Management Trends zkumparan

PLN Siap Topang Kebutuhan Listrik Industri

PLN Siap Topang Kebutuhan Listrik Industri

Kestabilan pasokan listrik merupakan kunci pertumbuhan industri modern yang akan memacu peningkatan perekonomian nasional.“Dan PLN (Persero) lebih dari siap dalam upaya memenuhi kebutuhan dan pertumbuhan dunia industri. Pemerintah seyogyanya mensinkronkan antara rencana industrial dengan kapasitas pasokan (listrik) yang sudah disiapkan PLN,” ujar Prof. Iwa Garniwa Mulyana, Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Indonesia yang baru saja dikukuhkan sebagai Ketua STT-PLN periode 2019 – 2023, Mei lalu.

Kesiapan PLN dalam menjaga kelangsungan industri, bisa disaksikan melalui upaya PLN dalam memastikan pasokan listrik yang andal bagi Kawasan-kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI) dan pelanggan-pelanggan besar lainnya.

Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027, total daya yang dipasok PLN untuk pelanggan besar adalah 22.461 Mega Volt Ampere (MVA). Sementara pelanggan yang sudah tersambung hingga Oktober 2018 adalah 810 MVA. (sumber: http//www.bumn.go.id/pln/berita/1-Keandalan-Pasokan-Listrik-Jadi-Kunci-Pengembangan-Kawasan-Industri-Modern).

Secara umum, Iwa menilai kesiapan infrastuktur PLN juga sudah lebih dari cukup dalam upaya memenuhi pasokan listrik yang dibutuhkan industri modern. Namun ada fakta bahwa pertumbuhan dunia industri ternyata tidak sesuai harapan, hal itu menurutnya bukan tanggungjawab PLN.

Dalam RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) PT Perusahaan Listrik Negara/PT PLN (Persero) 2019-2028, yang dipaparkan Menteri ESDM Ignasius Jonan pada Januari lalu, penambahan infrastruktur ketenagalistrikan yang direncanakan hingga 2028 terperinci sebagai: 1) pembangkit tenaga listrik 56.395 MW, 2) jaringan transmisi sepanjang 57.293 kilometer sirkit (kms), 3) gardu induk 124.341 MVA, 4) jaringan distribusi sepanjang 472.795 kms, dan 5) gardu distribusi 33.730 MVA.

Untuk mencapai target tersebut PLN melakukan berbagai upaya. Salah satunya adalah mewujudkan sistem tenaga listrik Jawa-Bali (SJB), sebagai sistem interkoneksi terbesar di Indonesia. “Pemerintah terus fokus membangun pembangkit listrik. Sesuai data statistik ketenagalistrikan tahun 2017, di Jawa Bali saat ini terdapat 331 pembangkit yang masuk ke dalam sistem interkoneksi dengan kapasitas pembangkit sekitar 37.600 MW,” papar Pandu Satria Jati dari Humas Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan ESDM.

Sementara untuk sistem kelistrikan di wilayah Sumatera, berdasarkan data yg diperoleh dari Divisi Corporate Communications PT PLN (Persero), kini dalam tahap pembangunan interkoneksi dari Sumatera Selatan hingga Aceh. Awal 2019, PLN berhasil menyelesaikan dan mengoperasikan tiga proyek transmisi kelistrikan di Sumatera.

Saat ini dari Brastagi di Sumatera Utara hingga Kutacane di Aceh, sudah tersambung oleh jaringan transmisi listrik 150 kilo Volt (kV) sepanjang 110 kms yang ditopang dengan 345 tower. Untuk menambah keandalan listrik di Kutacane, PLN juga telah mengoperasikan gardu induk (GI) kapasitas 30 Mega Volt Ampere (MVA).

PLN berhasil menyambung transmisi listrik 150 kV sepanjang 65,8 kms antara Seputih Banyak ke Menggala, Lampung. Proyek lama yang sudah berumur 11 tahun ini resmi beroperasi per 29 Desember 2018 lalu. Penyambungan tersebut membuat transfer listrik dari Sumatera bagian selatan ke Lampung makin andal.

Sedangkan di Riau, seperti diutarakan Direktur Bisnis PLN Regional Sumatera Wiluyo Kusdwiharto Januari lalu, PLN mengoperasikan tambahan trafo berkapasitas 60 MVA di Gardu Induk Pasir Putih. Satu trafo ini menambah kapasitas GI Pasir Putih menjadi total 120 MVA.

