Management Trends

Sang Titan yang Makin Perkasa

Sang Titan yang Makin Perkasa

Kekeringan bagi orang lain, tetapi tidak buat Jeff Bezos. Dia justru panen besar saat pandemi. Dominasinya kian menguat.

Sumber foto: republika.com

Amazon sepertinya memang kebal resesi. Sementara pelaku ritel lain (toko swalayan/supermarket) bernasib buruk –menutup toko selama lockdown, dan setelah itu tak bangkit lagi– Amazon justru terus berlari dengan riang gembira. Terbukti, pada semester I/2020, perusahaan yang dibesut Jeff Bezos ini mencatatkan prestasi mengesankan: meraup laba US$ 88,9 miliar, melonjak 40% dibandingkan tahun sebelumnya.

Bagaimana Amazon bisa tersenyum kian lebar sementara yang lain berlinang air mata?

Pertama, model bisnis yang tepat. Analis senior di Investing.com, Jesse Cohen, mengatakan bahwa model bisnis perusahaan yang berbasis di Seattle, Amerika Serikat, ini membuatnya semakin mendominasi dunia ritel. Bahkan, dominasinya kian mencengkeram seiring dengan pandemi virus corona yang terus menyebar dan mematikan. Ya, pandemi yang membuat orang stay at home mendongkrak penjualan Amazon. Dari rumah masing-masing, semakin banyak orang yang memesan aneka barang secara daring.

Pihak Amazon sendiri mengakui bahwa secara operasional mereka memang mengucurkan lebih banyak uang karena adanya biaya tambahan membeli peralatan terkait protokol Covid-19, khususnya perlindungan staf dari paparan virus corona –sedikitnya US$ 4 miliar dihabiskan untuk itu. Namun, seperti diungkap Direktur Keuangan Amazon Brian T. Olsavsky, mereka juga terkejut karena ternyata sejumlah barang yang sebenarnya marjinnya tipis dan sebelumnya dianggap remeh-temeh, seperti masker dan sarung tangan, dibeli dalam jumlah besar. “Kami mengirimkan barang lebih banyak daripada yang diduga sebelumnya,” katanya.

Brian T. Olsavsky, Direktur Keuangan Amazon (foto: www.moskowtz.com)

Olsavsky kemudian menambahkan bahwa penjualan barang kebutuhan sehari-hari juga meningkat tiga kali lipat. Lamanya waktu yang dialokasikan pelanggan buat melihat katalog barang juga terus naik. Dan masih kata Olsavsky, peningkatan pengeluaran pelanggan di pasar internasional, khususnya di Eropa dan Jepang, selama pandemi juga melonjak sehingga menambah pundi-pundi perusahaan. Tak mengherankan, pada kuartal kedua, penjualan Amazon melompat 48% menjadi US$ 45,9 miliar.

Yang kedua, pilihan bisnis yang terbukti tepat. Di samping dominasi di e-commerce, terbukti layanan cloud Amazon juga menunjukkan permintaan lebih tinggi karena kecenderungan perusahaan beralih ke kantor virtual selama masa pandemi berlangsung. Pendapatan dari Amazon Web Services (AWS) yang menjual penyimpanan data serta daya komputasi di cloud, naik 29% menjadi US$ 10,81 miliar.

Khusus untuk bisnis cloud ini, Amazon memang menjadi rajanya, menguasai 33% pangsa pasar yang nilainya sebesar US$ 111 miliar, mengungguli Microsoft Azure, Google Cloud, dan Alibaba Cloud. Lengkapnya, hal tersebut bisa dilihat di Tabel Penguasaan Pasar Cloud.

Penguasaan Pasar Cloud

Sumber: Statista

Para analis memperkirakan, seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat dunia yang makin mengarah pada digital, kinerja AWS yang menawarkan layanan cloud computing untuk personal dan korporasi akan terus tumbuh, bersaing dengan pemain lain yang juga tak mau kalah menikmati pasar yang gurih ini.

Secara keseluruhan, AWS memang memberikan kontribusi besar bagi Amazon. Akan tetapi, ini hanyalah satu pilar bisnis. Sejak didirikan pada 1995 oleh Jeff Bezos, perusahaan yang mulanya hanya menjual buku lewat internet ini telah berkembang sedemikian rupa. Ia tak hanya menjadi penyedia beragam barang dan jasa e-commerce, tetapi juga cloud computing, artificial intelligence (AI), healthcare, hingga entertainment lewat Amazon Prime. Kini di usia 25 tahun, Amazon telah menjadi titan dengan nilai perusahaan mencapai US$ 1.320 miliar, mengalahkan Facebook (US$ 674 miliar) dan Google (USS 1.001 miliar).

Ditinjau dari portofolio bisnisnya, sejauh ini bisnis e-commerce masih menjadi andalan utama. Namun, bisnis-bisnis yang lain juga terus berkembang. Untuk lebih lengkapnya, bisa dilihat dalam Tabel Kinerja Bisnis Amazon Per 30 Juni 2020.

Kedigdayaan ini tentunya tak bisa dilepaskan dari sosok Bezos. Dikenal sebagai seorang risk taker, lelaki pelontos ini membawa perusahaannya mengambil serta menciptakan momentum-momentum pertumbuhan. Salah satunya, mencaplok aneka perusahaan untuk membuat dirinya kian kokoh. Di tahun 2017, contohnya. Sebanyak 10 perusahaan diakuisisi pada tahun itu. Salah satu yang terbesar adalah rantai grosir Wholefoods senilai US$ 13,7 miliar. Bezos mencaploknya dengan tujuan memperkuat layanan grosirnya agar semakin lengkap dan mendekat ke pelanggan.

Namun, Bezos bukan hanya tipikal pengusaha yang rajin menggasak perusahaan lain demi membesarkan cengkeramannya. Dia juga mendorong Amazon terus berinovasi di berbagai bidang agar memberikan layanan yang lebih baik, harga yang lebih murah, serta delivery time yang lebih cepat. Bezos membuat Amazon menjadi everything store yang memasok semua kebutuhan barang dan jasa. Mereka telah jauh berkembang dengan berbagai teknologi dan layanan baru yang diberikannya. Amazon menggeluti lima industri utama, yakni ritel, logistik, consumer technology, cloud computing, serta media & entertainment.

Saat ini terdapat 12 juta produk, antara lain berupa buku, media, serta aneka jasa yang dipasarkan Amazon. Andai data itu dikembangkan lebih lanjut dengan mencakup barang serta jasa yang dijual oleh seller, jumlahnya bisa mencapai 350 juta produk. Sungguh sebuah inovasi yang berangkat dari visi besar.

Kinerja Bisnis Amazon Per 30 Juni 2020

Sumber: Statista

Kinerja yang moncer ini tentu saja berimbas pada pundi-pundi pribadi Bezos. Lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan kekayaannya mencapai 34%. Pada 12 April 2020 total kekayaannya US$ 125 miliar, pada 5 Mei 2020 sudah meningkat menjadi US$ 143 miliar, dan Oktober mencapai US$ 192 miliar, jauh meninggalkan Bernard Arnault (US$ 122 miliar), Bill Gates (US$ 118 miliar), dan Mark Zuckerberg (US$ 97,7 miliar). Jadi, sementara banyak orang jatuh miskin, Bezos kian tajir di masa sulit ini.

Dengan kinerja fondasi seperti sekarang, tak mengherankan, Morgan Stanley memperkirakan pertumbuhan usaha Amazon akan mencapai 16% per tahun hingga 2025 (compound growth). Dan ujungnya, ada prediksi yang mengatakan bahwa jika pertumbuhan kekayaan Bezos berjalan stabil dalam beberapa tahun ke depan, pada 2026 dia akan menciptakan rekor baru: menjadi orang pertama yang menyandang gelar triliuner dolar. Ketika itu usianya menginjak 62 tahun. (*)


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved