelitian telah menemukan bahwa orang yang tidak merokok pun bisa terkena PPOK. Riset Kesehatan Dasar Indonesia (Riskesdas) 2013 mengungkapkan bahwa jumlah pasien PPOK naik 3.7%. Namun, data ini tidak mewakili keadaan sesungguhnya di Indonesia. “Sebuah studi biomassa sebagai kolaborasi antara Indonesia dan Vietnam yang dilakukan pada tahun 2013 menemukan bahwa prevalensi PPOK pada pasien bebas rokok sama tingginya. Studi tersebut melibatkan orang-orang di atas 40 tahun yang tinggal di Banten dan DKI Jakarta sehingga menemukan prevalensi pasien PPOK sampai 6,3%,” ujar Prof Yunus.

Menurut Suryo Suwignjo, Presiden Direktur Philips Indonesia, PPOK merupakan salah satu penyakit yang paling umum namun kurang terdiagnosis. Padahal penyakit ini melemahkan, bahkan mematikan dan penanganannya mahal. “Masyarakat tidak bisa menemukan solusi untuk masalah yang tidak mereka sadari atau menerapkan solusi yang mereka pikir tidak ada. Di Philips, kami berkomitmen untuk membuat hidup lebih baik untuk pasien PPOK, mulai dari edukasi hingga mengembangkan solusi terapi inovatif. Hal-hal tersebut jika dilengkapi dengan diagnosis benar, rencana tata laksana penyakit serta kelompok pendukung (support group), akan dapat membantu mereka yang terdiagnosa PPOK untuk tetap bisa menjalani hidup dengan semangat dan aktif,” ujarnya.

Solusi yang dihadirkan Philips untuk penyakit ini adalah penggunaan Philips Nebulizer, Stationary and Mobile Oxygen Concentrator yang bisa dipindah dan dibawa dengan mudah, Dreamstation AVAPS (average volume-assured pressure support) yang secara otomatis dapat menyesuaikan dengan perkembangan penyakit dan berubah sesuai dengan kebutuhan pasien, dan ventilator Trilogy dari rumah sakit ke rumah. Penggunaan ini harus disertai dengan pemahaman penyakit PPOK untuk membuat rencana perawatan yang disesuaikan guna membantu memonitor kemajuan sesuai dengan pengobatan dari dokter. Diet sehat juga sangat penting bagi pasien PPOK, karena pola makan tidak sehat dapat memperburuk gejala dan mempengaruhi kemampuan beraktivitas. Nutrisi yang tepat bahkan bisa membantu pasien bernafas lebih mudah. Selain itu, olahraga dapat membantu memperbaiki tingkat kebugaran pernapasan kardio dengan memperkuat kelompok otot besar di dalam tubuh seseorang, sekaligus meningkatkan sirkulasi.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved