Management Trends

Tahun 2017, Telkom Masih Jadi Andalan Sumber Pendapatan Pemerintah

Tahun 2017, Telkom Masih Jadi Andalan Sumber Pendapatan Pemerintah
telkom

Tantangan terberat yang bisa mempengaruhi kinerja emiten telekomunikasi adalah revisi PP 52/53 tahun 2000 dan rencana penetapan biaya interkoneksi yang akan dilakukan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Haryajid Ramelan, Ketua Asosiasi Analis Efek Indonesia, memandang BUMN telekomunikasi sangat dibutuhkan sebagai agent of development dalam rangka mendukung program prioritas Pemerintah Jokowi yang tertuang dalam Nawa Cita. Ia berpendapat, harusnya pemerintah memproteksi BUMN kita, terutama yang memberikan kontribusi positif dalam pembangunan nasional. Perlindungan terhadap perusahaan BUMN merupakan hal yang lazim. Beberapa negara seperti negara China, Singapura dan Malaysia telah terlebih dahulu memproteksi perusahaan BUMN-nya. “Mereka melakukan proteksi kepada BUMN-nya agar perekonomian negaranya dapat tumbuh seperti yang diharapkan,” kata Haryajid.

Leonardo Henry Gavaza, CFA., Senior Research Manager PT Bahana Securities, memprediksi, jika tidak ada regulasi yang menghambat, maka kinerja Telkom di tahun 2017 mendatang masih membukukan double digit growth. Proyeksi Leo tersebut sesuai dengan Nota Keuangan dan RAPBN 2017 Pemerintah yang mematok pertumbuhan BUMN telekomunikasi yang mencapai 10,6 persen. Yield Telkom di tahun 2017 diperkirakan Leo masih dapat tumbuh antara 35-40 persen. “Target harga saham Telkom di tahun 2017 bisa mencapai Rp 5.000. Saat ini saya rekomendasi buy untuk saham Telkom,” ujar Leo pada acara diskusi pasar modal beberapa waktu yang lalu.

Jika pemerintah menurunkan biaya interkoneksi sebesar Rp 204 per menit, Leo memperkirakan EBITDA (earnings before interest, tax, depreciation and amortization) dan ARPU (average revenue per user atau rerata pendapatan per pengguna) perusahaan telekomunikasi akan mengalami penurunan yang cukup siginfikan. Ini disebabkan operator akan berlomba-lomba untuk menurunkan harga layanan voice. Jika biaya interkoneksi tidak mengalami penurunan maka pertumbuhan ARPU dan EBITDA margin emiten sektor telekomunikasi akan sama seperti yang saat ini terjadi. Namun, jika satu operator melakukan penurunan harga, yang akan diikuti oleh operator lainnya, maka itu yang membuat ARPU dan EBITDA margin semua operator mengalami penurunan.

“Jika revisi PP 52/53 tahun 2000 diberlakukan, saya pastikan kinerja keuangan Telkom akan terganggu. Ini disebabkan Telkom yang sudah melakukan investasi jauh lebih lama dan suffer cukup panjang, namun kini mereka diwajibkan untuk berbagi jaringan dengan operator lainnya. Padahal Telkom baru menikmati hasil jerih payahnya dari investasinya di jaringan,” kata Leo.

Kahlil Rowter , Chief Economist PT Danareksa Sekuritas, memperkirakan pendapatan pajak di tahun 2017 akan mengalami tekanan. Belum tercapainya target pajak ini disebabkan kondisi ekonomi global yang masih mengalami tekanan. “Memang pertumbuhan Indonesia masih terbilang tinggi yaitu lebih dari 5 persen, tapi pertumbuhan itu didapat dari konsumsi bukan dari dunia usaha,” ujar Kahlil.

Kahlil melihat, dengan kondisi tersebut, Pemerintah masih menggantungkan pendanaan dari dividen perusahaan BUMN. Ini dapat dilihat dari meningkatnya target dividen perusahaan BUMN di tahun 2017 mendatang. Dalam Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2017 disebutkan, dividen BUMN pada tahun 2017 ditargetkan sebesar Rp 38 triliun, atau lebih tinggi 11,2 persen dibandingkan dengan target APBNP tahun 2016 dan outlook APBNP tahun 2016.

Menurut Kahlil, selama ini Pemerintah mengandalkan pendanaan dari tiga BUMN, seperti Pertamina, Bank Mandiri dan Telkom. Namun, disayangkan dividen Pertamina di tahun 2017 diperkirakan akan mengalami penurunan akibat kebijakan satu harga BBM di seluruh Indonesia yang akan dijalankan Pemerintah. Sementara, pendapatan Bank Mandiri juga diperkirakan akan mengalami tekanan akibat kenaikan provisi atau rasio pencadangan. Kenaikan provisi ini akan mempengaruhi profitabilitas bank Mandiri di tahun 2017.

Harapan satu-satunya dari pembayaran dividen yang tidak boleh turun adalah dari Telkom. Kinerja Telkom hingga kuartal ke tiga tahun 2016 masih on the track. Revenue Telkom di kuartal ke tiga tahun 2016 ini mencapai Rp 63,64 triliun atau tumbuh 14,4 persen. EBITDA BUMN telekomunikasi ini juga tumbuh 18,9 persen menjadi Rp 37,1 triliun. Sementara itu, laba bersih Telkom juga tumbuh 27,3 persen menjadi Rp 21,02 triliun. Dividen yang dibayarkan Telkom setiap tahunnya juga mengalami kenaikkan. Di tahun 2014, dividen yang dibayarkan Telkom kepada pemegang sahamnya mencapai Rp 8,8 triliun, sedangkan di tahun 2015 mencapai Rp 9,29 triliun.


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved