Management Trends zkumparan

Sinergi Grup Sambu dan BPPT Menuju Ketahanan Pangan Indonesia

Fasilitas produksi Biopeat

Grup Sambu menyadari bahwa untuk bertahan minimal 50 tahun ke depan, diperlukan inovasi-inovasi terbaru untuk mengembangkan potensi atas apa yang sudah berjalan dengan baik selama 30 tahun terakhir.

Bermitra dengan BPPT, PT Riau Sakti United Plantations/RSUP (dari Grup Sambu) berhasil menciptakan inovasi pertanian dalam bentuk pupuk hayati atau dikenal dengan nama Biopeat yang dapat menjadi salah satu solusi bagi para petani untuk dapat menanami lahan suboptimal tanpa perlu membakar lahan. Biopeat merupakan pupuk hayati yang memanfaatkan limbah produksi buah nanas hasil dari industri pengolahan.

Manfaat dari penggunaan Biopeat, hasil produksi pertanian meningkat serta dapat mengoptimalkan kesuburan lahan hingga 50%. Saat ini, selain menggunakan limbah industri, RSUP dan BPPT juga tengah mengembangkan pemanfaatan limbah rumah tangga dan bahan-bahan organik lainnya sebagai bahan dasar pupuk untuk lahan suboptimal.

Melalui lahan suboptimal yang dikelola dengan baik melalui sistem tata air yang terpadu dan penggunaan Biopeat, Indonesia mempunyai potensi untuk menjadi lumbung pangan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Tim BPPT

Biopeat hasil inovasi RSUP dan BPPT untuk lahan rendah, rata, basah dan bergambut (suboptimal) ini dapat dipergunakan untuk mengolah lahan tersebut secara optimal tanpa pembakaran lahan.

Dengan pembangunan ekosistem yang menyeluruh meliputi ketersediaan lahan, mempertimbangkan supply chain, serta mempersingkat mata rantai agar lebih efisien, diharapkan ekosistem yang tercipta dapat lebih stabil dan berkesinambungan. Dalam menciptakan ekosistem lingkungan dan sosial yang ideal, lahan suboptimal dapat dikembangkan bukan hanya untuk pertanian.

Sektor pertanian, peternakan dan perikanan merupakan tiga sektor yang dinilai berpotensi untuk dikembangkan dengan baik di lahan suboptimal tersebut dan memberikan nilai tambah bagi ekonomi rakyat setempat serta akan menciptakan keseimbangan (equilibrium) baru pada ekosistem tersebut. Grup Sambu berusaha untuk menciptakan sebuah model yang terbaik dalam pembentukan sebuah ekosistem yang terjaga dengan baik dengan selalu memperhatikan kepentingan lingkungan, sosial dan ekonomi setempat yang dibangun atas lahan suboptimal.

Pengembangan teknologi Biopeat antara RSUP dan BPPT dimulai sejak tahun 2010, dan pada 2018 ini sudah mencapai tahap pemanfaatan di mana teknologi tersebut dapat digunakan dan dikembangkan sendiri oleh para petani secara ekonomis menggunakan bahan-bahan organik yang tersedia dilahan petani.

Peran RSUP dan BPPT didukung oleh Pemerintah Daerah dan Universitas Islam Indragiri (UNISI), ke depannya akan menjadi pendamping atas penerapan teknologi Biopeat oleh para petani dan penyedia starter dari mikroba yang dibutuhkan.

Buah Naga hasil Biopeat

Ke depan, diharapkan dengan menggunakan teknologi Biopeat, jutaan petani yang berada di lahan suboptimal tidak perlu lagi membakar lahan dalam menyiapkan ladang untuk bercocok tanam. Menurut pantaugambut.id, luas lahan rendah, rata dan basah serta sebagian bergambut yang sering disebut sebagai lahan suboptimal yang berada di wilayah Indonesia adalah sekitar 14,9 juta hektar tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Hal ini menunjukan bahwa betapa besar luasan lahan suboptimal yang dapat dibudidayakan menjadi lahan potensial untuk mengembankan tanaman pangan, seperti yang dilakukan Grup Sambu lebih dari 30 tahun.

Model pendekatan ini juga dapat diterapkan di lahan-lahan suboptimal lainnya dimana pengelolaannya didukung oleh program penyediaan tenaga kerja yang tepat tujuan serta infrastruktur-infrastruktur yang mendukung. Program penyediaan tenaga kerja terampil yang perlu dijalankan haruslah dapat membantu masyarakat menjadi pengelola lahan suboptimal yang bertanggung jawab dan handal sehingga dapat berkembang dan lahan suboptimal menjadi lahan yang membawa manfaat bagi masyarakat dan lingkungan hidup agar program tersebut berhasil.

Selama ini, dalam menjalankan usahanya Grup Sambu selalu mengedepankan tiga pilar dasar pembangunan yang berkelanjutan. Ini meliputi: lingkungan, sosial dan ekonomi — yang dijalankan secara berkelanjutan di sekitar lingkungan area perusahaan beroperasi, sehingga pada saat masyarakat berkembang, perusahaan juga berkembang.

Grup Sambu, petani kelapa, masyarakat dan Pemerintah Daerah adalah empat aktor yang tidak terpisahkan. Keempat aktor tersebut sudah sangat saling bergantung untuk menjaga eksistensi bersama. Pada saat salah satu aktor terabaikan, maka ekosistem yang ada akan rusak dan tidak akan berkembang. Hubungan yang tidak terpisahkan antara perusahaan, petani kelapa dan masyarakat dibentuk berdasarkan hubungan saling ketergantungan yang saling menguntungkan dalam hal sosial, ekonomi dan lingkungan.

Pola simbiosis mutualisme ini membentuk masing-masing pihak tidak akan mungkin bertahan tanpa salah satu pihak lainnya. Tanpa peran Grup Sambu, masyarakat dan petani kelapa tidak dapat berkembang, begitu pula tanpa masyarakat dan petani kelapa, Grup Sambu tidak akan bisa bertahan sampai dengan selama lebih dari 50 tahun.

Kebun kelapa rakyat

Grup Sambu menggantungkan 90% dari penerimaan kelapa sebanyak rata-rata 5 juta butir kelapa setiap harinya dari kebun petani kelapa. Kondisi ini menjadikan perusahaan sangat bergantung pada para petani kelapa dan sebaliknya petani kelapa membutuhkan Grup Sambu untuk menyerap dan meningkatkan nilai dari hasil lahan mereka.

Pola saling ketergantungan ini telah berjalan lebih dari tiga generasi petani kelapa mandiri yang diharapkan dapat terus berlanjut untuk keberlangsungan hidup semua pihak. Maka dari itu, peran Grup Sambu dalam membantu para petani kelapa mandiri agar tetap terus membudidayakan kelapa menjadi sangat penting. Terobosan teknologi Biopeat pun menjadi salah satu solusi petani kelapa agar dapat terus hidup di lahan mereka sambil terus membudidayakan kelapa serta peremajaan pohon-pohon kelapa milik mereka.

Sekadar informasi, Grup Sambu adalah perusahaan kelapa terintegrasi dan terbesar di dunia. Perusahaan yang telah beroperasi lebih dari 50 tahun ini bekerja sama dengan para petani kelapa Indonesia untuk menghasilkan produk-produk berbahan dasar kelapa yang berkualitas. Nama Sambu sendiri terdiri dari dua suku kata, ‘Sam’ yang berarti tiga dan ‘Bu’ yang maknanya tugas.

Grup Sambu mempunyai tiga tugas utama dalam mengembangkan usahanya. Pertama, menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup. Kedua, memberikan manfaat kepada semua pihak yang berkepentingan dan turut serta mengembangkan usaha Grup Sambu. Ketiga, memberikan manfaat kepada pemilik dan karyawan.

Berdasarkan tiga tugas inilah Grup Sambu berhasil mengembangkan industri dan usahanya di daerah Riau serta menjalin hubungan yang sangat erat dengan masyarakat dan petani kelapa.

Selama lebih dari setengah abad, Grup Sambu dan para petani kelapa di Indragiri Hilir, Riau, telah memanfaatkan lahan rendah, rata, basah baik mengandung gambut maupun tidak atau yang biasa dikenal dengan sebutan lahan suboptimal. Grup Sambu melalui RSUP mengembangkan pengelolaan tata air untuk menjaga kelembapan lahan tersebut.

Prinsip dasar pengelolaan tata air yang dilakukan oleh Grup Sambu adalah: pertama, bila musim hujan tidak kebanjiran dan bila musim kemarau tidak kekeringan. Kedua, pembuatan sistem kanal yang dapat menampung air dalam skala besar sepanjang tahun. Prinsip-prinsip tersebut yang memungkinkan untuk melakukan budi daya secara produktif dengan menerapkan prinsip kesinambungan, serta menyesuaikan dengan kebutuhan tanaman pada lahan suboptimal.

Grup Sambu mempunyai sistem pengelolaan tata air (water management) yang disebut dengan Trio Tata Air yang terdiri dari penataan dan sinergi antara tiga unsur penting yang tidak terpisahkan, yaitu kanal-kanal, tanggul dan pintu air. Melalui penerapan dari ketiga unsur tata air inilah, Grup Sambu berhasil menjaga, mengembangkan dan menghasilkan atas lahan suboptimal untuk tetap produktif.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved