Business Research Trends

Studi Evermos: UKM adalah Pendorong Penting Masa Depan Ekonomi Indonesia

Studi Evermos: UKM adalah Pendorong Penting Masa Depan Ekonomi Indonesia
Lima tahap pertumbuhan UKM (Ilustrasi: Ist)

Peran UKM menjadi semakin signifikan di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang bergejolak dalam beberapa waktu terakhir. Indonesia memiliki 62,9 juta perusahaan terdaftar di mana hampir 99% di antaranya adalah perusahaan mikro ke kecil. UKM ini mempekerjakan total 97% dari populasi Indonesia, menyerap sebagian besar angkatan kerja, terutama pekerja yang berketerampilan rendah, dan mengurangi tingkat pengangguran terutama di Indonesia yang memiliki proporsi usia aktif yang tinggi. Sayangnya, mayoritas UKM-UKM ini masih terjebak di tahap awal pertumbuhan usaha.

Salah satu contoh kasusnya adalah Bagus, pemilik UKM, selama berbulan-bulan penjualannya stagnan, tetapi biaya produksinya terus naik sehingga mengalami kerugian. Jika ini berlanjut sampai sebulan ke depan dia tahu bahwa usahanya akan tutup. Namun, dia memiliki 20 karyawan yang harus digaji, dan dia khawatir apa yang akan terjadi pada karyawan dan keluarga mereka jika usahanya harus gulung tikar.

Bagus hanyalah nama samaran, tetapi kondisinya menggambarkan kondisi yang umum dialami oleh para pelaku usaha lokal di Indonesia. Pemilik usaha berjuang untuk mempertahankan dan mengembangkan bisnis mereka, bahkan salah mengambil langkah tidak hanya berdampak pada bisnis, tetapi juga orang-orang yang menggantungkan mata pencahariannya.

Mengembangkan potensi UKM untuk dapat berkembang ke tahap selanjutnya sangatlah penting. Usaha mikro cenderung tidak dapat memberikan jaring pengaman yang berkelanjutan kepada semua karyawannya, karena sangat mudah terpengaruh oleh perubahan ekonomi. Terlebih lagi, jumlah UKM tidak selalu sejalur dengan produktivitas; sektor UKM masih perlu dioptimalkan potensinya agar dapat mentransformasi perekonomian Indonesia dan tidak stagnan.

Lalu bagaimana suatu usaha dapat tumbuh berkelanjutan sehingga mampu berkontribusi pada perekonomian nasional? Bagaimana suatu usaha bisa tumbuh dari usaha kecil menjadi usaha dengan sumber pendapatan besar yang dapat diandalkan, dan sebenarnya apa masalah yang dihadapi sehingga 98.75% UKM kita terjebak di tahap awal dan gagal tumbuh ke tahap berikutnya?

Pertanyaan tersebut berhasil dituangkan oleh Evermos, platform social commerce gotong-royong asal Bandung, Indonesia, yang melakukan pendampingan untuk UKM lokal, di dalam tulisannya yang diterbitkan oleh World Economic Forum. Dalam tulisan ini, Evermos mencoba mengklasifikasi ulang UKM di Indonesia berdasarkan pola pikir dan keterampilan yang perlu mereka capai di setiap tahapnya yang konkrit, antara lain:

Pertama, Newcomer: Usaha yang baru dimulai atau bisnis yang terjebak dalam mengidentifikasi kecocokan pasar dan gagal mengembangkan bisnis lebih lanjut.

Para pengusaha yang baru memulai bisnis dari nol adalah definisi untuk Newcomer. Kelompok Newcomer inilah yang sekarang membentuk mayoritas UKM di Indonesia dengan penjualan di bawah Rp 1 miliar per tahun.

Tantangan yang banyak dihadapi oleh Newcomer adalah belum memahami target pasar yang tepat, belum mendalami jenis produk apa yang perlu ditawarkan ke target pasar serta strategi pemenuhan permintaan produk secara efektif dan efisien.

Kedua, Artisan. Usaha yang telah menemukan segmen pasar khusus untuk ditargetkan dan hanya berfokus pada penyampaian produk, bukan pada skalabilitas bisnis.

Pada kategori ini para pemilik usaha telah menguasai apa yang diinginkan konsumen. Artisan biasanya berfokus ke pemenuhan permintaan produk, namun belum sampai memikirkan skalabilitas. Penjualan di kelas artisan ini berkisar antara Rp1-5 miliar per tahun. Hanya sekitar 0.5% bisnis di Indonesia berada di kelas Artisan.

Masalah seperti pengadaan produk dan arus kas menjadi penghambat dalam pertumbuhan usaha di kelas ini. Untuk mengatasi tantangan-tantangan seperti ini, diperlukan sebuah perubahan pola pikir.

Tantangan pada tahap ini adalah bagaimana menghasilkan produk dalam skala yang lebih besar dengan menciptakan sistem bisnis yang tepat dalam bentuk mempekerjakan profesional atau berinvestasi dalam alat produksi yang tepat, serta bagaimana mereka mendelegasikan produk atau bisnis kepada orang lain. Untuk mencapai tahap berikutnya, Artisan harus membangun skalabilitas usaha baik dari segi sumber daya dan proses.

Ketiga, Emerging. Usaha yang telah membangun sistem yang menggunakan dasar-dasar bisnis termasuk supply chain tetapi belum mencapai penetrasi pasar yang signifikan.

Begitu suatu usaha mencapai kategori Emerging, produk mereka sudah sesuai dengan kebutuhan pasar dan memiliki skalabilitas. Dengan penjualan tahunan antara Rp 5 – 100 miliar diperkirakan sekitar 0,35% bisnis berada pada tahap ini.

Di sini, para pemilik bisnis sudah terbukti mampu mengembangkan bisnisnya dan mulai dikenal oleh rekan-rekannya. Namun, banyak pemilik bisnis pada tahap ini yang mengalami stagnasi. Mereka terjebak dalam paradigma palsu bahwa bisnis mereka sudah mencapai puncak potensinya, pertumbuhannya lambat, lebih lambat dari pada tahap sebelumnya ketika mereka mampu mengubah diri mereka keluar dari stagnasi dengan perspektif baru. Fenomena ini dinamakan juga sebagai local optima. Kemudian muncul pertanyaan kenapa mereka tidak bisa tumbuh?

Banyak bisnis kemudian mengambil kesimpulan yang salah bahwa persaingan di pasar terlalu ketat, dan tidak ada lagi ruang untuk pertumbuhan. Beberapa pemilik bisnis kemudian mencari tantangan baru dengan melebarkan sayap daripada mendalami produk mereka. Mereka mengembangkan bisnis untuk masuk ke kategori baru atau membuat bisnis baru, terkadang bahkan di luar industri awal mereka sendiri.

Pada tahap Emerging, cara utama untuk melewati jurang ke tahap berikutnya adalah dengan memiliki fokus yaitu dengan mendalami produk dan mulai membuka jaringan penjualan baru. Pada tahap ini yang lebih penting bagi bisnis adalah membangun kepercayaan di antara pelanggan dan pengecer.

Keempat, Challenger. Usaha yang berada di tingkat nasional atau regional, memiliki pangsa pasar yang signifikan tetapi berjuang untuk menjadi pemain dominan atau top of mind di industrinya.

Sebagai Challenger atau penantang, pemilik bisnis kini telah mencapai level di mana mereka bersaing secara langsung dengan brand-brand yang mainstream. Produk mereka memiliki cakupan area yang luas di dalam negeri, tetapi mereka mungkin masih bukan pilihan pertama bagi pelanggan atau belum menjadi top of mind. Dengan penjualan antara Rp100-500 miliar per tahun, diperkirakan hanya sekitar 0,14% bisnis berada pada tahap ini.

Satu-satunya fokus dalam Challenger adalah memperbesar pangsa pasar sehingga mereka dapat menjadi yang selalu terdepan di benak pelanggan. Bisnis perlu berinvestasi lebih dalam Branding dan mengembangkan produk yang lebih baik dan lebih murah.

Bisnis perlu berinovasi agar selalu dapat terhubung dengan pelanggan potensial dan membangun hubungan dengan basis pelanggan mereka yang sudah ada. Setiap peningkatan produksi juga akan disertai dengan risiko yang semakin besar, sehingga bisnis perlu merencanakan operasinya secara bijak dan efektif untuk menghadapi persaingan.

Kelima, Mainstream. Usaha yang telah menjadi top of mind di industrinya, tetapi sekarang harus mempertahankan atau mengembangkan pangsa pasarnya agar tetap berada di puncak.

Bisnis dalam kategori Mainstream adalah para top of mind dalam industri mereka, dengan penjualan di atas Rp500 miliar per tahun, diperkirakan hanya 0.01% perusahaan yang berada di tahap ini. Bagi banyak orang Indonesia, menjadi Mainstream adalah tujuan akhir dari berwirausaha. Bahkan di kategori tertinggi ini, perusahaan masih perlu selalu berinovasi untuk mempertahankan posisinya dan ditantang untuk terus bertumbuh.

Ilham Taufiq, Co-founder dan Chief Partnership & Strategy Evermos mengatakan, cetak biru pengategorian ini merupakan hal yang baru di Indonesia. Pengategorian untuk UKM yang sekarang ada kurang konkrit agar UKM dapat bertumbuh. Evermos juga aktif melakukan pendampingan untuk UKM-UKM yang tergabung di dalam platformnya dengan menggunakan hasil studi ini, “Apa yang sedang kita deskripsikan ini menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi UKM di setiap kelasnya berbeda-beda, sehingga bantuan dari banyak sisi seperti pendampingan maupun workshop perlu disesuaikan dengan tahapan usahanya,” imbuh Ilham.

Sangat penting bagi para pengusaha untuk memiliki pola pikir yang dibutuhkan dalam tahapannya sehingga bisa merencanakan pertumbuhan usaha dengan baik. Selain dapat membantu usahanya berkembang, UKM juga dapat memberikan dampak positif pada perekonomian Indonesia. Jika Indonesia memiliki banyak usaha yang mencapai tahapan Emerging atau Challenger, akan banyak nilai-nilai yang dapat diciptakan oleh sektor UKM ini, sehingga kesejahteraan masyarakat dapat meningkat dan Indonesia dapat keluar dari jebakan negara kelas menengah (middle-income trap).

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved