Technology Trends zkumparan

Andi Suryanto, Dari Game ke Layar Lebar

Andi Suryanto, Dari Game ke Layar Lebar
Andi Suryanto, Co-Founder & CEO Lyto Game

Kemunculan film Dread Out pada awal tahun ini telah menarik perhatian industri game dan perfilman. Pasalnya, inilah film layar lebar Indonesia pertama yang diadaptasi dari game. Tepatnya, game bergenre survival horror asli Indonesia yang populer di kalangan gamers sejak 2014, yang dikembangkan Digital Happiness dari Bandung.

Film yang disutradarai Kimo Stamboel tersebut berhasil mendulang 800 ribu penonton hingga minggu kedua tayang, melewati batas aman investasi film, yaitu 500 ribu penonton. Disebutkan bahwa film ini menelan investasi Rp 12 miliar, di bawah garapan studio film Goodhouse.id.

Salah satu nama yang turut berjasa menyukseskan film ini adalah Andi Suryanto, Co-Founder & CEO Lyto Game. Perusahaan distribusi dan game publisher besutannya ini menjadi salah satu investor film tersebut. Selain mendanai, Lyto juga berperan dalam premarketing strategy dengan menggandeng Gudang Voucher, Indo Digital, serta beberapa pemain industri game demi meningkatkan minat komunitas gamers untuk menonton film ini.

“Saya tertarik terlibat karena Dread Out merupakan film adaptasi game pertama di Indonesia. Ini langkah baru bagi Lyto terlibat langsung dalam sebuah produksi film. Kami ingin menjembatani penggemar film dan komunitas gamers,” kata Andi.

Tidak hanya Dread Out yang menjadi portofolio Andi. Kiprahnya di industri game Indonesia tergores manis. Lima belas tahun lalu, di bawah bendera PT Lyto Datarindo Fortuna, dia meramaikan dunia game Tanah Air dengan kesuksesan membawa game Ragnarok Online (RO) milik Gravity Corp asal Korea. RO dipilihnya karena melihat basis penggemarnya di Indonesia sudah besar.

Mengangkat tema kampanye “Ayo Main” dan “Chatting Bersama”, Lyto menjadi pelopor game daring di Indonesia. Dalam waktu singkat Lyto berhasil membawa RO menempati posisi pertama game online di Indonesia. “Setelah RO diluncurkan, hampir semua orang main, sehingga game lain banyak yang tutup. RO terus berkembang, karena ada update terus. Waktu awal, dalam sehari bisa dimainkan 300 ribu orang, sekarang sudah mencapai jutaan,” ungkap Andi.

Perkembangan terkini, Gravity dan Lyto sepakat memulai kerjasama bisnis yang lebih erat dengan membentuk perusahaan Gravity Game Link, untuk menjadi game publisher terbaik di wilayah Asia Tenggara dengan menggunakan IP (intelectual property) Ragnarok.

Andi mengungkapkan, investasi awal pada perusahaan yang didirikannya di tahun 2003 tersebut sebesar Rp 5 miliar. Dengan modal awal meminjam dari orang tuanya, dia bersama adiknya membesut Lyto Game. Sebelumnya, dia pernah bekerja kantoran sebagai system dan network engineer. Namun, tampaknya dorongan menjadi entrepreneur tak terbendung lantaran latar belakang keluarganya yang wirausaha. Dia pun memilih fokus mendirikan game publisher, meski saat itu sudah ada perusahaan sejenis. Dia melihat masih ada celah menggarap bisnis ini.

Berangkat dari nol, Lyto yang termasuk pemain pertama di Asia Tenggara –bahkan sebelum tren game online muncul di Jepang di awal tahun 2000-an – kini sudah berekspansi ke luar negeri (Thailand dan Vietnam). Dari 50 game yang sudah diterbitkannya, kini masih ada 15 game yang didistribusikan dengan jumlah pemain hampir 50 juta orang. “Bisnis kami termasuk menjual payment gateway atau vocer fitur-fitur seperti senjata dan aksesori, membuat animasi game, selain co-develop game dengan developer lokal, distribusi, dan publisher,” katanya seraya menambahkan, jumlah karyawannya kini 200 orang lebih.

Menurut Andi, persaingan bisnis game online lintasnegara. Penantangnya bukan saja perusahaan di negara sendiri, tetapi juga dari negara lain. Jadi, persaingannya sangatlah kencang. Kunci agar Lyto tetap tumbuh dan berkembang menurutnya adalah menjaga inovasi dan terus menjalin kerjasama yang baik dengan para partner. Itulah mengapa Andi mencoba mengembangkan bisnis ke investasi film. Dia berjanji tidak akan berhenti di film Dread Out saja, apalagi perusahaannya disebut sebagai perusahaan online entertainment.

“Internet dan disrupsi digital membuat film bukan saja didistribusikan ke OTT, seperti Netflix, Hooq, atau Iflix. Kami juga melihat ada peluang mengembangkan game dari tema film,” kata alumni Teknik Informatika Universitas Bina Nusantara ini. Target Andi, perusahaannya mendunia dengan membawa IP game Indonesia mendunia.(*)

Reportase: Yosa Maulana; Riset: Hendi Pradika

www.swa.co.id


© 2023-2024 SWA Media Inc.

All Right Reserved