Di daerah lain seperti Indonesia bagian timur, sistem interkoneksi dirancang per provinsi, selain adanya island system (listrik dibangun untuk daerah itu saja). Untuk wilayah Sulawesi Bagian Selatan, misalnya, PLN Unit Induk Pembangunan (IUP) Sulbagsel I akan membangun dua jaringan transmisi bawah tanah atau Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) bertegangan 150 kV. Kedua jaringan adalah SKTT 150 kV KIma hingga Daya Baru dan SKTT 150 kV Tanjung Bunga hingga Bontoala.

General Manager PLN UIP Sulbagsel, I Putu Riasa mengatakan, kedua SKTT memiliki total lintasan 27,57 kilometer (km) akan melintasi Makassar dan Maros. Tujuan pembangunan SKTT 150 kV Tanjung Bunga hingga Bontoala adalah untuk meningkatkan keandalan pasokan listrik Kota Makassar dan sekitarnya. Sementara, SKTT 150 kV Kima hingga Daya Baru dibangun untuk menjamin keandalan pasokan listrik Kawasan Industri Makassar.

Sepanjang tahun lalu, dalam catatan Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, pemerintah melalui PT PLN (Persero) telah membangun 4.950 kms jaringan transmisi dam 20.645 MVA gardu induk. Angka ini merupakan penambahan terhadap 9.617 kms yang telah beroperasi sampai Februari silam.

Khusus untuk Gardu Induk (GI), Pandu menyebut, PLN telah mengoperasikan 37.628 MVA. Di luar itu, 38.289 MVA masih dalam tahap konstruksi, dan 33.542 lainnya dalam tahap pra konstruksi. Proses pembangunan transmisi dan GI tersebut menunjukkan hasil yang luar biasa cepat. Dari 109.459 MVA yang harus dibangun, PLN telah mengoperasikan sebanyak 34%, dan 35% sedang proses pembangunan.

Program 35.000 MegaWatt (MW) yang tengah dikerjakan merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menopang dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional, seperti mendorong munculnya pusat-pusat industri baru. Di pihak PLN, program 35.000 MW terutama bertujuan untuk mengatasi masalah kekurangan pasokan daya di daerah-daerah yang statusnya defisit listrik. Adanya penambahan daya dari pembangkit baru itu akan membuat pasokan listrik lebih andal dengan adanya cadangan daya yang cukup.

Dengan dikomandani oleh Sofyan Basir selaku Dirut PLN, maka sampai akhir 2018 pelaksanaan program 35.000 MW sudah mencapai tahap 8% COD, 89% memasuki tahap committed & On Going, dan 3% perencanaan. “Rinciannya, COD/Komisioning 1.009 MW, konstruksi 20.416 MW, PPA belum konstruksi 9.507 MW, pengadaan 1.383 MW, perencanaan 954 MW,” katanya.

Sebagai penjelasan, pembangunan proyek ketenagalistrikan memiliki lead time penyelesaian yang panjang. Dengan demikian, definisi kemajuan proyek pada program 35.000 MW harus ditempatkan sesuai konteksnya, yakni dengan memakai perspektif yang memperhatikan tahapan-tahapan yang terdiri dari tahap perencanaan, pengadaan, kontrak PPA belum konstruksi, konstruksi sampai dengan pembangkit beroperasi. Masing-masing tahapan memiliki bobot perhitungan masing-masing dalam kemajuan proyek.

Untuk pembangkit tenaga listrik, beberapa proyek mengalami perubahan lingkup atau kapasitas, dan pergeseran tanggal operasi komersial atau Commercial Operation Date (COD). Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan kebutuhan pertumbuhan listrik. Namun demikian, sebagai upaya untuk meningkatkan keandalan sistem, dalam RUPTL ini juga terdapat tambahan beberapa proyek baru.

Saat ini, menurut data Ditjen Ketenagalistrikan ESDM, pembangkit listrik di Indonesia, berjumlah sekitar 5.400 MW, dengan kapasitas terpasang hingga akhir tahun 2018 mencapai 62.904,54 MW. Angka itu merupakan akumulasi yang berasal dari berbagai jenis pembangkit listrik. Baik dari PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air), PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas), PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi), PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), hingga PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin).

Bagi daerah yang jauh dari jaringan PLN, pemerintah menempuh cara pelistrikan melalui pembangunan pembangkit listrik offgrid. Jika masyarakat di wilayah itu tinggal berdekatan, akan dibangun pembangkit listrik komunal. Namun jika mereka tinggal berjauhan atau tersebar, kepada mereka diberikan Lampu Tenaga Surya Hemat Energi (LTSHE).

Terkait proyek pelistrikan tersebut, menurut Pandu, sampai dengan tahun 2018 Pemerintah telah membagikan sebanyak 252.600 paket LTSHE. Sementara pada 2019 ini, pembagian direncanakan akan menyasar 98.481 rumah tangga.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved