Trends

PPKM Darurat Berlaku, Begini Kerugian yang Bakal Diderita Pengelola Mal

Ilustrasi salah satu pesat perbelanjaan di Jakarta (Istimewa).
Ilustrasi salah satu pesat perbelanjaan di Jakarta (Istimewa).

Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia alias APPBI DPD DKI Jakarta Ellen Hidayat memaparkan kerugian yang akan dialami pengelola pusat belanja dengan adanya kebijakan PPKM Darurat, 3-20 Juli 2021.

Menurut dia, hanya 10-18 persen dari keseluruhan tenan yang dimiliki pusat belanja yang masih bisa beroperasi selama periode tersebut. “Maka prediksi kami trafik pengunjung tentu akan sangat landai,” ujar Ellen dalam keterangan tertulis, Jumat, 2 Juli 2021.

Ellen mengatakan selama PPKM Darurat ini tenan pusat belanja tidak ditutup penuh lantaran ada yang diizinkan beroperasi hingga pukul 20.00 setiap harinya dengan kapasitas pengunjung 50 persen. Tenan yang boleh beroperasi antara lain kategori supermarket, farmasi, ATM dan layanan perbankan, hingga gerai makanan minuman yang hanya melayani pembelian dibawa pulang dan pesan antar.

Sebelum 24 Juni 2021, kata Ellen trafik di pusat belanja rata-rata mencapai 44 persen dari kondisi normal sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Mulai tanggal 24 Juni 2021-1 Juli 2021 trafik tersebut turun sekitar 40 persen dari 44 persen, sehingga tersisa sekitar rata-rata 26-28 persen.

Seiring dengan trafik kunjungan yang anjlok, ujar Ellen, sebuah pusat belanja dirancang dengan AC sentral dan memakai chiller yang berkapasitas besar, sehingga sangat tidak efisien dari segi biaya operasional. Apalagi, umumnya letak tenan makanan dan minuman, misalnya, tidak berada pada satu lantai.

“Namun kami juga terpaksa harus beroperasional sebagian sesuai peraturan yang sudah diterbitkan tersebut untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang masih membutuhkan produk esensial dan kebutuhan sehari-hari, sehingga kebutuhan masyarakat masih dapat dipenuhi,” ujar Ellen.

Dengan situasi itu, Ellen mengatakan para pengelola pusat belanja hanya dapat berharap pandemi Covid-19 cepat berlalu dan pemerintah dapat lebih cermat serta tepat sasaran untuk mengetahui dan menangani penyebaran penyakit tersebut. Sehingga, peraturan yang diterbitkan juga akan lebih tepat sasaran. Dengan demikian, ekonomi juga bisa bergerak kembali dan para pekerja juga memperoleh kembali pekerjaannya.

Sejak Covid-19 merebak di Indonesia, ujar Ellen, pusat belanja sudah mengalami berbagai peraturan PSBB dan juga berbagai PPKM serta perketatan, sehingga daya tahan pusat belanja juga sudah sangat melemah.

“Kerugian sudah sangat besar karena biaya operasional sebuah pusat belanja cukup besar, di samping pusat belanja juga masih harus memberikan diskon kepada para tenant sesuai dengan kemampuannya agar para tenant juga masih bisa bertahan dan membuka lapangan kerja,” tutur dia.

Sumber: Tempo.co


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved