Management Technology Trends zkumparan

Sinergi Lembaga Perbankan dan Disdukcapil dalam Meregulasi Fintech

Sinergi Lembaga Perbankan dan Disdukcapil dalam Meregulasi Fintech
Ketua Umum KAFEGAMA sekaligus Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo (kiri)

Kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan perbankan masih kuat, sementara industri perbankan kewalahan menghadapinya. Untuk itu dibutuhkan lini pelayanan di luar perbankan namun dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakat soal finansial.

Alasan inilah yang menjadi pondasi kuat munculnya fintech. Dalam diskusi panel dengan tema ‘Saving the Future of Fintech Industry’ yang dimoderatori oleh Direktur Utama Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo, sejumlah perwakilan instansi menyampaikan sudut pandangnya.

Sugeng, Deputi Gubernur Bank Indonesia, menyebutkan, teknologi telah masuk ke seluruh sistem kehidupan masyarakat. Perkembangan ini didukung dengan perkembangan Internet of Things (IOT), Big Data, Cloud, Blockchain, hingga Artifical Intelligent. Munculnya fintech adalah inovasi menjanjikan karena pertumbuhannya terbilang cukup tinggi. Namun dengan perkembangan pesat ini, dikhawatirkan muncul beberapa risiko. Adalah tugas regulator untuk memitigasi risiko tersebut tanpa membatasi inovasi.

Tantangan yang dihadapi diantaranya adalah risiko shadow banking yang menguat menyusul model bisnis fintech yang mereplikasi layanan keuangan tradisional. Tantangan juga datang dari eksternal yaitu cyber risk dan risiko operasional. Di luar kuasa perbankan Indonesia, ada juga tantangan yang penetrasinya perlahan-lahan terasa, yaitu banjir barang impor, masuknya digital payment asing, dan kepemilikan asing di fintech dan e-commerce.

Dengan demikian, arah kebijakan perbankan sejatinya patut bergeser ke sisi proteksi stabilitas sistem keuangan. Strateginya diantara lain adalah dengan digital open banking, onboarding UMKM, standarisasi QRIS, dan perluasan personifikasi.

“Otoritas perlu menjamin interlink keuangan digital dengan ekonomi digital untuk menjamin terciptanya ekosistem yang kondusif,” Sugeng menyimpulkan.

Menjamurnya fintech juga menjadi perhatian Disdukcapil. Hal ini disampaikan oleh Zudan Arif Fakrulloh, Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri. Pengguna yang baru mendaftarkan diri di fintech untuk pinjaman diharuskan mengunggah data diri. Beberapa waktu terakhir, muncul tuduhan bahwa Disdukcapil membocorkan data kependudukan pengguna fintech. Kenyataannya, di mesin pencari Google pun banyak ditemukan KTP masyarakat yang entah didapatkan darimana. Menyikapi hal ini, Sudan menyarankan fintech untuk menggunakan lebih dari satu verifikator misalkan biometric, digital signature, dan facial recognition. Multi-verifikator ini bisa digunakan untuk mencegah fraud.

OJK pun turut mengonsentrasikan regulasinya pada perkembangan fintech. Sukarela Batunanggar, Deputi Komisioner OJK dan Keuangan Digital, menyebut adanya perubahan perilaku konsumen yang juga mempengaruhi model bisnis.

“OJK telah menyusun beberapa regulasi terkait P2P dan inovasi keuangan digital agar kita bisa menciptakan sektor jasa keuangan yang lebih bertanggungjawab. Sektor jasa keuangan tidak hanya bertanggungjawab menghimpun dana, tapi juga pada customer protection dan customer empowerment,” kata Sukarela.

Sejauh ini telah ada 100 fintech yang mencatatkan diri di OJK dan mengusung 15 model bisnis. Dengan ini, tentu ada tantangan yang terpampang di depan mata, yaitu bagaimana meningkatkan literasi keuangan masyarakat. Ke depannya, ada wacana OJK akan mengembangkan legal framework untuk fintech.

Editor : Eva Martha Rahayu

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved