Trends Economic Issues zkumparan

Susu Kental Manis Beda dengan Krimer Kental Manis

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa susu kental manis (SKM) merupakan susu dan aman untuk dikonsumsi. Lalu apa yang membedakan antara SKM dengan krimer kental manis (KKM)?

Perka BPOM no 21/2016 menyebutkan bahwa ada 9 jenis yang masuk dalam subkategori susu kental yaitu susu evaporasi, susu skim evaporasi, susu lemak nabati evaporasi, susu kental manis, susu kental manis lemak nabati, susu skim kental manis, krim kental manis, krimer kental manis, dan khoa.

Dalam konferensi pers di Aula Gedung C BPOM, Percetakan Negara, Jakarta Pusat, Direktur Pengawasan Pangan Risiko Tinggi dan Teknologi Baru BPOM, Tetty Helfery Sihombing, mengatakan bahwa krimer kental manis bisa mengandung krim maupun susu.

“Susu kental manis adalah produk yang mengandung susu . Ada juga krimer kental manis yang memasukkan susu, tapi kandungan susunya lebih kecil dari pada di susu kental manis,” ujar Tetty.

Sejak awal kemunculannya, SKM diharuskan mengandung kandungan susu. Hal ini makin diperjelas dengan Peraturan BPOM No. 21 Tahun 2016 yang merinci definisi dari susu kental manis. Dalam beleid itu dijelaskan bahwa, susu kental manis adalah produk susu berbentuk cairan kental yang diperoleh dengan menghilangkan sebagian air dari campuran susu dan gula hingga mencapai tingkat kepekatan tertentu; atau merupakan hasil rekonstitusi susu bubuk dengan penambahan gula, dengan atau tanpa penambahan bahan lain.

Khusus untuk SKM yang dibuat dari susu sapi dengan campuran gula dan air, memiliki padatan susu kisaran 20%. Selain padatan ini juga terdapat protein, vitamin, mineral, dan lemak. Adapun, karakteristik dasar dari susu kental manis adalah memiliki kadar lemak susu tidak kurang dari 8% dan kadar protein tidak kurang dari 6,5% (untuk plain).

BPOM melalui Kepala Badan POM RI, Penny Lukito, juga menegaskan bahwa produk susu kental manis merupakan produk yang mengandung susu dan aman untuk dikonsumsi. “Sudah jelas, bahwa susu kental manis merupakan produk yang mengandung susu yang sesuai dengan kategori pangan,” jelas Penny dalam kesempatan tersebut.

Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKGK FKM UI), Ir. Ahmad Syafiq, MSc, PhD, yang dihubungi secara terpisah memberikan pandangannya mengenai SK.

Ahmad menyebutkan bahwa SKM memiliki kadar protein yang relatif lebih tinggi dibanding jenis lainnya. SKM pun mempunyai kualitas gizi yang hampir setara dengan susu lainnya. Yang membedakan antara SKM dengan produk susu lainnya seperti cair mau pun bubuk hanya terletak pada jumlah kandungan susu.

“Sama saja dari segi kualitas, meskipun secara jumlah kandungan susu berbeda. Perlu diingat bahwa semua jenis makanan saling melengkapi. Tidak ada makanan atau minuman tunggal yang mampu memenuhi kebutuhan gizi seseorang,” jelas Ahmad.

Menurutnya, siapa saja boleh mengonsumsi SKM dalam jumlah tidak berlebihan. Namun, SKM tidak cocok untuk bayi dan perlu juga diperhatikan bahwa kebutuhan pertumbuhan anak perlu konsumsi protein hewani yang cukup. Sehingga diperlukan asupan protein dari sumber hewani.

Ia menegaskan bahwa gula dalam SKM sesuatu yang harus ditakuti. Gula di sini dibutuhkan untuk mencegah kerusakan produk. Produk dipasteurisasi dan dikemas secara kedap (hermetis). Dalam proses pembuatannya, air dari susu diuapkan ditambahkan gula yang juga berfungsi sebagai pengawet. Sehingga gula memang dibutuhkan dalam produk SKM.

Menyikapi kebingungan masyarakat terkait SKMs, ia mengatakan bahwa pemerintah harus terus meningkatkan upaya peningkatan literasi gizi masyarakat serta terus melaksanakan upaya menyusun kebijakan berbasis evidens. Di sisi lain, ia juga menyarankan agar masyarakat jangan mudah terprovokasi dengan kehebohan.

“Pemerintah diharapkan memberikan edukasi kepada masyarakat agar masyarakat tidak resah dan kebingungan dengan informasi yang beredar. Sementara, masyarakat perlu bijak dalam menyikapi kehebohan, tidak panik dan meningkatkan pengetahuannya mengenai gizi seimbang serta kebutuhan dan kecukupan gizi. Kita harus mau mencari informasi dari ahli gizi yang kompeten,” jelas Ahmad.

Berdasarkan catatan, kehadiran produk SKM di Indonesia dapat dirunut sampai pada masa pra-kemerdekaan. SKM masuk ke Indonesia pada 1873, yaitu melalui impor susu kental manis merek Milkmaid oleh Nestlé yang kemudian dikenal dengan nama Cap Nona dan selanjutnya tahun 1922 oleh De Cooperatve Condensfabriek Friesland yang sekarang dikenal dengan PT Frisian Flag Indonesia dengan produk Friesche Vlag.

Akhir tahun 1967, Indonesia mulai memproduksi susu kental manis pertama kalinya melalui PT Australian Indonesian Milk atau atau yang saat ini dikenal dengan nama PT Indolakto, diikuti oleh PT Frisian Flag Indonesia pada 1971 di pabriknya yang terletak di Pasar Rebo, Jakarta Timur, dan diikuti oleh PT Nestlé Indonesia tahun 1973 oleh pabriknya di Provinsi Jawa Timur. Setelah itu, industri SKM terus berkembang hingga sekarang.

Kementerian Perindustrian melaporkan industri SKM terus tumbuh seiring dengan konsumsi produk itu yang meningkat. Saat ini, kapasitas produksi pabrik SKM dalam negeri mencapai 812 ribu ton per tahun. Adapun, nilai investasi di sektor usaha ini menembus angka Rp5,4 triliun dengan total penyerapan tenaga kerja sebanyak 6.652 orang.

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved