Management Trends

Sektor Infrastuktur di UUS Maybank Indonesia Capai 90%

Sektor Infrastuktur di UUS Maybank Indonesia Capai 90%

Maybank memprediksi belanja modal infrastruktur Indonesia untuk 2016-2020 mencapai US$ 264 miliar atau setara 30-35 produk domestik bruto (GDP) negara. Sebesar 70% dari total belanja modal (US$ 190 miliar) berasal dari pendanaan swasta baik dari dalam maupun luar negeri, sedangkan 30% berasal dari pemerintah. Ada 3 segmen yang mendapat alokasi dana terbesar, yaitu sektor energi (US $91,272 juta), air (US $42,462 juta), dan penyulingan minyak (US $40 ribu juta). Kondisi makro saat ini mendorong percepatan infrastruktur seperti suku bunga yang rendah memungkinkan pendanaan proyek infrastruktur yang kompetitif. Dari sisi fiskal, pemerintah bisa menjaga defisit neraca/PDB di bawah 3%. Selain itu, inflasi cenderung stabil di kisaran 3,5-4,0% dalam 2 tahun terakhir diiringi oleh stabilnya nilai tukar Rupiah.

img_8393_srgb

Penyaluran kredit infrastruktur Maybank Indonesia saat ini masih belum maksimal. Direktur Utama Maybank Indonesia, Taswin Zakaria, mengharapkan dengan kebijakan pemerintah mempercepat belanja infrastruktur, pertumbuhan kredit korporasi akan naik sekitar 15-20%. Sektor infrastruktur, menurutnya memang belum mencapai 5% dibanding portofolio kredit bisnis konvensional Maybank Indonesia. Namun, porsi sektor infrastruktur di pembiayaan unit usaha syariah (UUS) Maybank Indonesia sudah mencapai 80-90%. Salah satu motor penggerak bisnis UUS di Maybank Indonesia adalah infrastruktur dan UMKM. Taswin mengatakan, pendanaan di segmen infrastuktur digabungkan dengan layanan syariah. Contohnya, beberapa tahun lalu Mayabnk Indonesia mengelurakan sukuk untuk Garuda Indonesia, bandara udara, dan pinjaman-pinjaman lain kepada BUMN yang terkait dengan pembiayaan. “Selama solusi syariahnya itu kompetitif dari sisi struktur, harga, kami akan mengedepankan Islamic structure ke dalam proyek,” ujarnya.

Maybank Group menduduki peringkat kelima di segmen syariah dari segi total aset yang tumbuh di atas Rp 15 triliun setahun terakhir. Laba sebelum pajak pada 2015 mencapai angka Rp 1,54 triliun. Jumlah itu naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp 973 miliar. Capaian ini terjadi karena ada pertumbuhan yang di-fee base income dan pencapaian baik pada perbankan syariah. Ditanya mengenai kapan ingin menjadi nomor wahid, Taswin menjelaskan Maybank tidak menargetkan menjadi yang terbesar melainkan memperbesar jaringan yang telah dimiliki untuk mengembangkan struktur islami dengan memanfaatkan infrastuktur yang ada di bank konvensional agar efektif dan efisisen.

“Kami tidak melihat solusi Islam ini sebagai segmen yang khusus. Ini adalah produk dan solusi alternatif dari produk konvesional yang tersedia untuk seluruh nasabah, tidak hanya untuk nasabah beragama islam. Cabang kami yang sudah ada 400-500 cabang di seluruh Indonesia merupakan jalur yang efisien dan efektif untuk memasarkan produk syariah kami dan ini yang terjadi sekarang. Tumbuh pesatnya syariah unit ini sangat ditopang oleh infastruktur yang ditopang oleh bank konvensional kami. Kami ingin menumbuhkan basis UUS kami di pondasi yang solid. Proyek-proyek infrastuktur yang notabene cukup besar merupakan basis yang baik untuk membangun portofolio syariah. Disamping kami juga fokus ke pembiayaan-pembiayaan korporasi menengah dan juga retail,” jelasnya.

Maybank Indonesia juga menargetkan pertumbuhan kredit konsumer sekitar 12-15% pada 2017. Hingga semester I 2016, pertumbuhan kredit Maybank Indonesia mencapai 8,3% yoy menjadi Rp 117,5 triliun dibandingkan tahun sebelumnya di periode yang sama yang sebesar Rp 108,5 triliun. . Pada periode sama, total pembiayaan syariah (UUS) perseroan melesat 46,3% (yoy) mencapai Rp 10,8 triliun. Pertumbuhan ini sebagian besar dikontribusi oleh global banking sebesar yang tumbuh 6,4%, serta bisnis banking dan SME (Small-medium enterprise) sebesar 6,2%.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved