Business Research Trends zkumparan

Samir Dixit: 95% Produk Baru Gagal di Pasaran

Samir Dixit: 95% Produk Baru Gagal di Pasaran
Selain berfungsi sebagai informasi bagi konsumen, branding bermanfaat bagi pelaku industri sebagai identitasnya di mata konsumen dan pembeda dari kompetitor.

Pemerintah telah menerapkan peringatan kesehatan bergambar pada industri rokok. Peraturan ini mengharuskan tampilan peringatan terpampang pada 40% area kemasan tembakau. Namun baru-baru ini, Kementerian Kesehatan mengusulkan untuk memperbesarnya hingga 90%.

Di industri lain, pembatasan iklan dan pengemasan juga telah diterapkan pada kental manis dan industri analognya sejak November 2018. Sementara itu, pangan olahan dan pangan siap saji juga akan mengalami pembatasan serupa dengan mewajibkan pencantuman pesan kesehatan pada label kemasannya dan atau media informasi serta promosi lainnya mulai September 2019.

Kebijakan di atas tentu akan sangat berdampak pada minat beli konsumen yang dipengaruhi oleh kemasan informatif dengan desain menarik. Bagi pengusaha makanan dan minuman, menyematkan branding pada kemasan adalah salah satu aset yang penting karena terkait dengan identitas dan pembeda dengan kompetitor.

Samir Dixit, Direktur Pengelola dari Brand Finance Asia Pacific, menyatakan bahwa sebuah merek memiliki kekuatan yang sangat berpengaruh, tidak hanya bagi konsumen sebagai end-user, tetapi juga untuk pemegang saham dan nilai bisnis. Setiap tahun, sekitar 95% produk baru gagal di pasaran karena kesalahan branding.

“Konsumen sangat bergantung pada informasi yang ada di kemasan produk. Merek dan kemasan diperlukan agar konsumen terinformasi dengan baik akan kandungan produk, latar belakang produsen, distributor dan masih banyak lagi. Pembatasan merek secara perlahan tapi pasti telah merenggut hak para pemilik merek dalam menampilkan identitas produk mereka kepada konsumen,” tuturnya di pameran Food and Hotel Indonesia, Jakarta, (24/7/2019)

Kebijakan pembatasan branding dianggap sebagai suatu kemunduran karena artinya pelaku usaha Indonesia makin dibatasi ruang geraknya untuk menghidupkan identitas produk dan di sisi konsumen akan menimbulkan kekhawatiran berlebih dengan adanya gambar peringatan kesehatan.

Lalu, di kesempatan yang sama, Putut Pramono selaku Head of Packaging PT Nestle Indonesia, mengatakan, “Dengan hal tersebut, sebagai produsen, kita tidak bisa memberikan informasi yang cukup tentang produk dan manfaatnya, serta tidak adanya faktor pembeda dengan kompetitor di rak toko. Namun sebaliknya, hal ini juga bisa menjadi kesempatan untuk pekerja kreatif memberikan solusi dengan adanya pembatasan merek ini.”

Ia pun menambahkan, bahwa gambar, warna, bentuk, semua punya andil dan dipikirkan matang-matang oleh banyak pihak. “Terlebih di era persaingan serba digital saat ini, kombinasi teknologi dan kreasi semakin memacu kami untuk mengembangkan inovasi terbaik yang bermanfaat bagi konsumen,” imbuh Putut.

Dalam perspektif pelaku usaha, penerapan pembatasan merek yang dilakukan pemerintah umumnya dilakukan mulai dari pengenaan pajak, dan secara bertahap diikuti dengan pembatasan penampilan kemasan serta kewajiban mencantumkan peringatan kesehatan pada kemasan.

Pada tahap lebih lanjut, seluruh produk yang dituju hanya dapat menampilkan kemasan polos tanpa desain, disertai nama merek dalam ukuran kecil sesuai ketentuan. Hal ini kemudian diikuti dengan pembatasan iklan promosi hingga larangan pemajangan produk pada pusat perbelanjaan ritel.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved