Technology

Agar Lebih Amanah dalam Mengelola Dana Umat

Agar Lebih Amanah dalam Mengelola Dana Umat

Untuk mendukung proses bisnis dalam hal menerima, mengelola, dan menyalurkan dana ZIS dari para donatur, Rumah Zakat terus menyempurnakan sistemnya yang berbasis TI. Kini, sungguh jauh dari kesan tradisional, bahkan manajemennya mirip bank modern.

“Halo, ini Rumah Zakat, ya? Saya mau bayar zakat, sekalian mau infak,” kata seorang pria di ujung telepon sana. “Betul, Pak. Alamat Bapak di mana? Nanti ZIS Consultant Rumah Zakat akan mendatangi rumah Bapak, dan melakukan akad dan ijab kabul di sana,” jawab seorang staf layanan pelanggan Rumah Zakat (RZ) dengan ramah.

Percakapan via telepon antara calon muzakki (donatur) dan staf layanan pelanggan RZ tersebut merupakan gambaran sepintas salah satu bentuk layanan lembaga zakat yang berdiri pada 1998 itu. Selain via telepon, para donatur yang akan membayar zakat, infak dan sedekah (ZIS) melalui RZ bisa mendatangi langsung kantor cabang, melalui pesan layanan SMS center, call center, ataupun website-nya (www.rumahzakat.org). “Sesuai fungsinya sebagai lembaga zakat, kami terus melakukan improvement dalam proses bisnis. Tentunya, teknologi informasi (TI) berperan penting dalam mendukung proses itu,” ujar Muhammad Trieha, Sekretaris Perusahaan RZ.

Dijelaskan Tri, sapaan akrab Trieha, sesuai dengan ketentuan, proses bisnis di RZ mencakup rangkaian kegiatan: menerima, mengelola, menyalurkan dan mendayagunakan dana ZIS masyarakat. Nah, pada masa-masa awal berdiri, pengelolaan ZIS dilakukan secara manual dan belum terintegrasi. Maklum, hingga 2001 lembaga zakat yang sebelumnya bernama Dompet Sosial Ummul Quro ini baru memiliki tiga kantor, yakni di Bandung, Yogyakarta dan Jakarta. Begitu pula, volume penerimaan dana yang dikelola masih relatif kecil.

Ketika itu, pencatatan keuangan dan penyaluran dananya masih berbasis komputer desktop, dengan lebih mengandalkan aplikasi Office seperti Excel dan Access. Begitu pula, koordinasi antarcabang lebih dominan menggunakan telepon dan faks, selain pengiriman dokumen melalui kurir. “Ya, pada masa-masa awal sih biasa saja, tidak ada masalah. Karena, size bisnisnya masih kecil dan kantor layanan pun masih sedikit,” ucap pria berpenampilan kalem itu.

Namun, sejalan dengan perkembangan RZ yang cukup pesat, proses kerja manual dinilai tidak lagi efektif. Betapa tidak, hingga 2004 RZ memiliki 36 kantor dengan jumlah donatur lebih dari 45 ribu orang — sekarang 82 ribu orang lebih. Di sisi lain, belum terintegrasinya sistem informasi juga memengaruhi kecepatan pengambilan keputusan serta respons atas apa yang berkembang di cabang-cabang. Interaksi amil (karyawan) pun harus menunggu forum-forum pertemuan darat, seperti rapat kerja nasional. Tentunya, forum pertemuan seperti ini membutuhkan biaya besar.

Dari situ mulai terpikir untuk memiliki media komunikasi online, sehingga koordinasi dan komunikasi menjadi lebih intensif dan murah karena tidak lagi mengandalkan telepon interlokal. “Pada tahun 2000 awal, kebutuhan adanya sistem informasi ini sudah mulai dipikirkan. Namun, karena keterbatasan dana, kami terus mencari jalan bagaimana bisa mengembangkan sistem dengan cepat namun low cost,” ungkap Tri.

Persiapan dan penaatan sistem informasi di RZ mulai dilakukan pada 2004, dengan men-set up jaringan. Targetnya, setiap jaringan kantor bisa online, minimal dengan sambungan Internet. Dengan begitu, setidaknya koordinasi dan pengontrolan kantor cabang bisa semakin intensif dan murah.

Modernisasi sistem TI di RZ sejatinya mulai dilakukan pada akhir 2005 yang ditandai dengan diperkenalkannya konsep “Transformation from Traditional to Professional Corporate” di lingkungan RZ. Yang menandainya adalah mulai dikenalkannya teknologi VPN-IP sebagai rintisan awal dikembangkannya sistem intranet antarjaringan kantor.

Teknologi VPN-IP dipilih karena sifatnya yang lebih closed sehingga relatif lebih aman dari sisi security. Juga, biayanya lebih murah, karena di situ diperkenalkan teknologi VoIP antarcabang dan fitur telepon juga tidak lagi interlokal menggunakan PSTN. Untuk mendukung jaringan serta aplikasi yang real-time dan online, pihak RZ memercayakan pengelolaannya pada Lintasarta.

Menurut Tri, modernisasi sistem TI perlu dilakukan segera karena RZ sudah mencanangkan visinya menjadi lembaga zakat terbesar di Indonesia. “Ketika itu, kami mengambil keputusan melakukan investasi di bidang TI mumpung masih awal organisasi ini tumbuh.”.

Pertimbangannya, jika investasi TI tidak segera dimulai, diperkirakan akan ada risiko di masa depan dari segi keamanan pencatatan proses bisnis (dalam hal penerimaan, pengelolaan, sampai penyaluran). Selain itu, budaya kerja SDM pun akan kurang terkontrol karena telanjur besar tanpa sistem HR yang kuat dan terintegrasi. Pada masa pertumbuhan ini, menurut Tri, sistem informasi juga sangat penting agar pengambilan keputusan bisa dilakukan secara cepat dengan input yang lebih lengkap. Untuk pengembangan TI tersebut berikut pemeliharaannya, pihak RZ menginvestasikan biaya sebesar 2,4% dari total penerimaan dana per tahun, atau 10,2% dari total dana pengelola.

Nah, pada masa ini pula RZ mulai memiliki divisi TI. Dan sejak 2009, divisi TI ini dikembangkan menjadi unit usaha baru yang bernama PT Citra Niaga Teknologi (CNT). Selain mengawal pengembangan TI di RZ, CNT juga melayani mitra eksternal secara komersial. “Jenis layanan yang ditawarkan CNT mencakup layanan jasa Internet Connections, Desktop Management, Web Hosting dan Data Management,” ujar Gilang Mahesa, Direktur CNT.

Tak berhenti di situ. Keinginan memiliki sistem informasi terintegrasi dengan mengembangkan platform dari desktop platform ke web platform baru terlaksana pada 2006. Ini ditandai dengan dibuatnya aplikasi Transaksi Online (TOL) oleh tim TI RZ, untuk membantu pencatatan penerimaan donasi secara real-time dan online. Untuk lebih mempercepat pelayanan, RZ mengerahkan 136 orang ZISCo (ZIS Consultant), yang sudah dilengkapi perangkat electronic data capturer (EDC), untuk mendatangi tempat-tempat donatur yang akan memberikan ZIS.

Ditambahkan Gilang, selain aplikasi TOL, juga dikembangkan aplikasi Absensi Online (AOL). Juga, mulai dikembangkan Sistem Informasi Keuangan Online (SIKO) yang kemudian berkembang menjadi Finance Information System (FIS) untuk membantu tim finance mengelola keuangan yang sudah diinput melalui TOL. Hanya saja, aplikasi-aplikasi tersebut masih berdiri sendiri-sendiri, sehingga untuk menghubungkannya dibuat semacam interface. “Sampai sekarang Rumah Zakat terus melakukan penyempurnaan, baik dari segi aplikasi, infrastruktur maupun edukasi dari sisi user agar semakin friendly dengan teknologi yang diperkenalkan,” ungkap Tri. “Semua dilakukan secara in-house dengan dibantu beberapa tenaga ahli yang bertindak sebagai konsultan,” imbuh Gilang.

Selanjutnya, untuk mengintegrasikan beberapa fitur aplikasi tersebut (TOL, AOL dan SIKO), dikembangkan semacam solusi terpadu yang dinamakan ERZIS (Enterprise Rumah Zakat Information System). Sejak April 2011 ERZIS dikembangkan lebih advanced lagi dengan nama Core-Z (Collaboration Enterprise Zakat). Di dalam Core-Z ini, selain tampilannya lebih rapi dan user friendly, juga akan dikembangkan beberapa fitur baru termasuk pengembangan dari web platform menuju mobile application. “Harapannya supaya bisa semakin meningkatkan trust, baik untuk menjaga kepercayaan donatur maupun ketepatan penyaluran,” ujar Gilang.

Diklaim Gilang, kini hampir semua proses bisnis di RZ sudah terintegrasi dengan sistem TI. Dari proses awal penerimaan donasi, pengelolaan keuangan hingga output di penyaluran. Bahkan, solusi terpadu ini sudah diaplikasikan merata di 46 kantor cabang. Kini, setiap cabang dapat mengoperasikan sistem aplikasi yang sudah terbangun dalam Core-Z dengan otorisasi hak akses berdasarkan jenjang jabatan dan fungsional. Dan, semua dilakukan secara real-time online.

Contoh sederhana, absensi online. Kantor pusat bisa mengetahui secara real-time siapa saja yang datang on-time dan siapa yang terlambat — walaupun sang amil berada di Jayapura. Contoh lain, kini semua izin, pengajuan cuti, cek sisa cuti dan cek hak amil (salary) bisa dilakukan secara mandiri oleh karyawan melalui Core-Z. Setiap pengajuan cuti atau izin, misalnya, otomatis menjadi satu pesan yang diterima atasan yang bersangkutan yang mengingatkan apakah pengajuan tersebut diterima atau ditolak. Pesan ini akan selalu nampak ketika atasan tersebut membuka aplikasi utama Core-Z sampai apakah ada approval atau tidak terhadap pengajuan tersebut. “Kami akan terus kembangkan aplikasi-aplikasi turunan, sehingga bisa semakin mengurangi pencatatan manual. Walaupun, dokumen manual tetap diperlukan sebagai pendukung, terutama dalam proses audit,” ujar Gilang.

Misalnya, yang cukup baru saat ini RZ sedang melakukan proses integrasi sistem dengan perbankan melalui pola host to host. Selain itu, sedang mengembangkan aplikasi mobile, sehingga akan lebih memudahkan dan mendekatkan pola layanan RZ, baik dengan donatur maupun penerima manfaat. Tak hanya itu, RZ juga tengah mengembangkan penggunaan aplikasi GPS dan peta geospasial dalam sistem pengelolaan data donatur, program, dan data penerima manfaat. “Misi kami, apa pun yang bisa dilakukan bank, kami juga harus bisa. Semua dilakukan agar zakat dan filantropi benar-benar menjadi life style yang mudah dan menyenangkan,” kata Tri bersemangat.

Diakui Tri dan Gilang, ada banyak manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan TI tersebut. Mulai dari dokumentasi proses lebih terintegrasi hingga reporting yang lebih cepat—baik untuk kepentingan masyarakat maupun internal manajemen. Secara ekonomis, pemanfaatan TI juga mampu mereduksi berbagai biaya. Termasuk, biaya perjalanan dinas yang dulu sering dilakukan untuk koordinasi atau problem solving. “Kini rapat regional setiap awal bulan tidak harus memanggil setiap kepala regional ke kantor pusat, karena evaluasi dan koordinasi bisa dilakukan melalui teleconference,” ujar Tri.

Selain untuk kemudahan operasional, TI juga sangat membantu untuk pengembangan 454 amil RZ. Misalnya, RZ mengembangkan e-learning (web internal) sebagai media belajar di mana setiap amil bisa saling berbagi dan mengabarkan perkembangan di setiap jaringan kantornya. Kebijakan ataupun arahan nasional, misalnya dari CEO atau BOD, juga bisa didistribusikan secara cepat. “Web ini juga sangat membantu, sehingga pelaporan dan publikasi ke publik bisa dilakukan secara cepat,” Gilang menambahkan.

Klaim Tri dan Gilang tersebut diamini Ali Mujianto. Menurut Head of Region RZ Wilayah Kalimantan-Sulawesi-Papua yang membawahkan enam cabang ini, sebelumnya fungsi kontrol terhadap cabang sangat lemah dan waktu yang diperlukan untuk mengambil keputusan relatif lama karena data yang diterima tidak real-time. Selain itu, dengan pengelolaan manual, butuh effort lebih untuk mendapatkan data; misalnya data berapa nilai transaksi cabang Jayapura hari ini, siapa saja donatur yang bertransaksi, dan bagaimana perbandingan transaksi zakat bulan ini dengan bulan yang sama tahun sebelumnya. “Sekarang, controlling dan supporting bisa saya lakukan cukup dengan duduk di meja kerja yang berada di Balikpapan,” ungkap Ali. “Misalnya, saya bisa mengetahui siapa hari ini branch manager yang paling pagi hadir di kantor atau siapa yang terlambat. Untuk bulanan saya dengan mudah bisa melihat mana cabang yang paling disiplin.”

Selain itu, Ali juga secara real-time bisa melihat pergerakan transaksi tiap waktu, mana cabang tertinggi dan terendah. Riwayat transaksi donatur cabang pun bisa dilihat dari wilayahnya. Dan, tentunya, support ke cabang juga semakin kuat, karena saluran komunikasi semakin beragam.

Namun, ia mengaku punya saran, yakni interface-nya bisa dibuat lebih fresh agar lebih friendly. “Selain itu, step-step-nya dibuat lebih sederhana. Juga, adanya early warning otomatis kepada kepala regional atau manajer cabang jika penggunaan dana operasional sudah masuk titik kritis.”

Manajer Cabang RZ Yogyakarta Listanto mengakui sebelum sistem berbasis TI diimplementasikan, alur kerja sangat ribet. Ia menggambarkan, ketika ada donatur yang ingin mengetahui riwayat transaksi, pihaknya tidak dapat melakukan pelayanan dengan cepat. Sebab, ia harus membuka file catatan satu per satu dari sekian banyak dokumen. Sekarang? “Untuk menjawab pertanyaan yang sama kami hanya butuh waktu 10 detik. Tinggal masukkan nama, ID atau alamat, lalu klik sudah muncul di layar seluruh riwayat transaksi donatur,” ujar Listanto dengan nada riang.

Listanto juga punya harapan. “Sistem ini harus terus di-update dan perlu ada penyesuaian yang intinya bagaimana agar servis kepada donatur itu bisa dilakukan dengan baik, lebih efisien dan efektif,” katanya menyarankan. (*)

BOKS 1

———————————————————————————————————–

Kondisi Ketika Masih Menggunakan Banyak Proses Manual

Proses bisnis secara umum dilakukan secara manual

Keputusan dan respons atas apa yang berkembang di cabang lambat diambil.

Interaksi amil (karyawan) harus menunggu forum-forum pertemuan darat yang pelaksanaannya butuh dana tak sedikit

Controlling dan supporting butuh waktu lama dan cenderung birokratis

—————————————————————————————————————-

Kondisi Setelah Menggunakan Sistem Berbasis TI Terpadu

Kantor pusat bisa mengetahui secara real-time konduite setiap karyawan/amil walaupun berada di Jayapura

Semua izin, pengajuan cuti, cek sisa cuti, dan cek hak amil (salary) bisa dilakukan secara mandiri oleh karyawan, cukup lewat Sistem Core-Z.

Secara real-time eksekutif bisa melihat pergerakan transaksi tiap detik, mana cabang tertinggi dan terendah – juga riwayat transaksi donatur

Pola kerja birokratis terpangkas

————————————————————————————————————

BOKS

————————————————————————-

Modul dalam Sistem Terpadu Core-Z:

HRIS (Human Resource Information System)

DIS (Donation Information System)

MKIS (Marketing Information System)

RR (Real Report)

FIS (Finance Information System)

MIS (Management Information System)

DTIS (Distribution Information System)

MUIS (Mustahik Information System)

EDIS (Electronic Document Information System)

QIS (Questionnaire Information System)

PESAN (semacam Twitter atau pesan pendek antar karyawan)

———————————————————————————————–


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved